Peran Guru dalam Implementasi Pendidikan Wawasan Kebangsaan di Sekolah
Oleh : Anang Nazaruddin, S.Pd.I., MM.
Widyaiswara Ahli Madya
Setiap
negara yang ingin tetap eksis maka akan mendidik warganya menjadi orang yang
cerdas dan baik. Oleh karena itu masyarakat sangat mendambakan generasi mudanya
dipersiapkan untuk dapat berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat dan
negaranya. Keinginan tersebut lebih tepat disebut sebagai perhatian yang terus
tumbuh, terutama dalam masyarakat demokratis. Banyak sekali bukti yang
menunjukkan bahwa tak satu pun negara, termasuk Indonesia, telah mencapai
tingkat pemahaman dan penerimaan terhadap hak dan tanggung jawab di antara
keseluruhan warganegara untuk terus mendukung kehidupan demokrasi konstitusional
(Budimansyah, 2010).
Pembinaan terhadap generasi muda menjadi
warganegara yang baik menjadi perhatian utama. Tidak ada tugas yang lebih
penting dari pengembangan warganegara yang bertanggung jawab, efektif dan
terdidik. Demokrasi dipelihara oleh warganegara yang mempunyai pengetahuan,
kemampuan dan karakter yang dibutuhkan. Tanpa adanya komitmen yang kuat dan
benar dari warganegara terhadap nilai dan prinsip fundamental demokrasi, maka
masyarakat yang terbuka dan bebas, tak mungkin terwujud. Oleh karena itu, tugas
bagi para pendidik, pembuat kebijakan, dan anggota masyarakat lainnya, adalah mengampanyekan
pentingnya pendidikan kewarganegaraan kepada seluruh lapisan masyarakat dan
semua instansi dan jajaran pemerintahan terutama pada lembaga pendidikan.
Pembinaan wawasan kebangsaan dan cinta tanah
air melalui program pendidikan kewarganegaraan merupakan perkara yang perlu dilakukan
secara berkelanjutan demi menjamin keberlangsungan kehidupan negara-bangsa. Dalam
konteks ini pendidikan telah diberikan peranan yang besar oleh Indonesia. Dalam
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional ditegaskan bahwa pendidikan nasional bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta bertanggung jawab. Di Indonesia, sekolah
telah diberikan tanggung jawab melakukan pembinaan wawasan kebangsaan dan cinta
tanah air sejak awal kemerdekaan melalui mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
dalam berbagai label mulai dari secara formal munculnya mata pelajaran “civics”
dalam kurikulum SMA tahun 1962 hingga digunakannya nama mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan dalam Standar Isi tahun 2006 sampai dengan saat ini.
Dalam praktik, Pendidikan Kewarganegaraan dipahami
sebagai mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami
dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia
yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut: (1) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam
menanggapi isu kewarganegaraan; (2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung
jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara, serta anti-korupsi; (3) Berkembang secara positif dan demokratis
untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat
hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya; dan (4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa
lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi
Kemerdekaan tidak hanya dimaknai dengan
menang melalui perjuangan
bangsa Indonesia melawan penjajah, melainkan juga kemerdekaan
untuk mewujudkan tujuan nasional
yang tercantum pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat, yaitu
“Membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial” serta
cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum di dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 alinea
kedua tentang cita-cita bangsa Indonesia yang berbunyi “Dan perjuangan
pergerakan Indonesia telah
sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan
rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”.
Tetapi dalam kenyataannya tujuan
nasional dan cita-cita
bangsa Indonesia belum
sepenuhnya terlaksana dengan baik saat ini. Seperti halnya persatuan dan
kesatuan bangsa Indonesia menjadi hal yang cukup sulit
untuk diwujudkan, dimana masih banyak orang yang menjadikan
perbedaan agama, ras dan suku sebagai alasan untuk tidak bersatu dan hidup
rukun bersama sehingga kesejahteraan belum bisa terwujud di tengah-tengah
masyarakat Indonesia Sebenarnya dengan adanya suatu perbedaan tersebut dapat
digunakan sebagai suatu anugerah untuk memperkaya keanekaragaman bangsa
Indonesia.
