LITERASI DIGITAL ESENSI PENGEMBANGAN  INTELEKTUAL

LITERASI DIGITAL ESENSI PENGEMBANGAN INTELEKTUAL

Oleh : Surya Subur

( Widyaiswara BDK Banjarmasin )

 

Pendahuluan

       Dunia pendidikan saat ini harus terus digeliatkan bahkan ditingkatkan dengan berbagai cara dan peralatan. Tidak harus disebabkan oleh pademi covid19 mencari terobosan dalam pendidikan melainkan dilihat dari situasi dan kondisi apapun, sebab dunia terus maju dan berputar dalam kemajuan. Termasuk literasi yang harus  dikaji oleh berbagai komponen termasuk dunia kediklatan.

      Duhulu kita mengenal literasi dalam bentuk buku-buku yang dipajang diperpustakaan. Buku-buku yang dikarang oleh ahli  dengan berbagai disiplin ilmu yang kita butuhkan. Sekarang literasi semacam itu sudah mulai ditinggalkan. Bahkan oleh kalangan mahasiswa sekalipun, apalagi hanya sekedar ASN yang dituntut untuk meningkatkan pengetahuannya. Buku-buku cetak mulai kurang diminati hal ini disebabkan oleh berbagai alasan seperti kurang praktis, karena harus membeli di toko buku atau datang keperpustakaan terdekat. Diperpustakaan kadang kala sulit menemukan buku-buku up-to-date karena lambannya pergerakan pengadaan buku sesuai tuntutan zaman. Bisa jadi pengarang buku tidak lagi mau mencetak bukunya karena mahalnya biaya cetak. Berbagai alas an di atas, didukung oleh fasilitas sistem yang mengakomodir penulis tidak harus mencetak bukunya melainkan memasukkannya ke dalam sistem baru yang disebut literasi digital.

       Literasi digital memberikan berbagai kemudahan bagi kalangan yang membutuhkan atau haus informasi tentang keilmuan sesuai yang dikehendaki. Para penulis pun tidak harus mencetak tulisannya dalam bentuk buku cetak karena melalui sistem  ini tulisannya tetap dihargai bahkan bernilai sangat baik karena bisa dinikmati oleh seluruh kalangan ilmuwan di seluruh dunia. Bahkan melalui sistem digitalisasi berbagai penerbit dunia menyediakan sarana penerbitan yang bernilai sangat tinggi jika bisa dicetak dimedia ini. Seperti e-journal yang sudah terindeks, scopus, WOS, dan sebagainya bagi dunia pendidik (dosen, widyaiswara, guru, peneliti) dan mahasiswa atau pemburu ilmu lainnya.

Kemajuan teknologi yang memangkas waktu dan kesempatan serta memudahkan untuk eksis ke dunia luar secara cepat dan akurat sesuai dengan tuntutan Pendidikan nasional yang menghendaki mengembangkan kemampuan membentuk peradapan dengan mencerdaskan kehidupan bangsa.    

       Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas dalam  pasal 3 diungkapkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pengembangan potensi peserta didik di atas didukung dengan  prinsip-prinsip penyelenggaraan Pendidikan yang diuangkapkan melalui uraian pasal 4, butir ke  (5) pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis dan berhitung bagi segenap warga masyarakat; (6) pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.

        Budaya membaca, menulis dan berhitung di kalangan masyarakat terasa seakan jauh dari harapan. Jangankah masyarakat pelajar ataupun mahasiswa ada kecendrungan “malas” membaca, sehingga buku cetak menjadi semakin jauh dari mereka. Fenomena ini tidak terlepas dari hal-hal yang menyibukan kalangan masyarakat, mulai dari level pelajar, mahasiswa, hingga masyarakat awan dengan media sosial lain. Alat bantu komunikasi yang semakin canggih seperti handphone (HP) dengan fasilitas android menjadi salah satu penyebab semakin jauhnya minat baca, menulis di kalangan mereka. Kesibukan bermain HP dengan berbagai fasilitas media sosial, seperti whatshapp, Instagram, facebook dan lain-lain menjadikan kegiatan menulis dan membaca ilmiah menjadi “langka”. Langkanya kebiasaan membaca berbanding terbalik dengan membaca WA, atau FB dan lain-lain. Melihat fenomena ini kalangan pendidik harus pandai mengambil aspek positifnya yakni tetap memberikan kebebasan bagi peserta didik untuk tetap menggunakan media sosial akan tetapi   dimasukkan konten-konten bernuansa mendidik. Dengan demikian akan memaksa peserta didik atau mahasiswanya belajar,  membaca atau mencari data  dengan dunianya ini. Tidak dapat dipungikiri dunia digital memberikan banyak manfaat positif jika dikelola dan dikembangkan dengan baik dan terencana atau dengan tujuan tertentu seperti pengembangan potensi keahlian atau tujuan positif lainnya.

