PERJUANGAN PANJANG BANGSA INDONESIA MENUJU BANGSA BERMARTABAT (Surya Subur)

PERJUANGAN PANJANG BANGSA INDONESIA MENUJU BANGSA BERMARTABAT (Surya Subur)

Oleh :  Surya Subur

( Widyaiswara BDK Banjarmasin)

 

  1. Pendahuluan

      Judul yang diangkat dalam tulisan ini sepertinya sangat luas, tidak akan cukup ditulis sebagai sebuah paper, namun penulis beranggapan bahwa tulisan ini hanyalah sekedar tuangan pemikian penulis atas hasil pelatihan Internalisasi Nasionalisme Berbasis Nilai-Nilai Agama pada materi pelatihan Wawasan Kebangsaan dan Nasionalisme asuhan Sofiuddin. Penyampaian yang runut dan apik untuk menggambarkan begitu jelasnya, sehingga penulis merasa tertarik untuk menuangkan pemikiran sedekar menyambung pemikiran yang dituangkan penyaji.

        Perjuangan bangsa menuju sebuah negara yang bermartabat telah dirintis oleh para pemuda sekaligus pejuang bangsa sejak lama. Saat ini generasi bangsa ini haruslah tertantang untuk melanjutkan pemikiran-pemikiran cerdas masa itu sehingga dapat membawa bangsa ini lepas dari belenggu penjajahan. Pemikiran cerdas tersebut saat ini hendaknya dibawa kepada perjuangan mengisi bangsa ini bagaimana memajukan anak bangsa menjadi anak bangsa bermartabat melalui bangsanya yang bermartabat. Barangkali perlu batasan yang jelas apa itu martabat bangsa dan bagaimana mencapainya. Barangkali inilah secuail pemikiran dalam tulisan sederhana ini.

        II.  Permasalahan

      Mempunyai mimpi menjadi bangsa yang bermartabat harus dimulai dengan anak bangsanya yang bermartabat atau masyarakatnya yang bermartabat. Apa martabat. Martabat adalah adalah kedudukan yang terhormat. Dikaitkan dengan bangsa artinya kedudukan bangsa yang terhormat. Untuk menjadi bangsa yang terhormat tentu didahulukan oleh anak bangsa atau rakyat yang terhormat. Bagaimanakah membentuk rakyat atau masyarakat yang terhormat? diperlukan pemahaman akan sejarah panjang bangsa ini. Bagaiamana perjuangannya dan bagaimana cara kita mengisinya agar menjadi bangsa yang terhormat?

 

          III.  Pembahasan

        Perjuangan Panjang bangsa Indonesia menuju bangsa merdeka dan bermartabat telah terukir dalam tinta emas bangsa ini. Sejarah mencatat akan kejayaan nenek moyang ini telah mampu menguasai semenanjung Malaka pada abad ke 7 (600-1377M), dilanjutkan dengan meluaskan pengaruh kerajaan hingga meliputi hampir seluruh Indonesia sekarang ini (1292-1478M). kekuasaan Majapahit yang sedemikian luas memberikan inspirasi yang luar biasa terhadap konsistensi bangsa ini. Sejarah ini telah memberikan warisan mendalam di dalam diri anak bangsa Indonesia hingga sekarang ini. Yaitu nilai-nilai perjuangan, semangat membesarkan bangsa, semangat menjadi bangsa yang besar.

         Perjuangan bangsa (nilai perjuangan) yang diwariskan oleh nenek moyang berlanjut saat bangsa ini belum bernama Indonesia masih terdiri atas bangsa-bangsa yang memiliki ego kebangsaan atau kesukuan merasa dipersatukan dengan perasaan senasib akibat dijajah oleh Belanda  yang cukup lama hingga 3,5 abad, lalu hikmah perang dunia II, Indonesia di kuasai oleh Jepang 3,5 tahun lamanya telah memberikan keasadaran hakiki bahwa suku-bangsa yang berada dibawah kekuasaan Majapahit dan dalam lingkup penjajahan Belanda adalah bangsa Indonesia saat ini yang  merdeka  di tahun 1945. Nilai-nilai yang terukir dengan tinta emas adalah nilai persatuan untuk melawan penjajah, menyatukan anak bangsa dalam sebuah wadah kebangsaan.

        Hal penting yang menjadi catatan kita akan sejarah bangsa  semangat berjuang mengusir penjajah tidak bisa dilepaskan oleh semangat rela berkorban dalam Bahasa Islam disebut “jihad” mengusir penjajah itu dimunculkan oleh sebagian besar pemeluk Islam. Lihatlah Pangeran Deponegoro, Teuku Cik Di Tiro, Tengku Umar, Hasanuddin,  Pangeran Antasari,  Imam Bonjol, Pattimura dan lain-lain.  Indonesia disatukan dengan nilai-nilai ketauhidan di seluruh nusantara.

