3 Elemen Sukses Pelayanan Publik Digital
  • 19 Juli 2022
  • 666x Dilihat
  • Opini

3 Elemen Sukses Pelayanan Publik Digital

Oleh:

Jadwa Amalia, S.Pd

ASN pada Balai Diklat Keagamaan Banjarmasin

 

 

Revolusi Industri 4.0 adalah era digital dimana tuntutan atas tata kelola pemerintahan ke arah yang penuh inovasi, adaptasi dan transparansi tidak bisa dielakkan lagi. Revolusi Industri 4.0 juga menuntut pemerintah menggunakan sistem digitalisasi dihampir seluruh aspek pelayanan mulai dari e-budgeting, e-learning, e-KTP,e-planning, dan lain sebagainya. Menurut data tahun 2020, komposisi PNS di Indonesia mayoritas diisi oleh lulusan S1-S2/sederajat sebesar 66%, diikuti lulusan SD-SMA sebesar 19%, dan lulusan Diploma sebesar 15%. Jika melihat pada kualifikasi tersebut, maka Indonesia memiliki potensi yang besar untuk menciptakan SMART ASN yang salah satunya ditandai dengan adanya literasi digital yang memadai (Firhansyah, 2019; Nugroho, 2021)

World Economic Forum (WEF) dalam survey tentang efektivitas pemerintahan memperoleh hasil yang menunjukkan Indonesia berada diurutan 36 dari 137 negara. Posisi ini sebetulnya tidak terlalu buruk. Namun jika dibandingkan negara Asia lain khususnya Singapura yang menempati urutan pertama, maka kita masih jauh tertinggal. Beberapa hal yang menyebabkan rendahnya skor Indonesia secara umum adalah adopsi teknologi informasi dan komunikasi (TIK), kesehatan, pasar barang dan jasa, pilar keterampilan dan pasar tenaga kerja. Adopsi TIK yang masih minim pada sektor publik menjadi kendala tersendiri dan harus mendapat perhatian serius (Nugroho, 2021)

Adaptasi TIK ke dalam pelayanan publik dapat dilihat dari dua aspek utama yaitu:

1.    Aspek kompleksitas. Aspek ini menyangkut seberapa rumit sebuah aplikasi pelayanan publik yang ingin dibangun dan diterapkan 

2.    Aspek manfaat. Aspek ini menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan besarnya manfaat yang dirasakan oleh penggunanya.

Berdasarkan dua hal tersebut, maka adaptasi TIK ke dalam pelayanan publik dibagi menjadi tiga, yaitu:

  1. Publikasi. Publikasi merupakan penerapan TIK yang termasuk paling mudah karena aplikasi yang digunakan tidak perlu melibatkan sumber daya yang besar dan beragam. Komunikasi yang digunakan merupakan komunikasi satu arah dimana pemerintah mempublikasikan berbagai data dan informasi yang dimilikinya untuk dapat secara langsung dan bebas diakses oleh masyarakat dan pihak-pihak lain yang berkepentingan melalui platform digital menggunakan internet.
  2. Interaksi. Interaksi terjadi antara pemerintah dengan pihak-pihak lain yang berkepentingan. Terdapat dua cara yang dapat digunakan untuk melakukan pelayanan interaksi ini. Cara yang pertama adalah bentuk portal dimana website atau situs terkait memberikan fasilitas pencarian bagi mereka yang ingin mencari data atau informasi secara spesifik. Cara yang kedua adalah dengan menyediakan kanal atau saluran dimana masyarakat dapat melakukan diskusi dengan unit-unit tertentu yang berkepentingan, baik secara langsung (seperti chatting, teleconference, web tv) maupun tidak langsung (melalui e-mail, frequent ask questions, newsletter, mailing list).
  3. Transaksi. Dalam proses ini terjadi sebuah transaksi yang berhubungan dengan perpindahan uang dari satu pihak kepihak lainnya. Proses yang terjadi pada kelas ini adalah interaksi dua arah seperti pada interact, ditambah dengan adanya perpindahan uang dari satu pihak lainnya (masyarakat harus membayar jasa pelayanan yang diberikan oleh pemerintah atau mitra kerjanya). Aplikasi yang digunakan umumnya lebih kompleks dibandingkan dengan publish serta interact. Dalam jenis transaksi ini diperlukan sistem keamanan yang baik agar perpindahan uang yang dilakukan tetap aman dan hak-hak privacy berbagai pihak yang bertransaksi tetap terlindungi dengan baik (Jenis-Jenis e-Government, 2012)

