Peran Guru dalam Implementasi Pendidikan Wawasan Kebangsaan di Sekolah
  • [web-admin | BDK Banjarmasin]
  • 30 Mei 2023
  • 2759x Dilihat
  • Artikel Ilmiah

Peran Guru dalam Implementasi Pendidikan Wawasan Kebangsaan di Sekolah

Oleh : Anang Nazaruddin, S.Pd.I., MM.

Widyaiswara Ahli Madya

 

A.    Pendahuluan

       Setiap negara yang ingin tetap eksis maka akan mendidik warganya menjadi orang yang cerdas dan baik. Oleh karena itu masyarakat sangat mendambakan generasi mudanya dipersiapkan untuk dapat berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat dan negaranya. Keinginan tersebut lebih tepat disebut sebagai perhatian yang terus tumbuh, terutama dalam masyarakat demokratis. Banyak sekali bukti yang menunjukkan bahwa tak satu pun negara, termasuk Indonesia, telah mencapai tingkat pemahaman dan penerimaan terhadap hak dan tanggung jawab di antara keseluruhan warganegara untuk terus mendukung kehidupan demokrasi konstitusional (Budimansyah, 2010).

      Pembinaan terhadap generasi muda menjadi warganegara yang baik menjadi perhatian utama. Tidak ada tugas yang lebih penting dari pengembangan warganegara yang bertanggung jawab, efektif dan terdidik. Demokrasi dipelihara oleh warganegara yang mempunyai pengetahuan, kemampuan dan karakter yang dibutuhkan. Tanpa adanya komitmen yang kuat dan benar dari warganegara terhadap nilai dan prinsip fundamental demokrasi, maka masyarakat yang terbuka dan bebas, tak mungkin terwujud. Oleh karena itu, tugas bagi para pendidik, pembuat kebijakan, dan anggota masyarakat lainnya, adalah mengampanyekan pentingnya pendidikan kewarganegaraan kepada seluruh lapisan masyarakat dan semua instansi dan jajaran pemerintahan terutama pada lembaga pendidikan.

      Pembinaan wawasan kebangsaan dan cinta tanah air melalui program pendidikan kewarganegaraan merupakan perkara yang perlu dilakukan secara berkelanjutan demi menjamin keberlangsungan kehidupan negara-bangsa. Dalam konteks ini pendidikan telah diberikan peranan yang besar oleh Indonesia. Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional ditegaskan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta bertanggung jawab. Di Indonesia, sekolah telah diberikan tanggung jawab melakukan pembinaan wawasan kebangsaan dan cinta tanah air sejak awal kemerdekaan melalui mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam berbagai label mulai dari secara formal munculnya mata pelajaran “civics” dalam kurikulum SMA tahun 1962 hingga digunakannya nama mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam Standar Isi tahun 2006 sampai dengan saat ini.

      Dalam praktik, Pendidikan Kewarganegaraan dipahami sebagai mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan; (2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi; (3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya; dan (4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (Standar Isi, 2006). Namun, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi informasi dan komunikasi, telah mengubah dunia seakan-akan menjadi kampung dunia.

      Kemerdekaan tidak hanya dimaknai dengan menang  melalui  perjuangan  bangsa Indonesia melawan   penjajah,   melainkan juga  kemerdekaan  untuk  mewujudkan tujuan nasional yang tercantum pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat, yaitu “Membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan  kemerdekaan,  perdamaian abadi, dan keadilan sosial” serta cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum di dalam  Pembukaan  Undang-Undang  Dasar 1945 alinea kedua tentang cita-cita bangsa Indonesia yang berbunyi “Dan perjuangan pergerakan  Indonesia  telah  sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”.

      Tetapi dalam kenyataannya tujuan nasional   dan   cita-cita   bangsa   Indonesia belum sepenuhnya terlaksana dengan baik saat ini. Seperti halnya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia menjadi hal yang cukup   sulit   untuk   diwujudkan,   dimana masih banyak orang yang menjadikan perbedaan agama, ras dan suku sebagai alasan untuk tidak bersatu dan hidup rukun bersama sehingga kesejahteraan belum bisa terwujud di tengah-tengah masyarakat Indonesia Sebenarnya dengan adanya suatu perbedaan tersebut dapat digunakan sebagai suatu anugerah untuk memperkaya keanekaragaman bangsa Indonesia.

