INTERNALISASI NILAI PERSATUAN BANGSA BAGI GENERASI MILENIAL (H.Yasir Arafat)

INTERNALISASI NILAI PERSATUAN BANGSA BAGI GENERASI MILENIAL (H.Yasir Arafat)

INTERNALISASI NILAI PERSATUAN BANGSA BAGI GENERASI MILENIAL

(Refleksi Kegiatan PUP Taplai Kebangsaan Virtual Angatan V Lemhannas RI)

 

Yasir Arafat, M.Pd

Widyaiswara BDK Banjarmasin

 

A.  Pendahuluan

     Nilai-nilai kebangsaan yang bersumber dari NKRI ada tiga, yaitu: (1) Nilai Kesatuan Wilayah, (2) Nilai Persatuan Bangsa, dan (3) Nilai Kemandirian. Untuk nilai persatuan bangsa dapat ditemukan dalam rumusan Sumpah Pemuda tahun 1928 yang berbunyi: KAMI PUTRA DAN PUTRI INDONESIA, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.  KAMI PUTRA DAN PUTRI INDONESIA, mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia. KAMI PUTRA DAN PUTRI INDONESIA, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Dari ketiga poin isi Sumpah Pemuda itu, ada makna yang terkandung di dalamnya. Seperti yang terdapat di alenia pertama, disebutkan bahwa mengaku bertumpah darah  yang satu, tanah air Indonesia. Maksud kalimat tersebut adalah para pemuda dan pemudi di Indonesia akan memperjuangkan kemerdekaan bangsa hingga titik darah penghabisan.

     Kemudian di alenia kedua, berbunyi mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia. Maksud alenia kedua tersebut adalah sebagai pemuda dan pemudi Indonesia yang berasal dari suku, ras, dan agama yang berbeda, tetapi tetap bersatu dalam satu bangsa, yaitu bangsa Indonesia.

Lalu yang terakhir pada alenia ketiga Sumpah Pemuda bertuliskan, menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia. Pada alenia ketiga ini para pemuda dan pemudi menegaskan untuk mempersatukan menjadi Indonesia, maka bahasa persatuan menjadi identitas keseluruhan. Atas dasar itu kemudian setiap rakyat menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia.

     Sebagaimana disinggung oleh Keith Foulcher (2018) dalam bukunya “ Sumpah Pemuda: Makna dan Proses Penciptaan Simbol Kebangsaan Indonesia” yang diterjemahkan oleh Daniel Simatupang,dkk. bahwa Sumpah Pemuda merupakan salah satu pencetus atau tonggak yang membakar persatuan serta semangat golongan-golongan muda dalam mewujudkan kemerdekaan Republik Indonesia.

       Kongres Pemuda I diselenggarakan pada 30 April hingga 2 Mei 1926 bertempat di Batavia (Jakarta) dan dipimpin oleh Muhammad Tabrani. Melalui kongres ini, dihasilkan beberapa keputusan, yakni mengakui cita-cita persatuan dan mendorong penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan yang merupakan gagasan dari Mohammad Yamin.

     Selain itu, dari kongres ini juga terbentuk organisasi Pemuda Indonesia pada tanggal 15 Agustus 1926 yang merupakan gabungan dari beberapa organisasi. Kemudian pada September 1926 diresmikan juga organisasi Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) yang diketuai oleh Soegondo Djojopoespito. Setelah PPPI terbentuk, kemudian diadakan rapat untuk merealisasikan seluruh gagasan organisasi pemuda dengan  pembentukan panitia kongres. Rapat menetapkan struktur penitia kongres dengan Soegondo Djojopoespito sebagai ketua,Mohammad Yamin sebagai sekretaris, dan Djoko Marsaid sebagai wakil ketua. Kongres tersebut lalu dikenal sebagai Kongres Pemuda II.

      Kongres Pemuda II digelar tiga sesi di tiga tempat berbeda. Organisasi kepemudaan yang hadir saat itu di antaranya; Jong Java, Jong Batak, Jong Ambon, dan Jong Islamieten Bond. Sesi pertama dilakukan pada 27 Oktober 1928 di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB) yang sekarang bernama Lapangan Banteng. Ketua PPPI, Soegondo Djojopoespito dalam sambutannya saat itu berharap Kongres Pemuda II dapat mempererat persatuan di antara para pemuda. Sesi kedua digelar pada 28 Oktober 1928 di Gedung Oost-Java Bioscoop. Dalam sesi itu dibahas masalah pendidikan di mana yang sangat penting untuk anak. Dan sesi ketiga yang merupakan sesi penutup digelar di Gedung Indonesische Clubgebouw di Jalan Kramat Raya 106. Saat itu rumusan Sumpah Pemuda terlahir.

        Sumpah Pemuda diselenggarakan dengan tujuan yang jelas, yakni sebagai pergerakan bangsa yang mencakup:

  1. Membangkitkan jiwa dan sikap nasionalisme pemuda dan pemudi serta seluruh rakyat Indonesia untuk melawan dan mengusir penjajah.
  2. Mengokohkan serta menebalkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
  3. Memperluas upaya-upaya untuk mencapai kemerdekaan Indonesia
  4. Menghilangkan rasa kedaerahan yang selalu menjadi penghalang persatuan rakyat Indonesia.
  5. Mewujudkan cita-cita untuk mengumpulkan seluruh pemuda dan pemudi Indonesia.

