HARI LAHIR PANCASILA: SEJARAH DAN NILAI-NILAINYA
  • [web-admin | BDK Banjarmasin]
  • 27 Juni 2023
  • 21492x Dilihat
  • Artikel Ilmiah

HARI LAHIR PANCASILA: SEJARAH DAN NILAI-NILAINYA

Oleh: Muhammad Yudil Khairi
Widyaiswara BDK Banjarmasin
Kh41ri83@gmail.com

 

PENDAHULUAN

Bulan Juni merupakan salah satu bulan yang bersejarah bagi bangsa Indonesia, kenapa dikatakan bersejarah? Karena dibulan inilah istilah Pancasila untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh Soekarno.

Pancasila sebagai falsafah kehidupan bangsa Indonesia yang nilai-nilainya menjadi sumber untuk membangun karakter dan jati diri bangsa, proses kelahirannya melalui perenungan dan pemikiran yang mendalam dari para pendiri bangsa. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan kristalisasi nilai yang berasal dari nilai-nilai yang hidup dan berakar dalam kehidupan bangsa Indonesia.

Nilai-nilai yang digali dan dirumuskan oleh para pendiri bangsa adalah sebagai nilai yang sangat fundamental dan universal yang mampu menjangkau kepentingan lintas bangsa. Oleh karena itu, Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia merupakan suatu cita-cita luhur dan landasan moral dari karakter bangsa yang ingin dicapai dan diwujudkan di dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Sayangnya beberapa waktu belakangan ini karakter bangsa yang berlandaskan Pancasila tersebut lambat laun mulai hilang, ditinggalkan oleh masyarakat Indonesia itu sendiri. Konflik, adu domba, tawuran, kekerasan, kriminalitas, narkoba, seks bebas, perusakan rumah ibadah dan pelarangan menjalankan ibadah sudah sering kita temui. Masyarakat Indonesia seolah-olah mulai meninggalkan nilai-nilai luhur yang terdapat pada Pancasila.

Untuk mengenal lebih dalam lagi tentang Pancasila, maka dalam tulisan ini akan membahas tentang sejarah dan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Semoga dengan mengenal, mengingat lagi sejarah lahirnya Pancasila, dan mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, kita sebagai masyarakat Indonesia, dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari, dalam melaksanakan kehidupan bernegara bisa jauh lebih baik, bisa jauh lebih merasa aman dan jadi lebih sejahtera.

PEMBAHASAN

A.   Sejarah Pancasila

1.    Periode Pengusulan Pancasila

Pancasila tidaklah lahir secara mendadak pada tahun 1945, Pancasila lahir melalui proses yang panjang, dengan didasari oleh sejarah perjuangan bangsa dan dengan melihat pengalaman bangsa lain di dunia. Perumusan konseptualisasi Pancasila dimulai pada masa persidangan pertama Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dilaksanakan tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945.

BPUPKI dibentuk oleh pemerintahan pendudukan Jepang pada 29 April 1945 dengan jumlah anggota 60 orang. Badan ini diketuai oleh dr. Rajiman Wedyodiningrat yang didampingi oleh dua  orang  Ketua  Muda  (Wakil  Ketua), yaitu Raden Panji Suroso dan Ichibangase (orang Jepang). BPUPKI dilantik oleh Letjen Kumakichi Harada, panglima tentara ke-16 Jepang di Jakarta, pada 28 Mei  1945.  Sehari  setelah  dilantik,  29  Mei  1945,  dimulailah  sidang  yang pertama dengan materi pokok pembicaraan calon dasar negara.

Menurut  catatan  sejarah,  diketahui  bahwa  sidang  tersebut  menampilkan beberapa pembicara, yaitu Mr. Muh Yamin, Ir. Soekarno, Ki Bagus Hadikusumo, Mr. Soepomo. Keempat tokoh tersebut menyampaikan usulan tentang dasar negara  menurut  pandangannya  masing-masing.  Meskipun  demikian perbedaan pendapat di antara mereka tidak mengurangi semangat persatuan dan  kesatuan  demi  mewujudkan  Indonesia  merdeka.  Sikap  toleransi  yang berkembang di kalangan para pendiri negara seperti  inilah yang seharusnya perlu diwariskan kepada generasi berikut, termasuk kita.