      Seperti yang telah dilaporkan oleh Majalah Tempo (2015) yang mencatat ada beberapa kejadian kelam di Indonesia dengan berbagai latar belakang yang berbeda seperti kejadian di Daerah Sampit, tragedi yang terjadi terkait dengan etnis yang berbeda, konflik Maluku dengan latar belakang agama yang berbeda, dan konflik tahun 1998 dengan latar belakang krisis ekonomi lalu terjadilah kerusuhan di berbagai daerah di Indonesia.

      Masalah perbedaan tersebut tidak hanya dialami oleh masyarakat dewasa saja, tetapi generasi muda seperti siswa-siswa khususnya   siswa   kelas   VIII.   Diketahui bahwa saat ini para siswa cenderung lebih mencintai budaya dari luar dari pada budaya sendiri  seperti  musik,  film,  kesenian,  dan cara berpakaian serta bertingkah laku, selain itu siswa juga lebih menyukai produk luar negeri daripada produk dalam negeri dengan alasan lebih bagus, padahal dalam kenyataannya produk dalam negeri tidak kalah bagus dari produk luar negeri. Siswa juga cenderung suka membeda-bedakan teman  karena alasan  agama, ras  dan  suku yang berbeda, sehingga dari hal-hal seperti itu bisa memancing pertikaian yang menyebabkan renggangnya persatuan dan kesatuan  antara  siswa  yang  satu  dengan siswa yang lain, serta masih banyak juga siswa yang kurang begitu paham tentang wilayah geografi Indonesia (Nurhadji Nugraha, 2017 ).

      Dan berdasarkan tulisan di Kompasiana yang terbit pada 28 Mei 2022 melihat bahwa cenderung menjadi masalah jika ada salah satu siswa yang memiliki perbedaan yang signifikan yang kemudian akan menjadi bahan olokan atau bahkan mendapatkan perlakuan yang berbeda dibandingkan siswa pada umumnya.  Hal ini terjadi karena beberapa hal, seperti (1) Anak-anak yang berada di Sekolah Dasar masih berusia labil, (2) Siswa Sekolah Dasar belum memahami sepenuhnya bahwa Indonesia memiliki keberagaman yang wajar, (3) Siswa Sekolah dasar belum memahami sepenuhnya dan belum menerapkan bagaimana bertoleransi secara baik dan benar, (4) Siswa yang berada pada rentang usia 7-13 tahun tersebut masih menjalankan hidup untuk mencari kebahagiaan saja sehingga kadang didapatkan dengan cara yang salah (Akbar, 2022).

      Melihat kondisi tersebut, pendidikan wawasan kebangsaan harus dimiliki oleh seluruh rakyat Indonesia khususnya para generasi muda penerus bangsa. Seperti yang dinyatakan oleh Amin dalam (Eka Nur Cahyaning Asih, 2018 ) bahwa membangun anak-anak bangsa Indonesia dan kepribadian bangsa diperlukan satu usaha, salah satunya yaitu melalui pendidikan secara nasional. Tujuan yang hendak dicapai melalui pendidikan secara nasional antara lain bahwa pendidikan nasional harus mampu menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta tanah air dengan kemajemukan dan keberagaman yang ada di Indonesia, mempertebal semangat kebangsaan, dan rasa kesatuan dan persatuan berbangsa dan bernegara. Melalui pendidikan juga diharapkan dapat menjadi wahana untuk melakukan pembentukan wawasan dan karakter bangsa, dan memperkuat komitmen kebangsaan menuju kehidupan berkualitas dan bermartabat. Untuk itulah besar harapan bagi guru untuk bisa memerankan fungsinya dalam implementasi pendidikan wawasan kebangsaan disekolah.

 

B.    Pembahasan

1.     Wawasan Kebangsaan

            Istilah  Wawasan  Kebangsaan  terdiri  dari  dua  suku  kata yaitu   "Wawasan"   dan  "Kebangsaan".   Secara   etimologi menurut  Kamus  Besar  Bahasa  Indonesia  dalam (Idup Suhady, 2006 ) istilah wawasan  berarti  (1) hasil mewawas;  tinjauan;  pandangan dan dapat  juga berarti  (2) konsepsi  cara pandang.  Dalam kamus  tersebut  diberikan  contoh  "Wawasan   Nusantara" yaitu  wawasan  (konsepsi  cara  pandang)  dalam  mencapai Tujuan  Nasional  yang  mencakup  perwujudan  Kepulauan Nusantara  sebagai  satu  kesatuan  politik,  sosial  budaya, ekonomi dan pertahanan keamanan. Lebih lanjut diberikan pula   contoh   dalam   pengertian   lain   seperti   "Wawasan Sosial",  sebagai  "kemampuan  untuk  memahami  cara-cara penyesuaian   diri   atau   penempatan   diri   di   lingkungan sosial.”

