BARZAKH

BARZAKH

Ketika melalui kubur ada perasaan takut.

Bayangkan mereka yang sekarang

berada di dalam kubur.

(Ustadz Azharidrus)

Mengutip tulisan Nashih Nashrullah (2019) kata barzakh berarti pemisah antara dua hal sebagaimana “informasi” yang terdapat dalam surah ar-Rahman ayat 20. “Bainahuma barzakhun la yabghiyan” (Di antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing). Alam barzakh itu adalah alam yang memisahkan antara dunia dan akhirat atau alam antara sesudah mati dan hari kebangkitan. Di alam ini manusia diberi nikmat jika ia beriman dan beramal saleh, sebaliknya jika ia adalah seorang yang kafir atau banyak berbuat dosa, akan mendapat siksa tak terkira.

Umumnya sebagian orang menyamakan antara alam kubur dan alam barzakh. Sebenarnya keduanya berbeda. Alam kubur adalah alam setelah kematian tetapi sebelum memasuki alam barzakh. Manusia yang meninggal, memasuki alam baru yang disebut alam kubur, di alam ini, jiwa masih bisa merasakan raga, tetapi tidak mampu lagi menggerakkannya, dan tidak kuasa memerintahkan raga melakukan banyak hal seperti ketika dia hidup. Itulah kenapa Rasulullah saw., mengatakan bahwa menyakiti mayat sama dengan menyakiti badan orang yang masih hidup. Tetapi yang jelas, jika seseorang telah “selesai’ di alam kubur, dia akan menuju alam barzakh. Alam penantian sampai hari kiamat datang.

Untuk melangkapi tulisan tentang barzakh, saya kutip sebagian karya imaginer Syarifuddin Abdullah (kompasiana.com) berjudul “ Catatan Seorang Almarhum dari Alam Barzakh”.

LAYAR (1) Persis seminggu silam, seorang dokter menulis keterangan resmi yang menjelaskan bahwa secara medis dan klinis, badan atau tubuhku telah meninggal dunia pada hari-tanggal-bulan-tahun sekian, jam sekian, menit sekian, dan detik sekian, Tubuhku tak lagi bernyawa. Telah wafat dan disemati predikat almarhum, sebagian menyebutku mendiang atau mangkat.

Sesaat kemudian, kabar wafatku beredar secara berantai di beberapa group medsos. Sebagian mendengarkan kabar wafatku dari orang lain, langsung berdoa, dengan caranya masing-masing, mengucapkan atau menuliskan kalimat-innalillahi wainna ilahi rojiun, yang dicopy paste. Setelah rohku memasuki alam barzakh, aku atau rohku juga baru menyadari bahwa alam barzakh ini tak ada lagi siklus waktu. Tidak ada malam, tidak ada siang, tidak ada pula pagi-siang-sore. Tidak ada perbedaan kemarin-hari ini-esok hari dan seterusnya. Pendek kata alam barzakh tidak ada mengenal dimensi ruang. Akibatnya, tidak ada kiri atau kanan- tidak ada muka atau belakang-tidak pula ada atas atau bawah. Tidak ada lagi yang dikategorikan jauh atau dekat. Tidak ada dikhotomi antara terjangkau dan tak terjangkau.

LAYAR (2). Aku tak ingat persis bagaimana proses perpisahan antara rohku dan tubuhku, yang menandai bahwa aku telah mati, meninggal dunia. Juga tak ingat apakah roh atau nyawaku itu keluar dari ubun-ubun kepalaku, atau keluar melalui ujung jari jempol kanan, atau jari kelingking tangan kiriku. Seingatku, pada malam jumat sepekan lalu, sepulang kerja, aku berbaring di ruang tamu rumahku. Lalu tiba-tiba mengalami semacam keadaan sulit bernafas secara normal. Saat itu aku sempat bersyahadat dua-tiga kali, sebelum akhirnya rohku terlepas dari jasadku. Namun setelah momentum perpisahan roh dan jasadku, ternyata rohku tak mengalami perubahan tabiat apapun. Aku merasa, kesadaran rohku tetap seperti saat aku masih hidup di dunia. Bisa melihat dan mengamati. Kini aku bergaul dengan roh-roh lain yang terpisahkan ratusan-ribuan jutaan-miliaran dengan jasad, yang telah lebih dulu atau berbarengan meninggal dunia denganku.

LAYAR (3) Aku mengamati sebagian teman-temanku hadir melayat, beberapa tetanggaku nimbrung, kolega-kolegaku sebagian hadir melayat sebagian lainnya mengirimkan karangan bunga. Keluargaku yang tinggal jauh dari lokasi wafatku mengirim doa. Dari semua ucapan duka itu, yang paling banyak adalah mereka menulis kata berduka melalui medsos. Selama beberapa jam setelah meninggal dunia, Ketika jenazahku masih disemayamkan di rumah duka, aku mengamati jenazahku terbaring kaku, diam tak berdaya, terbungkus kain, dilayat dan dikelilingi banyak pelayat, yang datang silih berganti.