Seperti
yang telah dilaporkan oleh Majalah Tempo
Masalah
perbedaan tersebut tidak hanya dialami oleh masyarakat dewasa saja, tetapi
generasi muda seperti siswa-siswa khususnya
siswa kelas VIII.
Diketahui bahwa saat ini para siswa cenderung lebih mencintai budaya
dari luar dari pada budaya sendiri
seperti musik, film,
kesenian, dan cara berpakaian
serta bertingkah laku, selain itu siswa juga lebih menyukai produk luar negeri
daripada produk dalam negeri dengan alasan lebih bagus, padahal dalam
kenyataannya produk dalam negeri tidak kalah bagus dari produk luar negeri. Siswa juga cenderung suka membeda-bedakan
teman karena alasan agama, ras
dan suku yang berbeda, sehingga
dari hal-hal seperti itu bisa memancing pertikaian yang menyebabkan renggangnya
persatuan dan kesatuan antara siswa
yang satu dengan siswa yang lain, serta masih banyak
juga siswa yang kurang begitu paham tentang wilayah geografi Indonesia
Dan
berdasarkan tulisan di Kompasiana yang terbit pada 28 Mei 2022 melihat bahwa
cenderung menjadi masalah jika ada salah satu siswa yang memiliki perbedaan
yang signifikan yang kemudian akan menjadi bahan olokan atau bahkan mendapatkan
perlakuan yang berbeda dibandingkan siswa pada umumnya. Hal ini terjadi karena
beberapa hal, seperti (1) Anak-anak yang berada di Sekolah Dasar masih
berusia labil, (2) Siswa Sekolah Dasar belum memahami sepenuhnya bahwa
Indonesia memiliki keberagaman yang wajar, (3) Siswa Sekolah dasar belum
memahami sepenuhnya dan belum menerapkan bagaimana bertoleransi secara baik dan
benar, (4) Siswa yang berada pada rentang usia 7-13 tahun tersebut masih
menjalankan hidup untuk mencari kebahagiaan saja sehingga kadang didapatkan
dengan cara yang salah
Melihat kondisi
tersebut, pendidikan wawasan kebangsaan harus dimiliki oleh seluruh rakyat Indonesia
khususnya para generasi muda penerus bangsa. Seperti yang dinyatakan oleh Amin
dalam
B.
Pembahasan
1.
Wawasan Kebangsaan
Istilah Wawasan
Kebangsaan terdiri dari
dua suku kata yaitu
"Wawasan" dan "Kebangsaan". Secara
etimologi menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia dalam
Walaupun dalam rumusan
yang berbeda, karena dikaitkan dengan
dua subyek yang
berbeda yaitu antara
wawasan "nusantara” dan
wawasan "sosial" sebagaimana
diutarakan diatas, namun dapat diambil inti sarinya bahwa
"wawasan”: pada pokoknya mengandung pengertian "kemampuan untuk
memahami cara memandang sesuatu konsep tertentu yang direfleksikan
dalam perilaku tertentu sesuai dengan konsep atau pokok pikiran yang terkandung
di dalamnya Selanjutnya mengenai istilah
"kebangsaan" yang berasal dari
kata "bangsa" dapat
mengandung arti "ciri-ciri yang menandai golongan
bangsa tertentu", dan
dapat pula mengandung arti "kesadaran diri
sebagai warga dari suatu negara"
Dalam
kaitan dengan pengertian yang terakhir
ini, maka dapat diambil suatu
pengertian kebangsaan sebagai
"tindak tanduk kesadaran dan sikap yang memandang dirinya
sebagai suatu kelompok bangsa yang sama
dengan keterikatan sosiokultural
yang disepakati bersama oleh
seluruh warga bangsa tersebut. Berdasarkan
wawasan kebangsaan itu, dinyatakan pula bahwa wawasan kebangsaan adalah suatu "wawasan yang mementingkan
kesepakatan, kesejahteraan,
kelemahan, dan keamanan
bangsanya sebagai titik
tolak dalam berfalsafah berencana dan bertindak".