Tanggal 29 Mei 1945, Mr. Muh. Yamin menyampaikan usulan dasar negara secara lisan yaitu: (1) Peri Kebangsaan; (2) Peri Kemanusiaan; (3) Peri Ketuhanan; (4) Peri Kerakyatan; dan (5) Kesejahteraan Rakyat. Sementara secara tulisan, Mr. Muh. Yamin menyampaikan usulan dasar negara, yaitu: (1) Ketuhanan Yang Maha Esa; (2)  Kebangsaan Persatuan Indonesia; (3) Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab; (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; (5) Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Pada tanggal 31 Mei 1945, Mr. Soepomo menyampaikan usulan dasar negara yaitu:                  (1) Persatuan; (2) Kekeluargaan; (3) Keseimbangan lahir dan batin; (4) Musyawarah;                             (5) Keadilan Rakyat. Sedangkan usulan dasar negara dari Ki Bagus Hadikusumo, pertama ialah konsep negara Indonesia merdeka adalah negara yang dijalankan atas kedaulatan rakyat, dan kedua memperjuangkan Islam sebagai fondasi hukum bagi negara Indonesia merdeka.

Tanggal 1 Juli 1945, giliran Soekarno yang menyampaikan usulan dasar negara. Pada  hari  itu,  Ir.  Soekarno  menyampaikan  lima  butir  gagasan  tentang  dasar negara sebagai berikut: (1) Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia; (2) Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan; (3) Mufakat atau Demokrasi; (4) Kesejahteraan Sosial; (5) Ketuhanan Yang Berkebudayaan.

Berdasarkan catatan  sejarah,  kelima  butir  gagasan  itu  oleh  Soekarno  diberi nama  Pancasila.  Selanjutnya,  Soekarno  juga  mengusulkan  jika  seandainya peserta sidang tidak menyukai angka 5, maka ia menawarkan angka 3, yaitu Trisila yang  terdiri  atas  (1)  Sosio-Nasionalisme; (2)  Sosio-Demokrasi;  dan  (3) Ketuhanan  Yang  Maha  Esa.  Soekarno  akhirnya  juga  menawarkan  angka  1, yaitu Ekasila yang berisi asas Gotong-Royong.

Setelah pidato Soekarno, sidang menerima usulan nama Pancasila bagi dasar filsafat  negara  (Philosofische  grondslag) yang  diusulkan  oleh  Soekarno,  dan kemudian dibentuk panitia kecil 8 orang (Ki Bagus Hadi Kusumo, K.H. Wahid Hasyim,  Muh.  Yamin,  Sutarjo,  A.A.  Maramis,  Otto  Iskandar  Dinata,  dan  Moh. Hatta)  yang  bertugas  menampung  usul-usul  seputar  calon  dasar  negara. Kemudian, sidang pertama BPUPKI (29 Mei  - 1 Juni 1945) ini berhenti untuk sementara.