      Perjuangan Budi Oetomo pada 1908 misalnya, para pemuda anak bangsa ini mulai bangkit meskipun masih dalam suasana kesukuan. Bangkitnya pemuda didasari semangat berkobar untuk menjadi bangsa yang bersatu yang bermartabat di bawah panji kesatuan. Perkumpulan pemuda lainnya adalah Tri Koro Darmo menjadi wadah awal dari perhimpunan pemuda. Kelak, para pemuda menyatukan tekadnya demi Indonesia dalam sebuah momentum yang dikenal dengan sebutan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Nilai-nilai kesatuan bangsa yang ditorehkan melalui sumpah pemuda.

      Dalam sebuah artikel di Kompas.com dengan judul "Sejarah Sumpah Pemuda, Tekad Anak Bangsa Bersatu demi Kemerdekaan", buku Indonesia dalam Arus Sejarah (2013), organisasi Tri Koro Dharmo merupakan perkumpulan pelajar yang berdiri pada 7 Maret 1915. Anggotanya didapat dengan menjaring pelajar bumiputra yang berasal dari perguruan dan sekolah-sekolah yang ada di Jawa. Pelajar dari Jawa dan Madura menjadi inti dari perkumpulan ini. Tri Koro Dharmo yang secara bahasa memiliki makna tiga tujuan mulia (sakti, bukti, bakti), menginginkan sebuah perubahan dari cara pandang pemuda akan kondisi yang terjadi di Indonesia. Karena terdapat sebuah desakan akan keanggotaan Tri Koro Dharmo lebih luas, maka nama dari perkumpulan ini diubah menjadi Jong Java. Seluruh pelajar dari Jawa, Madura, Bali dan Lombok bisa bergabung dalam wadah ini.

         Selanjutnya dalam artikel yang sama dijelaskan bahwa  sudah ada perkumpulan pemuda sebelum Tri Koro Dhamo dengan nama Perhimpunan Indonesia. Namun, organisasi yang dibentuk pada 1908 itu hanya sebatas perkumpulan mahasiswa yang belajar di Belanda dan belum menunjukan peran aktifnya di Indonesia. Situasi kemudian berubah saat sejumlah tokoh masuk ke dalam Perhimpunan Indonesia, misalnya Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara) pada 1913. Kelak, muncul nama tokoh lain yang dihasilkan Perhimpunan Indonesia dan tercatat berperan penting dalam kemerdekaan, misalnya Sutan Sjahrir dan Mohammad Hatta. Barulah setelah para mahasiswa Perhimpunan Indonesia itu kembali ke Tanah Air, mereka mulai berhimpun dan bergerak demi kemerdekaan Indonesia. Para pemuda ini mulai menyadari akan tujuan bersama dan mengurangi perpecahan yang diakibatkan perbedaan mereka yang berasal dari beraneka suku bangsa dan agama. Dalam buku 45 Tahun Sumpah Pemuda (1974) yang diterbitkan oleh Museum Sumpah Pemuda, disebutkan bahwa setelah Tri Koro Dharmo atau Jong Java mulai muncul perkumpulan pemuda kedaerahan lainnya. Selain Perhimpunan Indonesia, ada juga Jong Batak, Jong Minahasa, Jong Celebes, Jong Ambon, Sekar Rukun, Jong Islaminten Bon, Pemuda Kaum Betawi, Pemuda Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) dan masih banyak lainnya. Mereka merasa membutuhkan dukungan untuk bisa bersatu demi kemerdekaan. Muncul inisiatif untuk bisa menggabungkan dari para perhimpunan pemuda ke dalam sebuah musyawarah besar.

      Pemuda yang sadar perjuangan mengimpun diri untuk benar-benar mewujudkan Indonesia baru, yakni Indonesia yang merdeka bebas dari segala belengu penjajah. Kongres Pemuda I akhirnya dilakukan pada 30 April sampai 2 Mei 1926. Belum mampu menyatukan Indonesia karena masih kuatnya egokedaerahan. baru pada 27 sampai 28 Oktober 1928 Kongres Pemuda II digelar, dengan kepanitiaan dari berbagai perkumpulan. Sugondo Djojopuspito dari PPPI sebagai ketua, Djoko Marsaid dari Jong Java sebagai wakil ketua, Mohammad Yamin dari Jong Sumatranen Bond sebagai sekretaris, dan Amir Sjarifuddin dari Jong Batak sebagai bendahara. Mereka berkumpul di Batavia (Jakarta) dan mulai menyatakan sebuah kesepakatan bersama akan pentingnya persatuan pemuda. Deklarasi pun dilakukan, dan dikenal dengan nama " Sumpah Pemuda". Istilah "Sumpah Pemuda" sendiri tidak muncul dalam putusan kongres tersebut, melainkan diberikan setelahnya. Adapun hasil dari Kongres Pemuda II pada 28 Oktober 1928 itu adalah Pertama: Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia. Kedua: Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia Ketiga: Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Rumusan sumpah sudah tertulis dan dibacakan dalam acara itu. Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, yaitu pada 1959, tanggal 28 Oktober ditetapkan sebagai Hari Sumpah Pemuda melalui Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959. Sumpah Pemuda dimaknai sebagai momentum bersatunya para pemuda, yang kemudian bergerak bersama dan berjuang menuju Indonesia merdeka.