Hasil kajian dari Harvard JFK School of Government menyatakan bahwa untuk menerapkan konsep-konsep digitalisasi pada sektor publik, ada tiga elemen sukses yang harus dimiliki dan diperhatikan sungguh-sungguh yaitu:

  1. Support. Elemen pertama dan paling krusial yang harus dimiliki oleh pemerintah adalah keinginan dari berbagai pihak kalangan pejabat publik dan politik untuk benar-benar menerapkan konsep e-government. Tanpa adanya political will ini maka akan sulit bagi berbagai inisiatif pembangunan dan pengembangan e-government untuk berjalan dengan baik. Political will atau dukungan disini diharapkan bukan hanya berupa pernyataan namun diharapkan dalam bentuk nyata seperti disepakatinya kerangka e-government, dialokasikannya sejumlah sumber daya, dibangunnya berbagai infrastruktur dan suprastruktur pendukung, serta disosialisasikannya konsep e-government secara merata, kontinyu, konsisten, dan menyeluruh kepada seluruh kalangan birokrat dan masyarakat melalui berbagai kampanye simpatik.
  2. Capacity. Capacity adalah adanya unsur kemampuan atau keberdayaan pemerintah. Ada tiga hal minimum yang harus dimiliki oleh pemerintah yaitu ketersediaan sumber daya yang cukup, ketersediaan infrastruktur teknologi informasi yang memadai, serta ketersediaan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dan keahlian yang dibutuhkan.
  3. Value. Support dan capacity merupakan dua aspek yang dilihat dari sisi pemerintah sebagai pemberi jasa. Namun dua hal tersebut tidak akan ada manfaatnya jika tidak dirasakan oleh masyarakat. Oleh sebab itu pemerintah harus benar-benar teliti dalam memilih prioritas jenis aplikasi e-government apa saja yang harus didahulukan agar benar-benar memberikan value yang dirasakan oleh masyarakat. Perpaduan ketiga elemen di atas akan membentuk sebuah nexus atau pusat syaraf jaringan e-government yang merupakan kunci sukses utama penjamin keberhasilan (Firdaus & Ismayanti, 2019).

Kesiapan untuk mulai menerapkan konsep digital pada pelayanan publik sangat bergantung pada dua hal utama yaitu kebutuhan yang menjadi prioritas dan ketersediaan sumber daya. Dengan kata lain, tantangan dalam implementasi pelayanan publik digital bukan hanya masalah pemerintah saja, tapi merupakan masalah bersama semua stakeholder. Pada akhirnya yang dibutuhkan untuk mewujudkan pelayanan publik berbasis digital yang baik adalah pemimpin yang visioner dan adaptif, anggaran yang memadai, sumber daya yang kompeten, serta infrastruktur yang mumpuni.


Referensi:

Firdaus, A. N. A., & Ismayanti. (2019). Modul Pelayanan Publik Digital Pelatihan Kepemimpinan Pengawas. Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia.

Firhansyah, M. (2019). Membangun Pelayanan Publik di Era Disruption 4.0. https://ombudsman.go.id/artikel/r/artikel--membangun-pelayanan-publik--di-era-disruption-40?msclkid=68852bfcb0a711ec8e2455361386e57f

Jenis-Jenis e-Government. (2012). https://www.psychologymania.com/2012/12/jenis-jenis-e-government.html?msclkid=1632c0e6afe211ec8ee110961f3b9cd4

Nugroho, A. A. (2021). SMART ASN dan Digital Bureaucracy: Sebuah Transformasi Pelayanan Publik. https://birokratmenulis.org/smart-asn-dan-digital-bureaucracy-sebuah-transformasi-pelayanan-publik/?msclkid=64db1f0eafe211ec949c1f886c9439d6