       Berbagai prinsip  penyelenggaraan pendidikan sebagaimana tertuang dalam bab III pasal 4 di atas, menggambarkan bahwa pendidikan pada prinsipnya berjalan secara demokratis dan berkeadilan dengan tidak adanya sikap diskriminasi pada anak bangsa yang beragama. Prinsip ini sejalan dengan prinsip yang ada di sistem digitalisasi. Di dalam literasi digital tidak membedakan antar anak bangsa, baik suku, agama atau status sosial  dalam hal penyerapan informasi Pendidikan apapun, hal tersebut tergantung pada kemampuan menyerap teknologi dan kemauan untuk berubah kearah yang lebih maju. Literasi digital  memanfaatkan sumber pembelajaran yang sangat terbuka bahkan semua sisi bisa ditemukan disini.  Dengan demikian seluruh anak bangsa mempunyai hak yang sama dalam mendapatkan pelayanan pendidikan. Di samping itu, pendidikan di Indonesia diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistematik dengan sistem terbuka dan mengandung makna yang dapat difahami oleh seluruh komponen bangsa. Hal mendasar yang hendaknya difahami oleh seluruh komponen pendidikan adalah pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Juga pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreatifitas peserta didik dalam proses pembelajaran. Untuk dapat mencapai itu semua diperlukan koordinasi yang sistemik antara pengambil kebijakan dengan penyelenggara pendidikan di lapangan.  Berjalannya koordinasi  antar komponen pendidikan tersebut  akan berjalan dengan baik,  efektif dan efisien jika  ada sistem yang mengatur, yakni sistem informasi pendidikan melalui media pendidikan berbasis digital.

       Sistem informasi pendidikan sebagai bagian penting dalam dunia pendidikan tidak akan terlepas dengan sistem pengembangan sumber daya manusia (SDM) pendidikan, karena SDM inilah yang menjadi objek sekaligus subjek dari informasi itu sendiri. Sistem informasi dalam dunia pendidikan merupakan sistem yang dibangun dalam proses pembelajaran. Informasi pembelajaran antara guru dengan peserta didik atau sebaliknya. Salah satu sarana informasi yang harus dikuasai oleh guru dan peserta didik adalah sistem pembelajaran yang memanfaatan media digital berbasis jaringan.

Menurut Rivai (2010), informasi berkaitan dengan perencanaan sumber daya manusia yaitu mata rantai kritis untuk menuju keberhasilan berbagai kemungkinan bagi perencanaan sumber daya manusia. Dalam perannya, volume, kualitas dan ketepatan waktu informasi dapat menyediakan potensi baru untuk kemajuan manusia dalam bertindak untuk menghadapi berbagai rintangan yag besar untuk kemajuan dan perkembangan perencanaan tersebut.

        Sistem teknologi informasi mengandung makna yang mengarah pada proses perencanaan, pelaksanaan pendidikan yang mampu menjembatani berbagai sistem yang ada di dalam lembaga pendidikan. Sebagaimana kita ketahuai bersama dalam  lembaga pendidikan ada berbagai komponen yang saling terkait satu dengan yang lain, komponen tersebut adalah  pimpinan (leader), pelaksanana (guru-guru dan tenaga administrasi) dan masyarakat (orang tua peserta didik). Ketiga komponen ini harus selalu bersinergi untuk mencapai tujuan pendidikan yang akan diperloleh oleh peserta pendidikan (peserta didik). Sinergitas antara pimpinan, pelaksana dan masyarakat dalam hal pemanfaatan digital merupakan keniscayaan. Sehingga mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi pelaksanaan dipersiapkan secara matang.