Kemudian jenazahku dimandikan dan dikafani, disembahyangkan, lalu dipapa ke tandu, kemudian diantar ke kuburan, dimasukkan ke liang lahat dan dibacakan doa. Setelah itu, aku mengamati semua pelayat pulang dari kuburan dan kembali ke tempatnya masing-masing. Di kuburan, aku melihat tubuhku teronggok kaku, tak berdaya di dalam ruang sebidang tanah, seukuran jenazahku, yang sebagian atasnya dilapisi papan pelindung, yang tertimbun tanah di kedalaman sekitar 1,5 meter di bawah permukaan bumi. Tak satupun hartaku yang diikutkan untuk dikuburkan bersama jenazahku. Hanya aku dan kain kafan, yang pengikatnya telah dilepas.

LAYAR (4) Dari alam barzakh, aku mengamati beberapa orang datang ke rumahku, sebagian dari mereka aku kenal, sebagian lainnya tidak pernah bertemu sebelumnya. Mereka diundang untuk membacakan ayat-ayat al quran selama tujuh malam berturut-turut. Setiap malam mereka mendoakan semoga pahala bacaan al quran itu mengalir untukku di alam barzakh.

LAYAR (5) Dari alam barzakh aku mengamati beberapa orang yang pernah menjadi muridku secara langsung maupun tidak langsung. Mereka yang pernah belajar sesuatu kebaikan dariku. Dari merekalah aku mendapatkan semacam “siraman kedamaian” setiap kali para mantan muridku itu mempraktikkan atau mengamalkan ilmu yang pernah aku ajarkan kepada mereka. Aku juga melihat beberapa orang yang pernah aku bantu dengan sepenuh keikhlasan. Doa mereka senantiasa menjadi “penyejuk” arwahku di alam barzakh.

LAYAR (6) Dari alam barzakh, dengan mata rohku, aku bisa mengamati seluruh bagian bumi seperti seorang manusia melihat sebutir telur. Dari berbagai titik di bumi itu, aku melihat beberapa titik yang memancarkan sinar yang begitu membahagiakan. Aku tak bisa mengidentifikasinya satu persatu. Salah satu di antara titik cahaya itu muncul dari sebuah rumah berbentuk mushalla yang pernah aku mampiri untuk salat, dan setelah salat aku masukkan sejumlah uang receh ke celengan yang diletakkan di pintu mushalla. Di titik lain muncul dari sebuah panti asuhan yang aku pernah menyisihkan uang relatif besar untuk pembangunannya.

Aku diberi tahu bahwa cahaya kebahagiaan itu disebabkan oleh sumbangan yang aku masukkan ke celengan mushalla dan panti asuhan, yang kemudia digunakan untuk memperbaiki kerusakan bangunan mushalla dan panti asuhan. Mungkin itu yang disebut dengan amal jariyah. Makin besar kadar keikhlasan dalam nilai sumbangannya, semaki besar cahaya yang memancarkan kebahagiaan untukku.

LAYAR (7) Tapi akupun bisa melihat orang-orang yang pernah aku zalimi, sengaja ataupun tidak disengaja, juga orang yang pernah aku perlakukan secara tidak layak. Sebagian dari mereka memaafkan kezalimanku, sebagian lainnya memaafkan dengan setengah hati, namun sebagian kecil dari mereka masih menyimpan dendam, dan tak memberi maaf kepadaku. Dari mereka inilah aku terus dirongrong dan mendapat semacam “lembar tagihan” yang membebaniku di alam barzakh, yang tentu saja tak bisa lagi aku “membayar atau melunasinya”. Aku hanya berharap mereka memaafkan kezalimanku.

LAYAR (8) Saya tahu, setelah membaca ulasan singkat tentang alam barzakh di atas, uneg-uneg yang mungkin langsung muncul di benak Anda semua para pembaca adalah pertanyaan: “apakah surga dan neraka itu benar adanya?”. Jika aku tuliskan tentang surga dan neraka itu, dari alam barzakh ini, kalian pembaca yang masih hidup di dunia, mustahil bisa mempercayainya. Sebab imajinasi paling liar sekalipun dari kalian yang masih berpredikat manusia yang masih hidup di dunia, takkan mampu menggapainya. Tak tepermanai.

Tak ada kosakata dalam bahasa apapun di dunia yang mampu menggambarkan misalnya tentang kenyamanan dan ketersiksaan di alam barzakh. Kalau ingin menggambarkan sesuatu yang nyama dengan kosakata “nyaman” atau “sangat nyaman” tak akan bisa menggambarkannya secara persis. Dan perbendaharaan kosakataku tidak mampu menggambarkan tingkat kenyamanannya. Begitu juga kalau saya mau menggambarkan ketersiksaan dengan menggunakan kosakata “sangat pedih” pun takkan mampu menggambarkan kepedihannya. Di alam barzakh ini, segala hal yang telah kulihat dan sudah kualami selama satu minggu pertama, sungguh benar-benar berbeda.

Sesuatu yang tak pernah dilihat oleh mata kepala manusia yang masih hidup, tak pula pernah didengar oleh telinga manusia yang masih hidup, bahkan tak pernah sekadar terlintas pun di imajinasi paling liar oleh manusia yang masih hidup.