BATU-GUNTING-KERTAS
Batu ibarat sikap tegas dan sisi lain bisa jadi keras kepala.
Gunting seperti penyelamat atau justru pemisah.
Dan kertas berarti kedewasaan mengayomi atau malah sikap lemah.
(Sidkin Ali)
Di Jepang permainan ini disebut Jankenpon. Sangat familiar bagi anak-anak atau orang dewasa. Dimainkan oleh dua orang. Di Indonesia permainan Jankenpon ini mirip dengan suit atau hom pim pah, tetapi jumlah orangnya lebih dari dua.
Aturannya sangat sederhana. Batu akan menang melawan gunting, gunting akan menang melawan kertas, dan kertas akan menang melawan batu. Ketiganya memiliki porsi yang sama untuk menang atau kalah.
Seseorang yang mencintai orang lain dapat menggunakan filosofi permainan Jankenpon ini. Orang yang bersikap batu akan berusaha mencari pasangan yang mampu merangkulnya, yakni kertas. Jika dia mencari gunting, maka akan memberikan luka bukan cinta. Demikian juga orang yang dengan sikap gunting, akan mencari pasangan yang mampu meluluhkan dirinya dengan ketegasan batu. Bukan malah mencari kertas yang membuatnya ada keinginan untuk saling pisah.
Gunting kertas juga bisa dianalogikan dengan suratan takdir. Bahwa ada yang lebih kuasa dari rencana dan konsep yang telah disusun di atas kertas. Kertas merupakan lambang harapan, cita-cita, angan-angan atau sebuah keinginan. Gunting berperan sebagai penentunya. Apakah harapan, cita-cita, angan-angan atau sebuah keinginan itu dapat terwujud atau tergunting takdir.
Dan batu adalah sikap kita. Apakah menerima atau tetap keras kepala tidak mau tunduk dengan takdir Allah swt., Batu juga dapat berarti idealisme atau ambisi tak terkendali
Kita dapat “menggunting” diri kita dengan mengatakan bahwa aku tidak mampu, aku tidak bisa, aku tidak mungkin. Atau bisa jadi kita “digunting” oleh atasan atau orang lain. Dengan hilangnya hak, tertahannya kenaikan pangkat, kandasnya jabatan atau promosi.
Dan Allah yang Sang Pemilik “gunting” dapat “memotong” kita dengan sekehendak-Nya. Sebagaimana terdapat dalam surah al Baqarah ayat 155. “ Walanabluan nakum bisyai in minal khaufi wal ju’i wanaqsim minal amwali wal anfusi wats tsamarat wabasy syiris sobirin”- Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan,kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar-.
Mengapa harus ada gunting dalam hidup ini? Supaya kita sadar sesadar-sadarnya bahwa jangan sampai terlalu idealis dan ambisius merencanakan dan mengejar sesuatu. Maka sebaiknya “libatkan” Allah dalam setiap rencana dan konsep, supaya jangan tergunting ditengah jalan. Dan itu pasti sangat menyakitkan.
Lalu apa yang harus dilakukan, jika tergunting? Sabar, ikhtiar, tawakkal dan berdoa kuncinya. Yakinlah bahwa Allah punya kuasa atas diri kita dan seluruh makhluk ciptaan-Nya. Dan mungkin ini cara Allah memberi “pelajaran” pada kita. Jangan-jangan ibadah yang dilakukan selama ini, hanya berbentuk “mesin”. Yang penting dikerjakan dan selesai. Tetapi tidak ada ruhnya sama sekali dan mugkin tidak bermakna. Dalam bahasa fiqih ibadah tersebut terkesan hanya ingin menggugurkan rukun saja.
Astaghfirullah wa atubu ilaihi.
Yasir Arafat HZ