            Walaupun  dalam rumusan  yang berbeda, karena dikaitkan dengan  dua  subyek  yang  berbeda  yaitu  antara  wawasan "nusantara”  dan wawasan "sosial" sebagaimana  diutarakan diatas, namun dapat diambil inti sarinya bahwa "wawasan”: pada pokoknya mengandung pengertian "kemampuan untuk memahami  cara memandang  sesuatu konsep tertentu yang direfleksikan dalam perilaku tertentu sesuai dengan konsep atau pokok pikiran yang terkandung di dalamnya Selanjutnya  mengenai  istilah  "kebangsaan"  yang  berasal dari  kata  "bangsa"  dapat  mengandung  arti  "ciri-ciri  yang menandai   golongan   bangsa   tertentu",   dan   dapat   pula mengandung  arti "kesadaran  diri  sebagai warga dari suatu negara" (Idup Suhady, 2006 ).

            Dalam  kaitan  dengan  pengertian yang    terakhir    ini,    maka dapat diambil suatu pengertian  kebangsaan  sebagai  "tindak  tanduk  kesadaran dan sikap yang memandang dirinya sebagai suatu kelompok bangsa  yang  sama  dengan  keterikatan  sosiokultural  yang disepakati  bersama oleh seluruh warga bangsa tersebut. Berdasarkan  wawasan kebangsaan  itu, dinyatakan  pula bahwa wawasan kebangsaan  adalah suatu "wawasan yang mementingkan kesepakatan,  kesejahteraan, kelemahan,  dan  keamanan  bangsanya  sebagai  titik  tolak dalam berfalsafah berencana dan bertindak".

            Dalam  rangka  menerapkan  konsep  wawasan  kebangsaan, pada  Seminar  Pendidikan  Wawasan  Kebangsaan (Idup Suhady, 2006 ) dikemukakan   perlunya  dipahami  2  (dua)  aspek  sebagai berikut:

a.     Aspek Moral

Konsep   wawasan   kebangsaan   mensyaratkan   adanya perjanjian  diri  atau  commitment  pada  seseorang  atau masyarakat    untuk    turut    bekerja    bagi    kelanjutan eksistensi    bangsa    dan    bagi    peningkatan    kualitas kehidupan bangsa.

b.    Aspek Intelektual

Konsep        wawasan        kebangsaan        menghendaki pengetahuan    yang    memadai    mengenai   tantangan- tantangan yang dihadapi bangsa baik saat ini maupun di masa  mendatang  serta  berbagai  potensi  yang  dimiliki bangsa.

            Berdasarkan uraian di atas dapat diberikan   pengertian   wawasan kebangsaan sebagai   "sudut   pandang   atau  cara memandang  yang mengandung kemampuan  seseorang atau kelompok  orang untuk  memahami  keberadaan  jati dirinya sebagai  satu  bangsa  juga  dalam  memandang  dirinya  dan bertingkah   laku  sesuai  falsafah  hidup  bangsanya  dalam lingkungan internal dan lingkungan eksternalnya.

            Wawasan      ini      menentukan      cara      suatu      bangsa mendayagunakan    kondisi   geografis   negaranya,   sejarah, sosiobudaya,    ekonomi    dan    politik    serta    pertahanan keamanan    dalam    mencapai    cita-cita    dan    menjamin kepentingan nasionalnya.

            Wawasan   ini   juga   menentukan   bagaimana   bangsa   itu menempatkan   dirinya   dalam   tata   berhubungan   dengan sesama  bangsanya  dan  dalam  pergaulan  dengan  bangsa- bangsa lain di dunia (internasional).