      Kepala madrasah misalnya, dalam sebuah Lembaga Pendidikan di madrasah tidak akan bisa berjalan dengan baik kalau tidak mampu membangun sebuah sistem teknologi informasi digital yang tepat yang bisa memudahkan segala tata laksana kepemimpinan. Sistem informasi yang dapat menggerakkan stakeholder untuk bekerja sesuai dengan arahan dan tanggung jawabnya masing-masing. Sistem yang dapat membangun komunikasi antara kepala madrasah dengan guru-guru, antara sesama guru, antara guru dengan penata usaha, atau antara guru-guru sejenis di lingkungan lembaga madrasah dalam suatu daerah tertentu.

 

Permasalahan

       Permasalahan yang dihadapi dalam  pemanfaatan literasi digital dunia pendidikan memasuki era digital saat ini lebih kepada kompetensi sumber daya. Baik sumber daya manusia maupun sumber daya teknologi yang dimiliki masing-masing lembaga pendidikan. Terbukanya sistem teknologi informasi tidak serta merta dapat diikuti oleh sumber daya manusianya. Ada beberapa faktor penyebab  diantaranya faktor pengguna di kalangan ‘kolonial’. Yang dimaksud kalangan kolonial dalam tulisan ini adalah para pendidik yang sudah termakan usia yang tidak mampu lagi mengakses dunia digital dengan berbagai alasan. Kondisi ini paling tidak mempengaruhi keberhasilan dunia pendidikan di era digital saat ini. Salah satunya dalam hal memotivasi kearah digitalisasi pembelajaran bagi peserta didiknya. Juga sebagian masyarakat yang tidak terbiasa dengan digitalisasi pendidikan juga  merupakan faktor yang harus diperhatikan pemerintah, seperti  masyarakat pinggiran yang jauh dari jangkauan digital atau masyarakat bawah yang sulit menjangkau sarana pendidikan berbasis digital. Inilah permasalahan yang memerlukan solusi cerdas untuk kemajuan anak bangsa di zaman semakin serba cepat.

  

Pembahasan

      Mengatasi permasalahan klasik kaum ‘kolonial’ terhadap literasi digital tidak ada jalan lain memberikan pemahaman tentang apa itu literasi digital dan cara pemanfaatannya. Berbagai cara dapat dilakukan untuk menanamkan pemahaman ini diantaranya melalui pelatihan tekonologi informatika computer, workshop, desiminasi dengan ahli dan sebagainya. Apabila telah cukup dimengerti maka dicarikan literasi yang disesuaikan dengan pemahaman dasar yang sudah dimiliki sehingga akan mudah menerapkan dalam dunia pendidikan yang menjadi objek peningkatan.

       Wikipedia Indonesia ensiklopedia bebas mendefinisikan tentang literasi digital adalah pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan media digital, alat-alat komunikasi, atau jaringan dalam menemukan, mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi, dan memanfaatkannya secara sehat, bijak, cerdas, cermat, tepat, dan patuh hukum dalam rangka membina komunikasi dan interaksi dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan definisi di atas seseorang yang literit terhadap teknologi digital adalah mereka  berpengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan media digital yang didalamnya sebagai alat komunikasi atau memahami jaringan yang berbasis internet untuk menemukan hal-hal yang terkait dengan pengembangan diri, mengevaluasi berbagai kegiatan, menggunakan dan membuat informasi seerta memanfaatkannya secara sehat, cerdas tetap dan patuh hokum dalam membina komunikasi dengan berbagai kalangan dalam kehidupan sehari-hari. Kata kuncinya adalah mereka yang literit terhadap digital paling tidak mengetahui dulu apa itu digital, perangkat pendukung dan cara memanfaatannya. Bagi para pendidik pengetahuan dasar tentang digitalisasi sudah cukup apalagi terkait konten pembelajaran atau bahan ajar. Yang perlu menjadi perhatian adalah pengetahuan dan kecakapan tentang media digital. 