2.    Periode Perumusan Pancasila

Selanjutnya BPUPKI melaksanakan sidang kedua. Hal terpenting yang mengemuka dalam sidang BPUPKI kedua pada 10 - 16 Juli 1945  adalah  disetujuinya  naskah  awal  “Pembukaan  Hukum  Dasar”  yang kemudian  dikenal  dengan  nama  Piagam  Jakarta.  Piagam  Jakarta  itu merupakan naskah awal pernyataan kemerdekaan Indonesia. Pada alinea ke- empat Piagam Jakarta itulah terdapat rumusan Pancasila sebagai berikut: (1) Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk- pemeluknya; (2) Kemanusiaan yang adil dan beradab;         (3) Persatuan Indonesia; (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Naskah awal “Pembukaan Hukum Dasar” yang dijuluki “Piagam Jakarta” ini di kemudian hari dijadikan “Pembukaan” UUD 1945, dengan sejumlah perubahan di sana-sini. Ketika para pemimpin Indonesia sedang sibuk mempersiapkan kemerdekaan menurut  skenario  Jepang,  secara  tiba-tiba  terjadi  perubahan  peta  politik dunia. Salah satu penyebab terjadinya perubahan peta politik dunia  itu  ialah takluknya  Jepang  terhadap  Sekutu.  Peristiwa  itu  ditandai  dengan  jatuhnya bom atom di kota Hiroshima pada 6 Agustus 1945. Sehari setelah peristiwa itu, 7 Agustus 1945, Pemerintah Pendudukan Jepang di Jakarta mengeluarkan maklumat yang berisi: (1) Pertengahan Agustus 1945 akan dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan bagi Indonesia (PPKI); (2) Panitia itu rencananya akan dilantik 18 Agustus 1945 dan mulai bersidang 19 Agustus 1945; dan (3) Direncanakan 24 Agustus 1945 Indonesia dimerdekakan.

Esok paginya, 8 Agustus 1945, Soekarno, Hatta, dan Rajiman dipanggil Jenderal Terauchi  (Penguasa  Militer  Jepang  di  Kawasan  Asia  Tenggara)  yang berkedudukan  di  Saigon,  Vietnam  (sekarang  kota  itu  bernama  Ho  Chi  Minh). Ketiga  tokoh  tersebut  diberi  kewenangan  oleh  Terauchi  untuk  segera membentuk  suatu  Panitia  Persiapan  Kemerdekaan  bagi  Indonesia  sesuai dengan  maklumat  Pemerintah  Jepang  7  Agustus  1945  tadi.  Sepulang  dari Saigon,  ketiga  tokoh  tadi  membentuk  PPKI  dengan  total  anggota  21  orang, yaitu:  Soekarno,  Moh.  Hatta,  Radjiman,  Ki  Bagus  Hadikusumo,  Otto  Iskandar Dinata,  Purboyo,  Suryohamijoyo,  Sutarjo,  Supomo,  Abdul  Kadir,  Yap  Cwan Bing, Muh. Amir, Abdul Abbas, Ratulangi, Andi Pangerang, Latuharhary, I Gde Puja,  Hamidan,  Panji  Suroso,  Wahid  Hasyim,  T.  Moh.  Hasan.

Jatuhnya  Bom  di  Hiroshima  belum  membuat  Jepang  takluk,  Amerika  dan sekutu akhirnya menjatuhkan bom lagi di Nagasaki pada 9 Agustus 1945 yang meluluhlantakkan  kota  tersebut  sehingga  menjadikan  kekuatan  Jepang semakin lemah. Kekuatan yang semakin melemah, memaksa Jepang akhirnya menyerah tanpa syarat kepada sekutu pada 14  Agustus 1945. Konsekuensi dari  menyerahnya  Jepang  kepada  sekutu,  menjadikan  daerah  bekas pendudukan  Jepang  beralih  kepada  wilayah  perwalian  sekutu,  termasuk Indonesia.  Sebelum  tentara  sekutu  dapat  menjangkau  wilayah-wilayah  itu, untuk sementara bala tentara Jepang masih ditugasi sebagai sekadar penjaga kekosongan kekuasaan.

Kekosongan  kekuasaan  ini  tidak  disia-siakan  oleh  para  tokoh  nasional.  PPKI yang semula dibentuk Jepang karena Jepang sudah kalah dan tidak berkuasa lagi,  maka  para  pemimpin  nasional  pada  waktu  itu  segera  mengambil keputusan  politis  yang  penting.  Keputusan  politis  penting  itu  berupa melepaskan  diri  dari  bayang-bayang  kekuasaan  Jepang  dan  mempercepat rencana kemerdekaan bangsa Indonesia.