            Dalam  wawasan   kebangsaan   terkandung   komitmen   dan semangat    persatuan   untuk   menjamin   keberadaan   dan peningkatan   kualitas   kehidupan   bangsanya.   Selain   itu wawasan   kebangsaan    menghendaki    pengetahuan    yang memadai  tentang  tantangan  masa ini dan mendatang  serta berbagai potensi bangsanya.

2.     Perkembangan Wawasan Kebangsaan

            Winarno dalam (Siti Aisyah Nurfatimah, 2021) menyatakan bahwa kategori perkembangan semangat kebangsaan bangsa Indonesia dalam beberapa kurun waktu, yaitu sebagai berikut:

a.     Zaman  Perintis.  Semangat  kebangsaan

Pada zaman perintis yaitu terjadi di sekitar  tahun  1908,  yaitu  ditandai dengan  kemunculan  Pergerakan Nasional Budi Utomo.

b.    Zaman  Penegas. 

Semangat  kebangsaan pada  zaman  penegas  yaitu  terjadi  di tahun 1928 yang ditandai dengan Ikrar Sumpah Pemuda.

c.     Zaman Pendobrak.           

Semangat kebangsaan  pada  zaman  pendobrak yaitu terjadi pada tahun 1945 yang ditandai dengan Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia

            Kemudian Winarno (2010)  menyampaikan bahwa wawasan kebangsaan memiliki tujuan yang dibedakan menjadi tujuan ke dalam dan tujuan keluar. Tujuan ke dalam yaitu memiliki tujuan untuk menjamin wujud  persatuan  dan  kesatuan  segenap aspek   kehidupan   nasional,   diantaranya aspek politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan serta keamanan. Sedangkan tujuan keluar yaitu terjaminnya kepentingan nasional dalam dunia yang mengikuti perubahan dan perkembangan dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial serta mengembangkan suatu kerja sama dan saling menghormati.

            Wiratmaja (2021) menyampaikan bahwa bahwa wawasan kebangsaan bagi Indonesia memiliki beberapa makna, diantaranya: Wawasan kebangsaan      mengamanatkan  kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk menempatkan persatuan, kesatuan, dan kepentingan serta keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan; Wawasan kebangsaan tidak memberikan tempat kepada patriotisme yang licik; Wawasan kebangsaan mengembangkan persatuan bangsa Indonesia sedemikian rupa sehingga asas semboyan Bhinneka Tunggal Ika dapat dipertahankan; Dengan wawasan kebangsaan yang berlandas pada pandangan Pancasila, bangsa Indonesia telah berhasil merintis jalan untuk menjalani misinya di tengah-tengah tata kehidupan di dunia; Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang telah merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur bertekad untuk mewujudkan bangsa  Indonesia  yang maju dan mandiri serta sejahtera lahir maupun batin, dan akan   sejajar   dengan   bangsa   lain   yang sudah maju.

            Nilai wawasan kebangsaan yang terwujud di dalam persatuan dan kesatuan bangsa,  memiliki  6  dimensi  yang  bersifat mendasar dan fundamental, diantaranya sebagai berikut:

a.     Penghargaan terhadap  harkat  dan martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.

b.    Bertekad bersama untuk kehidupan berbangsa yang merdeka, bebas, dan bersatu.

c.     Cinta akan bangsa dan tanah air.

d.    Berdemokrasi dan berkedaulatan rakyat.

e.     Kesetiakawanan sosial.

f.      Masyarakat yang adil dan makmur.

            Wawasan kebangsaan sangat berkaitan erat dengan pengetahuan akan jati  diri  bangsa  Indonesia.  Namun, sekarang dengan maraknya globalisasi dan semakin mudahnya budaya asing masuk ke Indonesia, wawasan kebangsaan harus tetap bisa dipertahankan dan ditumbuhkembangkan, agar eksistensi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia tetap bisa dipertahankan dan bisa bersaing dengan negara-negara maju di dunia. Oleh karena itu, upaya yang dilakukan bisa dengan cara mengimplementasikan nilai- nilai Pancasila di kehidupan masyarakat bangsa Indonesia agar dapat menumbuhkembangkan kembali wawasan kebangsaan yang kini semakin terkikis oleh perkembangan zaman.