       Pilar kebangsaan berikutnya adalah lahirnya Pancasila 1 Juni 1945 saat pidato yang disampaikan oleh Ir. Soekarno dalam siding BPUPK (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan) Indonesia. Yang menarik adalah Tarik ulurnya sila-sila yang ada di dalam Pancasila. Pancasila sekarang yang dipakai rumusannya adalah hasil perjuangan umat pendahulu yang mempunyai nilai-nilai toleransi yang tinggi akan keberlangsungan bangsa ini. Sebuah nilai hakiki sebuah bangsa yang sampai saat mampu menyatukan bangsa dalam kedamaian berdampingan antar agama yang satu dengan lainnya.

       Pancasila sebagai dasar negara mempunyai filosofis yang strategis. Mengandung makna bahwa Ketuhanan yang mahaesa adalah hal yang paling mendasar dalam kehidupan berbangsa. Sebab setiap manusia yang bertuhan meyakini bahwa ajarannya tuhannya tidak akan menyengsarakan umatnya. Artinya adalah orang yang beragama dengan baik, tentu akan melakukan hal-hal yang baik. Baik untuk dirinya, baik untuk keluarganya, dan baik pula untuk bangsa dan negaranya. Orang yang berbuat dzolim seperti korupsi, merampok, bertindak anarkis, adalah mereka yang perlu dipertanyakan akan kualitas beragamanya.

       Perjuangan anak bangsa dari awal hingga mampu mencapai puncak perjuangan dengan menghasilkan sebuah tonggak monumental bagi bangsa dan negara ini yaitu Pancasila sebagai landasan idiologi berbangsa dan bernegara. Martabat bangsa dipertaruhkan oleh implementasi nilai-nilai Pancasila itu dalam kehidupan. Sehingga untuk mencapai derajat martabat bangsa bagi penerus cita-cita mulia itu adalah bagaimana setiap diri anak bangsa mampu meimplementasikan nilai-nilai Pancasila itu dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, berbangsa dan bernegara.

       IV.  Simpulan

        Sebagai uraian penutup penulis mencoba memberikan alur pemikiran untuk dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa ini bagi generasi penerus saat ini ada beberapa langkah yang dapat dilakukan:

  1. Tetaplah mengerti makna perjuangan ganerasi terdahulu. Mencoba mempelajari, memahami, dan mengerti mengapa pejuang duhulu begitu keras untuk melepaskan diri dari belengu sejarah.
  2. Perjuangan itu memberikan gambaran kepada kita bahwa merdeka tidak akan diperoleh jika hanya dilakukan oleh sekelompok orang atau segolongan masyarakat atau suku tertentu atau kelompok organisasi tertentu saja melainkan merupakan kesatuan anak bangsa dari seluruh tanah air.
  3. Perjuangan ini memberikan kepada kita bahwa setiap perjuangan akan menghadiahkan pengorbanan baik pikiran, harta bahkan nyawa. Tidak sedikit yang bergelar pahlawan gugur dalam memperjuangkan bangs aini.
  4. Perjuangan ini memberikan kepada kita bahwa setiap perjuangan tidak membatasi siapa kita, dari mana, atau apa agama kita. Perjuangan bangsa melibas Batasan itu semua yang penting Indonesia menjadi merdeka dan bermartabat.
  5. Perjuangan menyisakan tanggungjawab kepada kita agar kita berjuang mengisi hasil perjuangan ini dengan tekad agar setiap diri kita bermartabat sehingga menjadikan keluarga, masyarakat dan bangsa negara ini bermartabat.
  6. Martabat bangsa hanya dapat diperoleh dengan kerja keras berdiri di atas diri sendiri sebagai bangsa, bahu membahu dalam kerjasama, dan kuatkan sifat “ta’awun” atau bertolong-tolongan antar sesame anak bangsa, sehingga sama-sama sejahtera, sama-sama kuat, sama-sama bermartabat. Jangan menjadi bangsa yang lemah menjadi tamu di negerinya sendiri. Wallahu’alam.

 

        V.  Bahan bacaan:

https://nasional.kompas.com/read/2018/10/28/06360091/sejarah-sumpah-pemuda-tekad-anak-bangsa-bersatu-demi-kemerdekaan?page=1.

https://nasional.kompas.com/read/2018/10/28/06360091/sejarah-sumpah-pemuda-tekad-anak-bangsa-bersatu-demi-kemerdekaan?page=2

Otho  H.  Hadi,  Nation  and  Character  Building  Melalui Pemahaman Wawasan Kebangsaan. Makalah.

Rahmat.   (2013)”  Sumpah  Pemuda:  Antara  Idealisme   dan  Realisme Pendidikan Politik,” Kependidikan Islam, Vol. 1, No. 1.

Sammy      Ferrijana,   Basseng   &   Triatmojo   Sejati,   Modul   Wawasan Kebangsaan dan Nilai-Nilai Dasar Bela Negara (Lembaga Administrasi Negara RI).

Sofiuddin. Dakwah bil  Hikmah:  Pemikiran &  Perjuangan KH.  Ahmad Hasyim Muzadi Sebagai Upaya Reaktualisasi Ajaran Wali Songo (Depok: al-Hikam Press, 2017).