 

B.  Pembahasan

  1.  Internalisasi Nilai Persatuan Bangsa

     Menurut Kamus Ilmiah Populer ( Desy Anwar: 2009) internalisasi yaitu pendalaman, penghayatan terhadap suatu ajaran, doktrin atau nilai sehingga merupakan keyakinan atau kesadaran akan kebenaran suatu doktrin atau nilai yang diwujudkan dalam sikap dan prilaku. Internalisasi pada hakikatnya adalah sebuah proses menanamkan sesuatu dalam hal ini nilai persatuan bangsa.

    Sedangkan menurut Wikipedia.com internalisasi adalah proses pemasukan nilai pada seseorang yang akan membentuk pola pikirnya dalam melihat makna realitas pengalaman. Nilai-nilai tersebut bisa jadi dari berbagai aspek, baik budaya, pendidikan, agama maupun norma sosial lainnya.

Selanjutnya dikutip dari KBBI.web.id  internalisasi adalah penghayatan, atau proses falsafah Negara secara mendalam berlangsung lewat penyuluhan, penataran, dan sebagainya.

    Contoh internalisasi budaya yang seringkali terjadi dalam masyarakat adalah yang diteladankan oleh orang tua atau tokoh masyarakat, seperti ungkapan “ Bersatu Kita Teguh Bercerai Kita Runtuh”. Ini sebuah ungkapan yang mengejawentah dalam diri suatu masyarakat. Sehingga semua orang merasa memiliki satu sama lain. Dengan bersatu mereka akan teguh (kuat) dan apabila mereka tidak bersatu maka akan bercerai-berai (runtuh).

    Pada pendidikan, kita juga dapat melakukan internalisasi, seperti karakter, pola hidup, dan norma. Melalui serangkaian proses yang panjang dalam internalisasi inilah, setiap individu dapat belajar menghayati, meresapi dan kemudian melaksanakannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

      Internalisasi juga dapat dilakukan pada bidang Agama. Di dalam agama atau keyakinan ini tidak terlepas dari yang namanya internalisasi yang sudah banyak sekali dilakukan, seperti pembangunan tempat ibadah contohnya masjid, gereja, vihara, kelenteng dan lain-lain.

Internalisasi nilai persatuan bangsa sangat penting, karena hal ini berhubungan erat dengan eksistensi bangsa itu sendiri. Apabila penanaman nilai persatuan bangsa tidak dilakukan sejak dini, maka besar kemungkinan bangsa kita akan punah.

    Namun sangatlah mustahil internalisasi nilai persatuan bangsa secara objektif dalam berbangsa dan bernegara dapat terlaksana dengan baik tanpa didukung realisasi pelaksanaannya baik individu maupun kelompok. Sudah saatnya pemerintah menyediakan ruang baca dan buku-buku, video atau pameran secara massif berkenaan dengan makna dan hakikat persatuan bangsa. Juga perlu support dan dukungan yang kontinyu dari lembaga atau instansi yang terkait, seperti Lemhannas RI.

  1. Generasi Milenial

    Dari www.tirto.id, disebut generasi milenial karena satu-satunya generasi yang sempat melewati millennium kedua semenjak teori generasi ini diutarakan pertama kali oleh sosiolog Karl Mannheim pada tahun 1923 melalui esainya yang berjudul “ The Problem if Generation”.

Berdasarkan teori Mannheim, para sosiolog di Amerika Serikat membagi manusia ke dalam beberapa generasi, yakni:

  1. Era depresi
  2. Perang dunia II
  3. Pasca-PD II
  4. Baby boomer I
  5. Baby boomer II
  6. Generasi X
  7. Generasi Y (milenial)
  8. Generasi Z
  9. Generasi Alfa

Ciri generasi milenial selalu ingin ideal, misalnya dalam masalah pekerjaan. Mereka mau dapat tempat kerja yang sesuai dengan passion-nya. Sebab,menurut mereka bekerja sesuai passion itu merupakan salah satu life goals yang harus terpenuhi.

    Agar nilai persatuan bangsa dapat diterima oleh generasi milenial maka mau tidak mau orang tua, guru dan tokoh masyarakat memahami  passion mereka. Apabila kita sudah dapatkan passion tersebut maka akan mudah melakukan internalisasi nilai persatuan bangsa.

    Dunia generasi milenial sangat erat dengan dunia digital atau teknologi terbarukan, maka tidak salah jika orang dewasa harus menggunakan media tersebut untuk “menarik” mereka meneladani dan menjadikan idola tokoh pemuda jaman dulu dan sekarang yang sudah “mendunia” namun tetap menunjukkan rasa nasionalisme yang besar untuk persatuan dan kesatuan bangsa.

Tentu saja informasi, sosialisasi, orientasi dan edukasi berkenaan dengan nilai persatuan bangsa dikemas dan disajikan dengan bahasa, konten, gaya dan life goals generasi milenial. Bisa dalam bentuk games, video animasi, komik atau vitur-vitur IT lain yang sudah akrab dalam kehidupan mereka.

 

C.   Penutup

      Agar internalisasi nilai persatuan bangsa dapat terwujud bagi generasi milenial, maka semua elemen bangsa mempunyai tanggung jawab yang sama. Cara yang paling efektif adalah dengan memahami passion mereka ditambah dengan penggunaan teknologi sebagai media menyampaikan pentingnya internalisasi nilai persatuan bangsa.        

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Keith Foulcher,2018. “ Sumpah Pemuda: Makna dan Proses Penciptaan Simbol Kebangsaan Indonesia” diterjemahkan oleh Daniel Simatupang,dkk Penerbit: Komunitas Bambu. Jakarta.

Desy Anwar , 2009. Kamus Ilmiah Populer. PT. Utama Jaya. Bandung

www.Wikipedia.com

KBBI.web.id.com

www.tirto.id.com