            Menengok sejarah perkembangan wawasan kebangsaan pada negara yang lebih tua dan lebih mantap kehidupan kenegaraannya, kita akan coba lihat bagaimana perkembangan wawasan kebangsaan di negara kita tercinta, Indonesia. Suatu kenyataan sejarah, bahwa wawasan kebangsaan bukanlah suatu konsep politik yang pertama kali lahir di Indonesia. Kesadaran kebangsaan ini lahir dari persepsi pemimpin pergerakan kemerdekaan yang telah berpendidikan Barat dalam perjuangan menentang penjajahan Belanda. Sumbangan dari local genius bangsa Indonesia barangkali terletak pada kemampuan bangsa ini untuk mengadopsi serta mengadaptasi berbagai konsep yang datang dari luar dan menjadikannya sebagai bagian integral dari sistem nilai masyarakat sendiri.

            Proses  penyatuan  wilayah  Nusantara  ke  dalam  suatu  kesatuan  politik  pada awalnya adalah suatu proses ekspansi pemerintah Kolonial Belanda untuk memperluas wilayah jajahannya. Wilayah jajahan Belanda di nusantara kemudian dijadikan klaim wilayah bagi wawasan kebangsaan di Indonesia. Wawasan Kebangsaan lahir sebagai kekuatan yang berhadapan dengan ideologi kolonial, di mana tujuannya untuk membebaskan diri dari belenggu penjajahan.

            Wawasan kebangsaan di Indonesia memang baru dikenal setelah terjadi kontak di antara kaum terpelajar Indonesia dengan peradaban Eropa dan Amerika. Ide wawasan kebangsaan lahir di kalangan kaum intelektual. Kemudian ide ini disebarluaskan ke kalangan masyarakat dalam rangka menghadapi kekuatan asing yang berbeda dari segi ras dan agamanya. Agama Islam telah menyatukan berbagai kelompok etnis dan kultural ke dalam pandangan keagamaan, sistem hukum dan institusi sosial yang relatif sama. Dalam komunitas etnis muslim Indonesia, batas-batas politik bukan sesuatu yang menghalangi kehidupan aktual sehari-hari. Islam juga telah mengembangkan bahasa melayu yang semula hanya digunakan kelompok etnis yang relatif kecil di Riau, menjadi lingua franca berbagai kelompok etnis termasuk Jawa (Al-Attas, 1987).

            Dilihat dari perjalanan sejarahnya perkembangan wawasan kebangsaan dapat kita lihat dalam fase perkembangan. Fase pertama, tahun 1908-1928. Tanggal 20 Mei 1908 kita akui sebagai hari Kebangkitan Nasional, karena Boedi Oetomo dapat kita pandang sebagai pelopor Kebangkitan Nasional meskipun dalam kenyataannya masih bertumpu pada  ‘konsep  Jawa”.  Selama  rentang  waktu  20  tahun  lahirlah  organisasi-organisasi politik sebagai alat baru untuk merumuskan tujuan yang hendak dicapai6. Para pemimpin politik dan golongan terpelajar mulai mengenal cara-cara bertukar pikiran yang baik untuk merumuskan tujuan. Dialog dilakukan dalam rangka mencapai konsensus atau kesepakatan  bersama.  Dalam fase  pertama  ini  melahirkan  kesepakatan  menggunakan sebutan sebagai satu bangsa baru yaitu Indonesia.

            Fase kedua adalah tahun 1928-1945. Dalam fase ini simbol hidup bersama yaitu Indonesia, digunakan secara luas dalam rangka perjuangan melawan Belanda. Tindakan represif yang keras dari Pemerintah Kolonial Belanda menyebabkan gerakan nasionalis mengalami kemunduran hebat. Tokoh-tokoh pergerakan banyak yang dihukum berat seperti, M. Hatta, Syahrir juga Soekarno. Meskipun dalam bidang politik mengalami kemunduran, namun wawasan kebangsaan tetap dikembangkan melalui bidang kebudayaan dengan timbulnya pemikiran mengenai kebijakan dan strategi dasar yang akan dikembangkan untuk membangun Indonesia di masa depan.

            Berbeda dengan Belanda, kebijakan Jepang tahun 1942-1945 terhadap rakyat Indonesia mempunyai dua prioritas yaitu menghapuskan pengaruh-pengaruh Barat di kalangan rakyat dan memobilisasi rakyat demi kemenangan Jepang. Jepang berkepentingan dengan bangkitnya kembali semangat kebangsaan rakyat Indonesia, sebagai  salah  satu  sarana  strategis  dalam  mempertajam  sentimen  anti  Belanda  di kalangan masyarakat Indonesia dan mendorong penyebaran wawasan kebangsaan Indonesia di kalangan rakyat. Bahasa Indonesia juga menjadi sarana bahasa yang utama untuk propaganda sehingga memperkukuh status bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.