3.    Periode Pengesahan Pancasila

Peristiwa penting lainnya terjadi pada 12 Agustus 1945, ketika itu Soekarno, Hatta, dan Rajiman Wedyodiningrat dipanggil oleh penguasa militer Jepang di Asia Selatan ke Saigon untuk membahas tentang hari kemerdekaan Indonesia sebagaimana yang pernah dijanjikan. Namun, di luar dugaan ternyata pada 14 Agustus  1945  Jepang  menyerah  kepada  Sekutu  tanpa  syarat.  Pada  15 Agustus  1945  Soekarno,  Hatta,  dan  Rajiman  kembali  ke  Indonesia. Kedatangan  mereka  disambut  oleh  para  pemuda  yang  mendesak  agar kemerdekaan bangsa Indonesia diproklamasikan secepatnya karena mereka tanggap terhadap perubahan situasi politik dunia pada masa itu. Para pemuda sudah mengetahui bahwa Jepang menyerah kepada sekutu sehingga Jepang tidak  memiliki  kekuasaan  secara  politis  di  wilayah  pendudukan,  termasuk Indonesia.  Perubahan  situasi  yang  cepat  itu  menimbulkan  kesalahpahaman antara  kelompok  pemuda  dengan  Soekarno  dan  kawan-kawan  sehingga terjadilah  penculikan  atas  diri  Soekarno  dan  M.  Hatta  ke  Rengas  Dengklok (dalam istilah pemuda pada waktu itu “mengamankan”), tindakan pemuda itu berdasarkan keputusan rapat yang diadakan pada pukul 24.00 WIB menjelang 16 Agustus 1945 di Cikini no. 71 Jakarta.

Melalui  jalan  berliku,  akhirnya  dicetuskanlah  Proklamasi  Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Teks kemerdekaan itu didiktekan oleh Moh. Hatta  dan  ditulis  oleh  Soekarno  pada  dini  hari.  Dengan  demikian,  naskah bersejarah  teks  proklamasi  Kemerdekaan  Indonesia  ini  digagas  dan  ditulis oleh dua tokoh proklamator tersebut sehingga wajar jika mereka dinamakan Dwitunggal. Selanjutnya, naskah tersebut diketik oleh Sayuti Melik. Rancangan pernyataan  kemerdekaan  yang  telah  dipersiapkan  oleh  BPUPKI  yang  diberi nama Piagam Jakarta, akhirnya tidak dibacakan pada 17 Agustus 1945 karena situasi  politik  yang  berubah. Satu hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, yakni 18 Agustus 1945, PPKI bersidang untuk menentukan dan menegaskan posisi  bangsa  Indonesia  dari  semula  bangsa  terjajah  menjadi  bangsa  yang merdeka.  PPKI  yang  semula  merupakan  badan  buatan  pemerintah  Jepang, sejak  saat  itu  dianggap  mandiri  sebagai  badan  nasional.  Atas  prakarsa Soekarno,  anggota  PPKI  ditambah  6  orang  lagi,  dengan  maksud  agar  lebih mewakili  seluruh  komponen  bangsa  Indonesia.  Mereka  adalah  Wiranatakusumah, Ki Hajar Dewantara, Kasman Singodimejo, Sayuti Melik, Iwa Koesoema Soemantri, dan Ahmad Subarjo.

Indonesia  sebagai  bangsa  yang  merdeka  memerlukan  perangkat  dan kelengkapan  kehidupan  bernegara,  seperti:  Dasar  Negara,  Undang-Undang Dasar,  Pemimpin  negara,  dan  perangkat  pendukung  lainnya.  Putusan- putusan penting yang dihasilkan mencakup hal-hal berikut: (1) Mengesahkan  Undang-Undang  Dasar  Negara  (UUD  ‘45) yang  terdiri  atas Pembukaan  dan  Batang  Tubuh.  Naskah  Pembukaan  berasal  dari  Piagam Jakarta  dengan  sejumlah  perubahan.  Batang  Tubuh  juga  berasal  dari rancangan BPUPKI dengan sejumlah perubahan pula; (2) Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang pertama (Soekarno dan Hatta);        (3) Membentuk  KNIP  yang  anggota  intinya  adalah  mantan  anggota  PPKI ditambah  tokoh-tokoh  masyarakat  dari  banyak  golongan.  Komite  ini dilantik 29 Agustus 1945 dengan ketua Mr. Kasman Singodimejo.

