Anak Dalam Perspektif Al Quran
Anak adalah peniru terbaik.
Berikanlah mereka sesuatu yang hebat
untuk ditiru.
(Faozan Tri Nugroho)
Banyak sekali anugerah yang Allah swt berikan kepada kita, salah satunya anak. Anak adalah dambaan setiap orang. Baik anak secara biologis maupun nonbiologis. Anak merupakan pewaris kita dan yang akan meneruskan estafet keturunan di masa akan datang. Bagi yang punya anak akan diuji dengan keberadaan mereka. Dan yang belum mempunyai anak akan dicoba dengan ketidakberadaan mereka. Semua pasti ada hikmahnya.
Ada empat macam anak dalam perspektif Al Quran. (1) Fitnatun (cobaan/Ujian) “Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu hanyalah sebagai cobaan…” (al-Anfaal: 28). (2) Zinatun Hayat (Perhiasan dunia). “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia…” (al-Kahfi:46). (3) Qurrata A’yun ( Penyejuk Jiwa) “Ya Tuhan kami anugerahkan kepada kami pasangan-pasangan dan keturunan kami sebagai penyejuk jiwa…(al-Furqaan:74) dan (4) ‘Aduwwun (musuh) “Hai orang-orang mu’min, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu…” ( at-Taghaabun:64).
Agar anak-anak kita menjadi Qurrata A’yun, sebagai orang tua wajib memaksimalkan perannya dalam hidup dan kehidupan mereka. Setidak-tidaknya ada enam peran orang tua dalam pendampingan perkembangan anak.
Pertama: Menjadi teladan. Apa saja yang dilihat anak dari orang tuanya akan direkam kuat dalam memori mereka. Jika hal itu positif maka sangat bermanfaat dalam pembinaan akhlak anak. Kedua: Sebagai motivator. Orang tua harus memberi dorongan dan semangat kepada anak dalam kegiatan yang bermanfaat. Ketiga: Sebagai pengawas. Orang tua bertanggung jawab dalam memberikan pengawasan dengan baik untuk menumbuhkan kemandirian anak. Keempat: Menjadi sahabat. Anak cenderung meresa lebih dekat dan nyaman dengan orang tua yang mudah didekati dan terbuka. Kelima: Sebagai penasihat. Orang tua tidak hanya menjadi pendengar yang baik tetapi dapat memberikan nasihat sesuai pengalaman hidup mereka. Keenam: Pendoa yang setia. Betapa dahsyatnya kekuatan doa yang dibaca orang tua dengan ikhlas dan sabar disertai keimanan yang mantab, hanya fokus pada pertolongan Allah swt. Dengan berdoa kesusahan diangkat, penyakit disembuhkan, berbagai prahara kehidupan dapat diselesaikan dan sesuatu yang terlihat mustahil dan tidak rasional bisa menjadi kenyataan yang indah.
Tentu kita tidak ingin anak-anak kita seperti Kan’an bin Nuh. Ketika banjir besar melanda, Nabi Nuh hendak menyelamatkan anaknya dengan mengajaknya menaiki bahtera. Namun Kan’an menolak. Ia bersama orang-orang kafir menaiki gunung yang tinggi. Tetapi tetap tenggelam dan binasa. Atau seperti Qabil bin Adam yang menolak syariat Allah dalam hal perkawinan. Lalu mempersembahkan qurban untuk Allah namun tidak berkualitas . Puncaknya ia membunuh Habil karena dengki dan atas hasutan Iblis. Kan’an dan Qabil adalah contoh anak durhaka dan tidak taat agama.
Alangkah bersyukurnya kita, jika anak-anak kita seperti Isma’il Bin Ibrahim. Isma’il anak yang santun, patuh kepada orang tua dan mempunyai iman yang kokoh dalam dada. Ia tidak membantah dan menolak ketika ayahnya menyampaikan ta’wil mimpi untuk menyembelihnya, atau seperti Habil bin Adam yang menerima dengan ikhlas syariat Allah dalam hal perkawinan. Kemudian mempersembahkan qurban untuk Allah dengan kualitas terbaik. Ia juga menasihati Qabil agar tidak melakukan perbuatan tercela. Dan klimaksnya ia tidak melakukan perlawanan saat akan dibunuh. Isma’il dan Habil adalah contoh anak yang baik dan berkarakter.
Mari kita berdoa agar Allah menganugerahi kita anak yang “ghulamun halim wa bastatam fil ilmi wal jismi” ( anak yang santun, berilmu dan kuat jiwa raganya)
Robbi habli minas sholihin.
Robbi habli min ladungka dzurriyyatan thoyyibah.
Robbij ‘alna muqimas sholah wamin dzurriyatina innaka sami’ud dua.
Aaminn Ya robbal alamiin.