Dalam rangka
menerapkan konsep wawasan
kebangsaan, pada Seminar Pendidikan
Wawasan Kebangsaan
a.
Aspek Moral
Konsep wawasan
kebangsaan mensyaratkan adanya perjanjian diri atau
commitment pada seseorang
atau masyarakat untuk turut bekerja bagi kelanjutan
eksistensi bangsa
dan bagi peningkatan kualitas
kehidupan bangsa.
b.
Aspek Intelektual
Konsep
wawasan kebangsaan menghendaki pengetahuan yang
memadai mengenai tantangan- tantangan yang dihadapi bangsa
baik saat ini maupun di masa
mendatang serta berbagai
potensi yang dimiliki bangsa.
Berdasarkan uraian di atas dapat
diberikan pengertian wawasan kebangsaan sebagai "sudut
pandang atau cara memandang yang mengandung kemampuan seseorang atau kelompok orang untuk
memahami keberadaan jati dirinya sebagai satu
bangsa juga dalam
memandang dirinya dan bertingkah laku
sesuai falsafah hidup
bangsanya dalam lingkungan
internal dan lingkungan eksternalnya.
Wawasan ini
menentukan cara suatu
bangsa mendayagunakan
kondisi geografis negaranya,
sejarah, sosiobudaya,
ekonomi dan politik
serta pertahanan keamanan dalam
mencapai cita-cita dan
menjamin kepentingan nasionalnya.
Wawasan ini
juga menentukan bagaimana
bangsa itu menempatkan dirinya
dalam tata berhubungan
dengan sesama bangsanya dan
dalam pergaulan dengan
bangsa- bangsa lain di dunia
(internasional).
Dalam
wawasan kebangsaan terkandung
komitmen dan semangat persatuan
untuk menjamin keberadaan
dan peningkatan kualitas kehidupan
bangsanya. Selain itu wawasan
kebangsaan menghendaki pengetahuan yang memadai tentang
tantangan masa ini dan
mendatang serta berbagai potensi
bangsanya.
2.
Perkembangan Wawasan Kebangsaan
Winarno dalam
a.
Zaman Perintis. Semangat
kebangsaan
Pada zaman perintis yaitu terjadi di sekitar tahun
1908, yaitu ditandai dengan kemunculan
Pergerakan Nasional Budi Utomo.
b.
Zaman Penegas.
Semangat kebangsaan
pada zaman penegas
yaitu terjadi di tahun 1928 yang ditandai dengan Ikrar
Sumpah Pemuda.
c.
Zaman Pendobrak.
Semangat kebangsaan pada
zaman pendobrak yaitu terjadi
pada tahun 1945 yang ditandai dengan Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia
Kemudian Winarno
Wiratmaja
Nilai wawasan kebangsaan yang
terwujud di dalam persatuan dan kesatuan bangsa, memiliki
6 dimensi yang
bersifat mendasar dan fundamental, diantaranya sebagai berikut:
a.
Penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia sebagai makhluk ciptaan
Tuhan Yang Maha Esa.
b.
Bertekad bersama untuk kehidupan berbangsa yang merdeka, bebas, dan bersatu.
c.
Cinta akan bangsa dan tanah air.
d.
Berdemokrasi dan berkedaulatan rakyat.
e.
Kesetiakawanan sosial.
f.
Masyarakat yang adil dan makmur.
Wawasan kebangsaan sangat berkaitan
erat dengan pengetahuan akan jati
diri bangsa Indonesia.
Namun, sekarang dengan maraknya globalisasi dan semakin mudahnya budaya
asing masuk ke Indonesia, wawasan kebangsaan harus tetap bisa dipertahankan dan
ditumbuhkembangkan, agar eksistensi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia
tetap bisa dipertahankan dan bisa bersaing dengan negara-negara maju di dunia.
Oleh karena itu, upaya yang dilakukan bisa dengan cara mengimplementasikan
nilai- nilai Pancasila di kehidupan masyarakat bangsa Indonesia agar dapat
menumbuhkembangkan kembali wawasan kebangsaan yang kini semakin terkikis oleh
perkembangan zaman.