Rumusan Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai berikut:                                     (1) Ketuhanan Yang Maha Esa; (2) Kemanusiaan yang adil dan beradab; (3) Persatuan Indonesia; (4) Kerakyatan  yang  dipimpin  oleh  hikmat  kebijaksanaan  dalam permusyawaratan/perwakilan; (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sejarah  bangsa  Indonesia  juga  mencatat  bahwa  rumusan  Pancasila  yang disahkan PPKI ternyata berbeda dengan rumusan Pancasila yang termaktub dalam Piagam Jakarta. Hal ini terjadi karena adanya tuntutan dari wakil yang mengatasnamakan masyarakat Indonesia Bagian Timur yang menemui Bung Hatta  yang  mempertanyakan  7  kata  di  belakang  kata  “Ketuhanan”,  yaitu “dengan  kewajiban  menjalankan  syariat  Islam  bagi  pemeluk-pemeluknya”. Tuntutan ini ditanggapi secara  arif oleh para pendiri  negara sehingga  terjadi perubahan yang disepakati, yaitu  dihapusnya 7 kata yang dianggap menjadi hambatan di kemudian hari dan diganti dengan istilah “Yang Maha Esa”.

Rumusan Pancasila, baik yang terdapat  pada  pidato  Ir.  Soekarno   maupun  rumusan  Panitia Sembilan yang tertuang pada Piagam Jakarta merupakan sejarah dalam proses penyusunan dasar negara. Rumusan seluruhnya autentik sampai akhirnya disepakati sebagaimana terdapat pada alinea keempat Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945. 

Secara historis, ada tiga rumusan dasar negara yang diberi nama Pancasila, yaitu rumusan konsep Ir. Soekarno yang disampaikan pada pidato tanggal 1 Juni 1945 dalam sidang BPUPKI, rumusan oleh Panitia Sembilan dalam Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945, dan rumusan pada Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 yang disahkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus1945.

B.   Nilai-Nilai Yang Terkandung Dalam Pancasila

Pancasila merupakan ideologi dari negara Indonesia. Ideologi sendiri memiliki makna yaitu suatu pilihan yang sudah jelas membawa sebuah komitmen atau keterkaitan untuk diwujudkan. Pancasila sebagai ideologi nasional memiliki sebuah fungsi identik yang terkandung di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (UUD RI) 1945. Pancasila sebagai ideologi mencerminkan seperangkat nilai terpadu di dalam kehidupan perpolitikan Bangsa Indonesia. Pancasila menjadi tata nilai yang digunakan sebagai acuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, serta bernegara.

Pancasila    merupakan    konsep ideologis, landasan   kebangsaan   serta metode hidup bangsa  Indonesia,  yang wajib  dipimpin oleh bangsa  Indonesia untuk menata kehidupan bermasyarakat, berbangsa, serta   bernegara   sehingga cita - cita bangsa bisa terwujud. (Fatma Ulfatun, 2021 : 204). Pancasila adalah Dasar Kesatuan Negara Republik Indonesia. Lahirnya Pancasila menjadi suatu tonggak sejarah Bangsa Indonesia yang tidak akan pernah dilupakan. Kata Pancasila berawal dari bahasa Sansekerta yang dimana Panca berarti “Lima” dan Sila merupakan “Prinsip” atau “Asas”. Maka Pancasila merupakan “Lima Asas” atau “Lima Sila”. Lima sila tersebut adalah : (1) Ketuhanan Yang Maha Esa; (2) Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab; (3) Persatuan Indonesia; (4) Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat dan Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan; (5) Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Adapun rumusan sila-sila Pancasila tersebut terkandung nilai-nilai yang esensial yaitu: nilai religius (Tuhan adalah sebab pertama dari segala sesuatu, toleransi sesama dan antar umat beragama, adanya kebebasan dan kemerdekaan dalam beragama), nilai kemanusiaan (menghormati HAM, anti penjajahan, mengutamakan kebenaran dan keadilan, saling mencintai menghargai dan tenggang rasa antar sesama),  nilai persatuan (cinta tanah air dengan segala keberagamannya, cinta perdamaian, tidak membeda-bedakan sesama warga negara Indonesia), nilai kerakyatan atau demokrasi (cinta demokrasi, tidak memaksakan kehendak kepada orang lain, menghindari kekerasan dalam menyelesaikan masalah, tidak mementingkan diri sendiri, selalu mengedepankan musyawarah mufakat, cinta kebersamaan) dan nilai keadilan (kekeluargaan dan gotong royong, adil terhadap sesama, menghormati hak orang lain, kemajuan dan kesejahteraan bersama).

