BERUBAH ATAU PUNAH
Oleh : Yasir Arafat HZ
Jangan takut PERUBAHAN
Kita mungkin kehilangan sesuatu yang baik
namun kita akan memperoleh sesuatu
yang lebih baik
(Andrew Nugraha)
Perubahan adalah sunnatullah. Tidak ada yang abadi kecuali perubahan itu sendiri. Dalam bahasa agama disebutkan bahwa satu-satunya yang “baqa” (abadi) adalah al-Khalik atau Sang Pencipta, Allah swt.
Tentang perubahan, silakan perhatikan surat al-Ra’ad ayat 11 ini. “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu kaum,sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia”.
Dari ayat di atas terdapat tiga hal penting yang terkandung didalamnya, yaitu: (1) Allah swt., mengutus beberapa malaikat untuk menjaga manusia. (2) Nasib setiap masyarakat ditentukan oleh anggota masyarakat itu sendiri. (3) Masyarakat yang menolak kebaikan mendapat murka dan azab Allah swt.
Menurut Abuddin Nata, berdasarkan surat al-Ra’ad ayat 11, pada dasarnya kita semua harus siap dalam menghadapi perubahan sosial dengan senantiasa melakukan perubahan paradigma berpikir, misalnya dari cara berpikir pendek kepada cara berpikir jangka panjang, dari cara berpikir mementingkan diri sendiri, kepada cara berpikir kepentingan bersama, dari sikap buruk sangka (su’uz dzhan) kepada sikap baik sangka (husnuz dzhan), dari sikap konsumtif kepada sikap produktif, dari mementingkan simbol dan logo kepada mementingkan isi dan substansi, dari sikap statis kepada sikap dinamis, dari memandang bekerja hanya untuk cari uang kepada bekerja sebagai membangun peradaban.
KH.Marsudi Syuhud (PBNU) menyatakan ada dua jenis perubahan dalam hidup seorang muslim. Pertama; Attaghyiir al ijbary (perubahan yang memaksa kita untuk berubah) dan yang kedua; Attaghyiir al ikhtiari (perubahan yang direncanakan). Perubahan al Ijbary adalah perubahan yang memaksa kita untuk berubah, kita mau berubah ya kita berubah, kita tidak mau berubah ya tetap tak berubah. Seperti adanya covid 19, telah mengubah perilaku kita sehari-hari. Sedangkan perubahan al ikhtiari adalah perubahan yang memang sudah direncanakan.
Manusia disebut sebagai makhluk hidup karena ia bergerak dan tumbuh. Hanya orang-orang yang melakukan perubahan yang dapat hidup dan pantas disebut makhluk hidup. Manusia bukan makhluk berpangku tangan yang panjang angan-angan. Kita dapat berubah sekaligus mengubah. Berubah diri dan mengubah orang lain keduanya sebuah keniscayaan dan saling melengkapi
Cerita tentang sahabat Nabi bernama Mush’ab bin Umair, bisa menjadi i’tibar. Seorang pemuda yang tampan dan gagah. Memiliki kemewahan. Idola gadis-gadis Makkah. Saat berjalan, bau wangi tubuhnya masih tersisa di jalan-jalan yang dilaluinya.
Ketika mendengar ajaran tauhid, hatinya diliputi hidayah. Ia tinggalkan semua kenikmatan dunia demi Islam. Mush’ab bertransformasi dari pemuda tampan dan kaya raya menjadi pemuda miskin papa. Ia juga berubah, dari penyembah Latta dan Uzza menjadi beriman kepada Allah swt., yang “baqa” (abadi)
Saat melihat jenazah Mush’ab bin Umair terbujur kaku sebagai syuhada dalam perang Uhud, dalam kesedihannya Rasulullah saw., bersabda, “Ketika di Makkah dulu, tak seorangpun aku lihat yang lebih rapi rambutnya dan lebih halus pakaiannya daripada dia. Tetapi sekarang ini, rambutmu kusut masai, dan hanya dibalut pakaian sehelai”.
Sebaik-baik perubahan adalah berubah karena Allah.