Menengok sejarah perkembangan wawasan
kebangsaan pada negara yang lebih tua dan lebih mantap kehidupan kenegaraannya,
kita akan coba lihat bagaimana perkembangan wawasan kebangsaan di negara kita tercinta,
Indonesia. Suatu kenyataan sejarah, bahwa wawasan kebangsaan bukanlah suatu
konsep politik yang pertama kali lahir di Indonesia. Kesadaran kebangsaan ini lahir
dari persepsi pemimpin pergerakan kemerdekaan yang telah berpendidikan Barat dalam
perjuangan menentang penjajahan Belanda. Sumbangan dari local genius bangsa
Indonesia barangkali terletak pada kemampuan bangsa ini untuk mengadopsi serta mengadaptasi
berbagai konsep yang datang dari luar dan menjadikannya sebagai bagian integral
dari sistem nilai masyarakat sendiri.
Proses penyatuan
wilayah Nusantara ke
dalam suatu kesatuan
politik pada awalnya adalah suatu
proses ekspansi pemerintah Kolonial Belanda untuk memperluas wilayah
jajahannya. Wilayah jajahan Belanda di nusantara kemudian dijadikan klaim
wilayah bagi wawasan kebangsaan di Indonesia. Wawasan Kebangsaan lahir sebagai
kekuatan yang berhadapan dengan ideologi kolonial, di mana tujuannya untuk
membebaskan diri dari belenggu penjajahan.
Wawasan kebangsaan di Indonesia memang
baru dikenal setelah terjadi kontak di antara kaum terpelajar Indonesia dengan
peradaban Eropa dan Amerika. Ide wawasan kebangsaan lahir di kalangan kaum
intelektual. Kemudian ide ini disebarluaskan ke kalangan masyarakat dalam
rangka menghadapi kekuatan asing yang berbeda dari segi ras dan agamanya. Agama
Islam telah menyatukan berbagai kelompok etnis dan kultural ke dalam pandangan
keagamaan, sistem hukum dan institusi sosial yang relatif sama. Dalam komunitas
etnis muslim Indonesia, batas-batas politik bukan sesuatu yang menghalangi
kehidupan aktual sehari-hari. Islam juga telah mengembangkan bahasa melayu yang
semula hanya digunakan kelompok etnis yang relatif kecil di Riau, menjadi lingua
franca berbagai kelompok etnis termasuk Jawa
Dilihat dari perjalanan sejarahnya
perkembangan wawasan kebangsaan dapat kita lihat dalam fase perkembangan. Fase
pertama, tahun 1908-1928. Tanggal 20 Mei 1908 kita akui sebagai hari
Kebangkitan Nasional, karena Boedi Oetomo dapat kita pandang sebagai pelopor
Kebangkitan Nasional meskipun dalam kenyataannya masih bertumpu pada ‘konsep
Jawa”. Selama rentang
waktu 20 tahun
lahirlah organisasi-organisasi
politik sebagai alat baru untuk merumuskan tujuan yang hendak dicapai6. Para
pemimpin politik dan golongan terpelajar mulai mengenal cara-cara bertukar
pikiran yang baik untuk merumuskan tujuan. Dialog dilakukan dalam rangka
mencapai konsensus atau kesepakatan
bersama. Dalam fase pertama
ini melahirkan kesepakatan
menggunakan sebutan sebagai satu bangsa baru yaitu Indonesia.
Fase kedua adalah tahun 1928-1945.
Dalam fase ini simbol hidup bersama yaitu Indonesia, digunakan secara luas dalam
rangka perjuangan melawan Belanda. Tindakan represif yang keras dari Pemerintah
Kolonial Belanda menyebabkan gerakan nasionalis mengalami kemunduran hebat. Tokoh-tokoh
pergerakan banyak yang dihukum berat seperti, M. Hatta, Syahrir juga Soekarno. Meskipun
dalam bidang politik mengalami kemunduran, namun wawasan kebangsaan tetap dikembangkan
melalui bidang kebudayaan dengan timbulnya pemikiran mengenai kebijakan dan strategi
dasar yang akan dikembangkan untuk membangun Indonesia di masa depan.