Adapun makna Sila yang terkandung dalam Pancasila: (a) Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung makna bahwa bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, setiap warga negara Indonesia percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Dalam kehidupan masyarakat Indonesia dikembangkan sikap hormat-menghormati dan toleransi antara pemeluk agama dan penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga selalu dapat dibina kerukunan hidup diantara sesama umat beragama dan berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Manusia sebagai makhluk yang diciptakan wajib melaksanakan semua perintah Tuhan dan menjauhi semua larangan-Nya. Sadar bahwa agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah menyangkut hubungan pribadi dengan Tuhan Yang Maha Esa yang dipercayai dan diyakini, maka dikembangkanlah sikap saling menghormati, kebebasan menjalankan ibadah sesuai agama dan kepercayaannya, serta tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaannya itu kepada orang lain. Dalam melaksanakan ajaran agama setiap warga bangsa Indonesia wajib menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa, menjaga persatuan umat sebagai warga bangsa, dan saling menjaga kesetaraan dan kebebasan beragama dalam hubungan antar umat beragama, dan memberikan kesempatan yang sama (adil) bagi semua pemeluk agama untuk beribadah dan mengepresikan tata cara beribadahnya (termasuk dalam membangun sarana beribadahnya). (b) Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab berarti menjunjung tinggi nilai- nilai serta harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan, individu dan makhluk sosial. Nilai kemanusian yang sangat dihargai ini akan mendorong manusia Indonesia untuk sering melakukan kegiatan-kegiatan kemanusiaan, dan berani membela kebenaran dan keadilan. Bangsa Indonesia menyadari bahwa manusia mempunyai derajat yang sama. Sejalan dengan itu, hak kebebasan dan kemerdekaan akan dijunjung tinggi. Oleh karena itu, perlu dikembangkan sikap saling menghormati dan bekerjasama dengan bangsa-bangsa lain. Dalam mengembangkan makna nilai kemanusiaan ini dilandasi dengan sikap yang toleran, tidak membeda- bedakan (diskriminasi), kesederajadan sebagai makhluk Tuhan, adil dan tidak memihak, menghargai kebebasan, serta tetap menjaga persatuan dan kebersamaan. (c) Sila Persatuan Indonesia memiliki makna bahwa manusia Indonesia harus hidup menjaga persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi atau golongan. Bangsa Indonesia mempunyai rasa senasib dan sepenanggungan sebagai suatu bangsa. Bangsa Indonesia mempunyai rasa cinta terhadap bangsa dan negaranya. Rasa persatuan ini dilandasi oleh kesadaran sebagai makhluk Tuhan, sebagai manusia yang sederajad, yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan kerakyatan yang berasaskan pada keadilan. (d) Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan memiliki makna bahwa manusia Indonesia sebagai warga negara memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang sama, tidak boleh ada suatu kehendak yang dipaksakan kepada pihak lain. Keputusan diambil secara musyawarah untuk mencapai mufakat dan bermanfaat untuk kepentingan masyarakat dan negara. Semua rakyat mempunyai kesempatan dan kedudukan yang sama dalam kehidupan politik dan pemerintahan. Tidak boleh satu pun manusia Indonesia yang hak, kedudukan dan kebebasannya dirampas. Bangsa Indonesia dalam menjalankan pemerintahan, pengambilan keputusan dan melaksanakan kepentingan negara, harus adil dan memperhatikan kepentingan bangsa dan negara yang diputuskan berdasar prinsip-prinsip yang mengutamakan musyawarah untuk mufakat berlandaskan pada bimbingan Tuhan Yang maha Kuasa. (e) Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia mengandung nilai keadilan, keseimbangan antara hak dan kewajiban, penghargaan terhadap hak orang lain, gotong royong dalam suasana kekeluargaan, ringan tangan dan kerja keras untuk bersama-sama mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial. Adil disini dapat diartikan menempatkan sesuatu atau hak dan kewajiban pada tempatnya. berbuat adil kepada diri sendiri berarti berbuat yang serasi antara hak dan kewajiban, berbuat adil kepada masyarakat berarti berlaku adil sesama warganya, berbuat adil terhadap alam berarti kita tidak boleh berbuat semena-mena dan merusak lingkungan hidup dan berbuat adil kepada Tuhan berarti melaksanakan kewajiban terhadap Tuhan. Oleh karena itu, harus bersifat adil terhadap diri sendiri, orang lain, alam, dan Negara, jangan sampai melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum dan berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial untuk seluruh rakyat Indonesia.