            Balatentara Jepang memberikan dasar militer pada bangsa Indonesia dengan memberikan latihan militer yang bersifat massal kepada penduduk. Pasukan paramiliter hasil latihan  dari Jepang merupakan tulang punggung bagi kelangsungan hidup Republik Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945. Balatentara Jepang juga memberi kesempatan, kemudahan dan bantuan untuk bangkitnya wawasan kebangsaan Indonesia dengan gerakan nasionalisme serta aspirasi Islam. Lebih jauh juga memberi kesempatan bangsa ini menyusun rumusan dasar Negara Indonesia modern yang akan terbentuk kemudian tentunya kalau Jepang menang perang (Widiyanta, 2008 ).

3.     Peran Guru dalam Implementasi Pendidikan Wawasan Kebangsaan di Sekolah
            Masyarakat sebagai pelaku pembangunan menilai perlu adanya restorasi di segala bidang, termasuk perlu adanya langkah strategis untuk menumbuhkan kembali wawasan kebangsaan kepada warga bangsa melalui jalur pendidikan. Pendidikan wawasan kebangsaan mampu mengembalikan eksistensi bangsa Indonesia sebagai bangsa yang beradab, toleran dan menghargai nilai-nilai kemanusiaan, selain itu juga diharapkan mampu menekan degradasi moral dan perilaku menyimpang generasi penerus bangsa karena pada dasarnya wawasan kebangsaan mengandung dua aspek, yaitu aspek moral dan intelektual (Syamsudin, 2013).

            Upaya peningkatan wawasan kebangsaan melalui pendidikan telah diatur menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Dengan demikian tujuan pendidikan tidak hanya menghasilkan peserta didik yang memiliki kemampuan intelektual semata, namun juga pada jangka panjang  pendidikan bertujuan untuk membentuk watak, karakter peserta didik agar  menjadi warga negara Indonesia yang baik berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 di semua satuan pendidikan karena nantinya merekalah generasi penerus yang akan menjadi pemimpin bangsa (Widayanti, 2018 ).

            Menurut data BPS Tahun 2011, jumlah anak kelompok usia 0-9 tahun sebanyak 45,93 juta, sedangkan anak usia 10-19 tahun berjumlah 43,55 juta jiwa. Nantinya pada tahun 2045, mereka yang berusia 0-9 tahun akan berusia 35-45 tahun, sedangkan yang berusia 10-19 tahun berusia 45-54 tahun. Pada usia tersebut mereka akan memegang peranan penting di Indonesia yang kita cintai dan menjadi generasi emas sekaligus pemimpin bangsa. Pendidikan berwawasan kebangsaan berperan strategis mengingat dalam beberapa periode mendatang, mereka akan menjadi generasi inti (nucleus generation) yang diharapkan memiliki kualitas kemanusiaan yang lebih baik dan meneruskan nilai-nilai tersebut kepada generasi selanjutnya (plasma generation) . Oleh karena itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggiatkan pelaksanaan pendidikan karakter bagi peserta didik, diantaranya melalui pendidikan berwawasan kebangsaan di sekolah (Depdiknas, 2023).

            Tantangan pendidikan ke depan memang tidak ringan, bahkan bisa dibilang sangat riskan, kompleks, dan semrawut (chaos), apalagi dengan kondisi politik, eksekutif, legislatif, dan yudikatif seperti yang kita saksikan sekarang ini, sehingga wawasan kebangsaan dalam pendidikan merupakan paradigma baru untuk bangkit dan ke luar dari keterpurukan tersebut. Hal ini penting, karena perubahan kurikulum dan pendekatan pembelajaran tidak akan efektif ketika dimensi kultural yang  memengaruhi  cara  berpikir  guru  dan  peserta didik   dalam  melakukan  pendidikan  tidak   diubah. Dalam kerangka inilah perlunya “Revolusi Mental dalam pendidikan terutama dalam pendidikan wawasan kebangsaan”; khususnya revolusi mental guru, yang  tentu  saja  harus  dibarengi  revolusi  mental kepala sekolah dan pengawasnya; bahkan peserta didik, dan warga sekolah lainnya; sehingga memiliki pandangan  yang  jauh ke  depan,  untuk  menggapai kehidupan yang hakiki di masa yang akan datang.