Berbeda dengan Belanda, kebijakan
Jepang tahun 1942-1945 terhadap rakyat Indonesia mempunyai dua prioritas yaitu
menghapuskan pengaruh-pengaruh Barat di kalangan rakyat dan memobilisasi rakyat
demi kemenangan Jepang. Jepang berkepentingan dengan bangkitnya kembali
semangat kebangsaan rakyat Indonesia, sebagai
salah satu sarana
strategis dalam mempertajam
sentimen anti Belanda
di kalangan masyarakat Indonesia dan mendorong penyebaran wawasan
kebangsaan Indonesia di kalangan rakyat. Bahasa Indonesia juga menjadi sarana
bahasa yang utama untuk propaganda sehingga memperkukuh status bahasa Indonesia
sebagai bahasa nasional.
Balatentara Jepang memberikan dasar
militer pada bangsa Indonesia dengan memberikan latihan militer yang bersifat
massal kepada penduduk. Pasukan paramiliter hasil latihan dari Jepang merupakan tulang punggung bagi
kelangsungan hidup Republik Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan tanggal 17
Agustus 1945. Balatentara Jepang juga memberi kesempatan, kemudahan dan bantuan
untuk bangkitnya wawasan kebangsaan Indonesia dengan gerakan nasionalisme serta
aspirasi Islam. Lebih jauh juga memberi kesempatan bangsa ini menyusun rumusan dasar
Negara Indonesia modern yang akan terbentuk kemudian tentunya kalau Jepang menang
perang
3. Peran Guru dalam Implementasi
Pendidikan Wawasan Kebangsaan di Sekolah
Masyarakat
sebagai pelaku pembangunan menilai perlu adanya restorasi di segala bidang,
termasuk perlu adanya langkah strategis untuk menumbuhkan kembali wawasan
kebangsaan kepada warga bangsa melalui jalur pendidikan. Pendidikan wawasan kebangsaan mampu mengembalikan
eksistensi bangsa Indonesia sebagai bangsa yang beradab, toleran dan menghargai
nilai-nilai kemanusiaan, selain itu juga diharapkan mampu menekan degradasi
moral dan perilaku menyimpang generasi penerus bangsa karena pada dasarnya
wawasan kebangsaan mengandung dua aspek, yaitu aspek moral dan intelektual
Upaya
peningkatan wawasan kebangsaan melalui pendidikan telah diatur menurut Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 menyebutkan
bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab. Dengan demikian tujuan
pendidikan tidak hanya menghasilkan peserta didik yang memiliki kemampuan
intelektual semata, namun juga pada jangka panjang pendidikan bertujuan untuk membentuk watak,
karakter peserta didik agar menjadi
warga negara Indonesia yang baik berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 di semua
satuan pendidikan karena nantinya merekalah generasi penerus yang akan menjadi
pemimpin bangsa
Menurut
data BPS Tahun 2011, jumlah anak kelompok usia 0-9 tahun sebanyak 45,93 juta,
sedangkan anak usia 10-19 tahun berjumlah 43,55 juta jiwa. Nantinya pada tahun
2045, mereka yang berusia 0-9 tahun akan berusia 35-45 tahun, sedangkan yang
berusia 10-19 tahun berusia 45-54 tahun. Pada usia tersebut mereka akan
memegang peranan penting di Indonesia yang kita cintai dan menjadi generasi
emas sekaligus pemimpin bangsa. Pendidikan berwawasan kebangsaan berperan
strategis mengingat dalam beberapa periode mendatang, mereka akan menjadi
generasi inti (nucleus generation) yang diharapkan memiliki kualitas
kemanusiaan yang lebih baik dan meneruskan nilai-nilai tersebut kepada generasi
selanjutnya (plasma generation) . Oleh
karena itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggiatkan pelaksanaan
pendidikan karakter bagi peserta didik, diantaranya melalui pendidikan
berwawasan kebangsaan di sekolah
Tantangan
pendidikan ke depan memang tidak ringan, bahkan bisa dibilang sangat riskan,
kompleks, dan semrawut (chaos), apalagi dengan kondisi politik,
eksekutif, legislatif, dan yudikatif seperti yang kita saksikan sekarang ini,
sehingga wawasan kebangsaan dalam pendidikan merupakan paradigma baru untuk
bangkit dan ke luar dari keterpurukan tersebut. Hal ini penting, karena
perubahan kurikulum dan pendekatan pembelajaran tidak akan efektif ketika
dimensi kultural yang memengaruhi cara
berpikir guru dan
peserta didik dalam melakukan
pendidikan tidak diubah. Dalam kerangka inilah perlunya
“Revolusi Mental dalam pendidikan terutama dalam pendidikan wawasan
kebangsaan”; khususnya revolusi mental guru, yang tentu
saja harus dibarengi
revolusi mental kepala sekolah
dan pengawasnya; bahkan peserta didik, dan warga sekolah lainnya; sehingga
memiliki pandangan yang jauh ke
depan, untuk menggapai kehidupan yang hakiki di masa yang
akan datang.