Di dalam sila tersebut mengandung banyak makna dan nilai-nilai yang menjadikannya sebuah pedoman untuk Masyarakat Indonesia. Nilai-nilai Pancasila yang terkandung di dalam UUD 1945 seperti yang sebelumnya dijelaskan secara yuridis memiliki kedudukan sebagai kaidah Negara yang Fundamental. Adapun pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya tidak lain merupakan derivasi atau penjabaran dari nilai-nilai Pancasila.

Pancasila  sebagai  ideologi  Negara Kesatuan Republik  Indonesia  berarti  Pancasila dijadikan  pedoman  dalam  kehidupan berbangsa dan bernegara oleh masyarakat Indonesia. Nilai - nilai  luhur  Pancasila  juga  merupakan  landasan  bagi  seluruh  lapisan masyarakat  dalam  berperilaku  dan bertingkah  laku  dalam  kehidupan  sehari - hari. I Wayan  Tagel  Eddy,  Aktualisasi  Nilai  Pancasila  dalam  Kehidupan  Berbangsa  dan Bernegara. (Fatma Ulfatun, 2022 : 23-24).

Moerdiono (1995/1996) menunjukkan adanya 3 tataran nilai dalam ideologi Pancasila. Tiga tataran nilai itu adalah: Pertama,  nilai dasar,  yaitu suatu nilai yang bersifat amat abstrak dan tetap, yang terlepas dari pengaruh perubahan waktu. Nilai dasar merupakan prinsip, yang bersifat amat abstrak, bersifat amat umum, tidak terikat oleh waktu dan tempat, dengan kandungan kebenaran yang bagaikan aksioma. Dari segi kandungan nilainya, maka nilai dasar berkenaan dengan eksistensi sesuatu, yang mencakup cita-cita, tujuan, tatanan dasar dan ciri khasnya. Nilai dasar Pancasila ditetapkan oleh para pendiri negara. Nilai dasar Pancasila tumbuh baik dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan yang telah menyengsarakan rakyat, maupun dari cita-cita yang ditanamkan dalam agama dan tradisi tentang suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan kebersamaan, persatuan dan kesatuan seluruh warga masyarakat. Kedua,  nilai instrumental,  yaitu suatu nilai yang bersifat kontekstual. Nilai instrumental merupakan penjabaran dari nilai dasar tersebut, yang merupakan arahan kinerjanya untuk kurun waktu tertentu dan untuk kondisi tertentu. Nilai instrumental ini dapat dan bahkan harus disesuaikan dengan tuntutan zaman. Namun nilai instrumental haruslah mengacu pada nilai dasar yang dijabarkannya. Penjabaran itu bisa dilakukan secara kreatif dan dinamik dalam bentuk-bentuk baru untuk mewujudkan semangat yang sama, dalam batas-batas yang dimungkinkan oleh nilai dasar itu. Dari kandungan nilainya, maka nilai instrumental merupakan kebijaksanaan, strategi, organisasi, sistem, rencana, program, bahkan juga proyek- proyek yang menindaklanjuti nilai dasar tersebut. Lembaga negara yang berwenang menyusun nilai instrumental ini adalah MPR, Presiden, dan DPR. Ketiga,  nilai praksis, yaitu nilai yang terkandung dalam kenyataan sehari-hari, berupa cara bagaimana rakyat melaksanakan (mengaktualisasikan) nilai Pancasila. Nilai praksis terdapat pada demikian banyak wujud penerapan nilai-nilai Pancasila, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, baik oleh cabang eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, oleh organisasi kekuatan sosial politik, oleh organisasi kemasyarakatan, oleh badan-badan ekonomi, oleh pimpinan kemasyarakatan, bahkan oleh warganegara secara perseorangan. Dari segi kandungan nilainya, nilai praksis merupakan gelanggang pertarungan antara idealisme dan realitas.