            Pendidikan wawasan kebangsaan harus dilakukan  sesuai dengan visi dan misi pendidikan nasional. Pelaksanaannya dapat dilakukan melalui penanaman nilai-nilai Pancasila dalam setiap mata pelajaran, dan dapat dilakukan dalam setiap kegiatan pembelajaran mulai dari kegiatan eksplorasi, elaborasi, sampai dengan tahap konfirmasi. Perwujudannya di sekolah menuntut guru, kepala sekolah, dan pengawas untuk memerankan dirinya secara aktif dan kreatif, agar dapat melahirkan ide-ide baru yang fantastis,   antara   lain   melalui   berbagai   kegiatan sebagai berikut.

a.     Memberikan motivasi kepada peserta didik agar dapat berpartisipasi secara aktif dalam seluruh kegiatan di sekolah; untuk menanamkan nilai : empati, peduli, dan percaya diri.

b.    Menjadi  narasumber  dan  fasilitator  dalam menghadapi   berbagai   permasalahan   peserta didik; untuk menanamkan nilai : sabar, peduli, dan santun.

c.     Membantu menyelesaikan masalah peserta didik khususnya masalah belajar dengan cara yang efektif dan benar; untuk menanamkan nilai : peduli, dan kebersamaan.

d.    Memberikan informasi dan motivasi kepada para peserta didik untuk bereksplorasi lebih jauh dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi; untuk  menanamkan  nilai :  semangat  dan  cinta ilmu.

e.     Memberikan acuan kepada peserta didik untuk melakukan refleksi dalam setiap kegiatan pendidikan  dan  pembelajaran; untuk menanamkan nilai : kritis dan teliti (Mulyasa, 2017 ).

            Sudah   menjadi   asumsi   bersama   bahwa keberhasilan pendidikan di sekolah sangat ditentukan oleh guru sebagai pengendali pembelajaran (who is behind the classroom). Menyadari hal tersebut, pemerintah senantiasa berupaya untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalitas guru melalui berbagai strategi, salah     satunya adalah  peningkatan kesejahteraan   guru   melalui   program   sertifikasi. Namun sayang, survei Bank Dunia menunjukkan bahwa sertifikasi guru ternyata tidak   mengubah perilaku dan praktik mengajar guru serta belum meningkatkan prestasi guru dan peserta didik secara signifikan (Kompas, 18 Desember 2012).

            Oleh karena itu sejalan dengan tulisan yang dibuat oleh Madhan (2013) yang menyatakan bahwa guru yang berusaha mengimplementasikan wawasan kebangsaan   dalam pelaksanaan pembelajaran sejarah melalui materi yang berhubungan dengan wawasan kebangsaan dan menggunakan metode pembelajaran yang beragam. Dengan menggunakan metode yang bisa mengaktifkan peserta didik, maka akan mempermudah proses implementasi wawasan kebangsaan dalam pembelajaran sejarah.

            Dan hasil penelitian yang didapatkan oleh (Eka Nur Cahyaning Asih, 2018 ) menyatakan bahwa guru yang mampu melaksanakan perannya sebagai pendidik dan teladan yang baik bagi peserta didiknya maka akan mampu memperbaiki moral peserta didik dan mampu mengurangi dampak globalisasi. Salah satu contohnya ketika guru tersebut menjadi guru piket, ketika melaksanakan tugasnya menjadi guru piket apabila ada peserta yang terlambat dan tidak mengikuti peraturan sekolah akan diberikan efek jera berupa hukuman menyanyikan lagu wajib, menyanyikan lagu daerah dan membacakan pembukaan UUD 1945. Hal ini untuk lebih menanamkan kecintaan terhadap wawasan kebangsaan sejak diri.

 

C.    Simpulan

      Wawasan kebangsaan dalam pendidikan perlu dilakukan untuk mengubah pola pikir seluruh masyarakat yang berkepentingan dengan pendidikan; terutama  untuk  melahirkan  generasi emas dimana tantangan pada zaman globalisasi semakin berat, sehingga diperlukan peran guru sebagai pendidik dan teladan yang sejak dini sudah menanamkan bagaimana seharusnya bersikap dalam menjalankan tugasnya sebagai guru. Apabila seorang guru mampu dengan baik menjalankan tugasnya maka akan mempermudah proses implementasi wawasan kebangsaan dalam pembelajaran.