Pendidikan wawasan kebangsaan harus
dilakukan sesuai dengan visi dan misi
pendidikan nasional. Pelaksanaannya dapat
dilakukan melalui penanaman nilai-nilai Pancasila dalam setiap mata pelajaran,
dan dapat dilakukan dalam setiap kegiatan pembelajaran mulai dari kegiatan
eksplorasi, elaborasi, sampai dengan tahap konfirmasi. Perwujudannya
di sekolah menuntut guru, kepala sekolah, dan pengawas untuk memerankan dirinya
secara aktif dan kreatif, agar dapat melahirkan ide-ide baru yang fantastis, antara
lain melalui berbagai
kegiatan sebagai berikut.
a.
Memberikan motivasi kepada peserta didik agar dapat berpartisipasi secara
aktif dalam seluruh kegiatan di sekolah; untuk menanamkan nilai : empati,
peduli, dan percaya diri.
b.
Menjadi narasumber dan
fasilitator dalam menghadapi berbagai
permasalahan peserta didik;
untuk menanamkan nilai : sabar, peduli, dan santun.
c.
Membantu menyelesaikan masalah peserta didik khususnya masalah belajar
dengan cara yang efektif dan benar; untuk menanamkan nilai : peduli, dan
kebersamaan.
d.
Memberikan informasi dan motivasi kepada para peserta didik untuk
bereksplorasi lebih jauh dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi;
untuk menanamkan nilai :
semangat dan cinta ilmu.
e.
Memberikan acuan kepada peserta didik untuk melakukan refleksi dalam setiap
kegiatan pendidikan dan pembelajaran; untuk menanamkan nilai : kritis
dan teliti
Sudah menjadi
asumsi bersama bahwa keberhasilan pendidikan di sekolah
sangat ditentukan oleh guru sebagai pengendali pembelajaran (who is behind
the classroom). Menyadari hal tersebut, pemerintah senantiasa berupaya
untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalitas guru melalui berbagai
strategi, salah satunya adalah peningkatan kesejahteraan guru
melalui program sertifikasi. Namun sayang, survei Bank Dunia menunjukkan bahwa
sertifikasi guru ternyata tidak
mengubah perilaku dan praktik mengajar guru serta belum meningkatkan
prestasi guru dan peserta didik secara signifikan
Oleh
karena itu sejalan dengan tulisan yang dibuat oleh Madhan
Dan
hasil penelitian yang didapatkan oleh
C.
Simpulan
Wawasan kebangsaan dalam pendidikan perlu
dilakukan untuk mengubah pola pikir seluruh masyarakat yang berkepentingan
dengan pendidikan; terutama untuk melahirkan
generasi emas dimana tantangan pada zaman globalisasi semakin berat,
sehingga diperlukan peran guru sebagai pendidik dan teladan yang sejak dini
sudah menanamkan bagaimana seharusnya bersikap dalam menjalankan tugasnya
sebagai guru. Apabila seorang guru mampu dengan baik menjalankan tugasnya maka akan
mempermudah proses implementasi wawasan kebangsaan dalam pembelajaran.