PENUTUP

Serangkaian sejarah yang tercipta sehingga lahirnya ideologi negara yang menjadi dasar negara Indonesia, yakni Pancasila merupakan sejarah panjang yang diciptakan oleh para pahlawan pendahulu bangsa. Secara historis, ada tiga rumusan dasar negara yang diberi nama Pancasila, yaitu rumusan konsep Ir. Soekarno yang disampaikan pada pidato tanggal 1 Juni 1945 dalam sidang BPUPKI, rumusan oleh Panitia Sembilan dalam Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945, dan rumusan pada Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 yang disahkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus1945. Pancasila adalah Dasar Kesatuan Negara Republik Indonesia. Lahirnya Pancasila menjadi suatu tonggak sejarah Bangsa Indonesia yang tidak akan pernah dilupakan.

Nilai-nilai esensial yang terdapat dalam sila-sila Pancasila dapat dijadikan satu pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Jika nilai-nilai esensial tersebut dijadikan pedoman, maka yakinlah tidak akan lagi kita temui hura-hara seperti adu domba, tawuran antar warga, pembakaran tempat ibadah atau pelarangan warga negara Indonesia untuk melakukan ibadah, kejahatan seksual, narkoba, dan lain sebagainya.

Indonesia menjunjung tinggi agama, negara Indonesia menghargai setiap agama. Indonesia menghargai dan memperbolehkan warganya menganut agama yang dipercayainya. Oleh sebab itu, hendaknya kita semua memiliki sikap toleransi, saling menyayangi, saling menghargai, saling menolong, saling membantu meskipun dengan saudara yang berbeda agama.

Hindari perpecahan, hindari pertikaian, hindari prasangka buruk, dan jangan sampai kita melakukan hal yang merupakan kejahatan. Keindahan toleransi telah dipupuk oleh bangsa Indonesia sejak lama. Selesaikanlah masalah dengan bermusyawarah untuk mencapai mufakat. Hindari pertikaian dan permusuhan. Terimalah pendapat orang lain yang penting dan bermanfaat.

 

RUJUKAN

Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia. Modul Pemantapan Wawasan Kebangsaan. Jakarta. 2014

Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Tekhnologi, dan Pendidikan Tinggi. Buku Ajar Mata Kuliah Wajib Umum PENDIDIKAN PANCASILA. Jakarta.2016

Fadilah, N., & Ulfatun Najicha, F. (2022). Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Sila Pertama Dalam era Pembelajaran daring Universitas Sebelas Maret. Jurnal Global Citizen : Jurnal Ilmiah Kajian Pendidikan Kewarganegaraan, 11(1), 72–78.

Moerdino. 1995/1996. “Pancasila sebagai Ideologi Terbuka Menghadapi Era Globalisasi  dan Perdagangan Babas”, dalam Majalah Mimbar No.75 tahun XIII.