           

Referensi

Akbar, G. T. (2022, Mei 28). Kompasiana. Retrieved from Kompasian.com: https://www.kompasiana.com/gema_akbar/62917d82bb44862d2a174462/kebudayaan-di-sekolah-dasar-sebagai-pendidikan-multikultural?page=1&page_images=1

Al-Attas, S. (1987). Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu. Bandung : Mizan.

Budimansyah, D. (2010). Tantangan Globalisasi Terhadap Pembinaan Wawasan Kebangsaan dan Cinta Tanah Air di Sekolah. Jurnal Penelitian Pendidikan, 7-16.

Depdiknas. (2023, Mei 28). Retrieved from https://www.google.com/search?q=http%3A%2F%2F+www.file.upi.edu%2FDirektori%2FFIP%2FJur+Pedagogik+Y.Suyitno%2F+Panduan_Siap_+DikWasbang_Jadi.pdf

Eka Nur Cahyaning Asih, N. Z. (2018 ). Peranan Guru PKn dalam Meningkatkan Wawasan Kebangsaan dan Cinta Tanah Air (Wangsa Cita) di Era Globalisasi pada Siswa SMA Muhammadiyah 1 Malang . Jurnal Civic Hukum , 9-17.

Hasiguan, M. R. (2015, Mei 21). Majalah Tempo . Retrieved from tempo.co: https://nasional.tempo.co/read/668047/konflik-yang-dipicu-keberagaman-budaya-indonesia

I.W. Wiratmaja, I. S. (2021). Penggalian Nilai-Nilai Pancasila Berbasis Kearifan Lokal Bali Dalam Rangka Penguatan Wawasan Kebangsaan . POLITICOS: Jurnal Politik Pemerintahan , 43-52.

Idup Suhady, A. M. (2006 ). Wawasan Kebangsaan dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia . Jakarta: Lembaga Administrasi Negara - Republik Indonesia.

Kompas. (18 Desember 2012). Revolusi Mental Pasca Reformasi . Jakarta: Kompas.

Madhan Anis, H. H. (2013). Implementasi Wawasan Kebangsaan dalam Pembelajaran di Pondok Pesantren . Historika , 11-22.

Mulyasa, E. (2017 ). Revolusi Mental dalam Pendidikan untuk Merevitalisasikan Nilai-Nilai Pancasila dan Menumbuhkembangkan Wawasan Kebangsaan . Prosiding Seminar Nasional 20 Tahun Program Pascasarjana Universitas PGRI Palembang (pp. 1-8). Palembang: Universitas PGRI Palembang.

No.22, P. R. (2006). Standar Isi.

Nurhadji Nugraha, N. D. (2017 ). Peran Guru dalam Upaya Pembentukan Wawasan Kebangsaan pada Siswa Kelas VIII SMPN 1 Barat Kabupaten Magetan Tahun Ajaran 2015/2016. Citizenship Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan , 13-23.

Siti Aisyah Nurfatimah, D. A. (2021). Implementasi Nilai Pancasila dalam Menumbuhkembangkan Wawasan Kebangsaan di Kehidupan Bangsa Indonesia . Jurnal Kewarganegaraan , 176-183.

Syamsudin, C. (2013). Integrasi Pendidikan Wawasan Kebangsaan ke dalam Perangkat Pembelajaran IPS Kelas VIII di SMP PGRI Sidoarjo. Jurnal Interaksi .

Widayanti, W. K. (2018 ). Wawasan Kebangsaan Siswa Sekolah Menengah Atas dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Pribadi Siswa (Studi pada Siswa Selolah Menengah Atas (SMA) Umum Berasrama Berwawasan Nusantara, SMA Umum di Lingkungan Militer dan SMA Umum di Luar Lingkungan Militer). Jurnal Ketahanan Nasional , 1-26.

Widiyanta, D. (2008 ). Dinamika Perkembangan Wawasan Kebangsaan Indonesia. Mozaik, 1-13.

Winarno. (2010). Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan . Jakarta : PT. Bumi Aksara.