Referensi
Akbar,
G. T. (2022, Mei 28). Kompasiana. Retrieved from Kompasian.com:
https://www.kompasiana.com/gema_akbar/62917d82bb44862d2a174462/kebudayaan-di-sekolah-dasar-sebagai-pendidikan-multikultural?page=1&page_images=1
Al-Attas,
S. (1987). Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu. Bandung : Mizan.
Budimansyah,
D. (2010). Tantangan Globalisasi Terhadap Pembinaan Wawasan Kebangsaan dan
Cinta Tanah Air di Sekolah. Jurnal Penelitian Pendidikan, 7-16.
Depdiknas.
(2023, Mei 28). Retrieved from
https://www.google.com/search?q=http%3A%2F%2F+www.file.upi.edu%2FDirektori%2FFIP%2FJur+Pedagogik+Y.Suyitno%2F+Panduan_Siap_+DikWasbang_Jadi.pdf
Eka
Nur Cahyaning Asih, N. Z. (2018 ). Peranan Guru PKn dalam Meningkatkan Wawasan
Kebangsaan dan Cinta Tanah Air (Wangsa Cita) di Era Globalisasi pada Siswa SMA
Muhammadiyah 1 Malang . Jurnal Civic Hukum , 9-17.
Hasiguan,
M. R. (2015, Mei 21). Majalah Tempo . Retrieved from tempo.co:
https://nasional.tempo.co/read/668047/konflik-yang-dipicu-keberagaman-budaya-indonesia
I.W.
Wiratmaja, I. S. (2021). Penggalian Nilai-Nilai Pancasila Berbasis Kearifan
Lokal Bali Dalam Rangka Penguatan Wawasan Kebangsaan . POLITICOS: Jurnal
Politik Pemerintahan , 43-52.
Idup
Suhady, A. M. (2006 ). Wawasan Kebangsaan dalam Kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia . Jakarta: Lembaga Administrasi Negara - Republik
Indonesia.
Kompas.
(18 Desember 2012). Revolusi Mental Pasca Reformasi . Jakarta: Kompas.
Madhan
Anis, H. H. (2013). Implementasi Wawasan Kebangsaan dalam Pembelajaran di
Pondok Pesantren . Historika , 11-22.
Mulyasa,
E. (2017 ). Revolusi Mental dalam Pendidikan untuk Merevitalisasikan
Nilai-Nilai Pancasila dan Menumbuhkembangkan Wawasan Kebangsaan . Prosiding
Seminar Nasional 20 Tahun Program Pascasarjana Universitas PGRI Palembang (pp.
1-8). Palembang: Universitas PGRI Palembang.
No.22,
P. R. (2006). Standar Isi.
Nurhadji
Nugraha, N. D. (2017 ). Peran Guru dalam Upaya Pembentukan Wawasan Kebangsaan
pada Siswa Kelas VIII SMPN 1 Barat Kabupaten Magetan Tahun Ajaran 2015/2016.
Citizenship Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan , 13-23.
Siti
Aisyah Nurfatimah, D. A. (2021). Implementasi Nilai Pancasila dalam
Menumbuhkembangkan Wawasan Kebangsaan di Kehidupan Bangsa Indonesia . Jurnal
Kewarganegaraan , 176-183.
Syamsudin,
C. (2013). Integrasi Pendidikan Wawasan Kebangsaan ke dalam Perangkat
Pembelajaran IPS Kelas VIII di SMP PGRI Sidoarjo. Jurnal Interaksi .
Widayanti,
W. K. (2018 ). Wawasan Kebangsaan Siswa Sekolah Menengah Atas dan Implikasinya
Terhadap Ketahanan Pribadi Siswa (Studi pada Siswa Selolah Menengah Atas (SMA)
Umum Berasrama Berwawasan Nusantara, SMA Umum di Lingkungan Militer dan SMA
Umum di Luar Lingkungan Militer). Jurnal Ketahanan Nasional , 1-26.
Widiyanta,
D. (2008 ). Dinamika Perkembangan Wawasan Kebangsaan Indonesia. Mozaik, 1-13.
Winarno.
(2010). Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan . Jakarta : PT. Bumi Aksara.