      Pengertian lain mengenai literasi digital diartikan sebagai kemampuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk mengkomunikasikan konten atau informasi dengan kecakapan kognitif dan teknikal. Dari pengertian ini kalangan pendidik sepertinya masuk dalam katagori ini. Basisnya adalah penguasaan teknologi dan komunikasi yang sudah biasa mereka lakukan dalam proses pembelajaran setiap hari. Artinya para penggiat pendidikan tidak terlalu dibebani dengan fitur-fitur teknologi terkait dengan proses pembelajaran. Penguasaan akan teknologi informasi dan komunikasi yang baik sudah bisa menjalankan visi misi pendidikan. Hanya saja teknologi informasi yang dikuasai dapat memuat konten pembelajaran yang akan dikomunikasikan kepada peserta didik. Teknologi yang diperlukan dalam mengkomunikasikan konten pembelajaran dalam TIK adalah power point, exel, dan word. Ketiga aplikasi tersebut cukup memadai untuk dikuasai para penggiat pendidikan sebagai sarana menyimpan konten yang akan dikomunikasi kepada peserta didik. Penguasaan teknologi lainnya adalah menyampaikan konten yang sudah dimuat dalam aplikasi power poin atau word dan lain-lain ke dalam jaringan digital sehingga informasi tersebut bisa disampaikan ke peserta didik. Penyemapaiannya bisa dalam bentuk WAG, zoom meeting, zoom cloud meeting, webex, microsof teams dan sebagainya.

      Definisi lain dari Wikipedia tentang digital literasi adalah lebih cenderung pada hal hal yang terkait dengan keterampilan teknis dan berfokus pada aspek kognitif dan sosial emosional dalam dunia dan lingkungan digital.  Pengertian ini menitik beratkan pada pelaku untuk cenderung pada aspek keterampilan teknis tentang dunia digital. Bagi dunia pendidikan di sekolah umum atau non keterampilan yang masing-masing memegang mata pengajaran yang bersifat kognisi maka ini menjadi kurang popular, karena hampir setiap pendidik  ketiadaan waktu menjadi menjadi terampil pada bidang teknologi. Akan tetapi ini bisa menjadi dasar motivasi kepada peserta didik jika mereka dapat menguasai hingga terampil secara teknis maka manfaatnya tiada terhingga bagi dirinya dan masa depannya. Pendidik dapat memberikan penguatan bahwa  masa depan dunia  adalah masa dunia digital.

      Anggapan lain tentang literasi digital terkait dengan masyarakat pengguna dunia digital. Definisi ini menyatakan literasi digital merupakan respons terhadap perkembangan teknologi dalam menggunakan media untuk mendukung masyarakat memiliki kemampuan membaca serta meningkatkan keinginan masyarakat untuk membaca. Pendapat ini langsung kepada bentuk literasi yang dimanfaatkan sebagai sumber belajar atau sumber ilmu pengetahuan melalui membaca. Pendapat ini mengarahkan kepada masyarakat untuk memasuki dunia digital manakala menginginkan informasi tentang apa yang menjadi sasaran pengetahuan baginya. Di dalam dunia digital tidak ada yang tidak mungkin karena sudah menjadi komsumsi dunia. Dengan kata lain amenguasai dunia digital, maka masyarakat akan melek informasi, karena di dalamnya tidak ada lain yang dapat disembunyikan lebih-lebih dunia ilmu pengetahuan.

     Literasi digital yang sudah menjadi bagian tak terpisahkan bagi peminat ilmu pengetahuan tentu akan menjadi potensi ilmu pengetahuan. Artinya melalui literasi digital akan membuka potensi pengetahuan bagi mereka yang menghendakinya. Apakah itu pendidik, peneliti, pembaca biasa, pembaca akademik dan sebagainya. Ia akan menjadi potensi pengetahuan yang tiada berbatas. Ilmu pengetahuan yang terus tumbuh dan terbuka dari pelosok dunia manapun. Karenanya merupakan keniscayaan bagi kita untuk mempelajari dan mengkaji lautan digital sebagai penguat kompetensi keilmuan kita masing-masing.

 

Simpulan

     Literasi digital sesungguhnya merupakan lanjutan dari literasi pustaka, yaitu literasi berbasis perpustakaan atau literasi berbasis buku bacaan. Literasi ini melengkapi sumber-sumber bacaan dalam bentuk buku atau hasil penelitian yang dicetak atau dipublikasikan. Karenanya, penggiat literasi digital tidak harus melupakan literasi cetak. Sehingga hasil yang didapatkan dari kajian literasi digital hendaknya dipublikasikan dalam bentuk tulisan yang dicetak dalam bentuk buku-buku bacaan. Mengapa demikian? Karena kita menyadari bahwa tidak semua masyarakat kita mampu masuk ke dalam literasi digital. Ada yang lebih menyukai datang ke toko-toko buku hanya sekedar mencari buku terbaru sesuai dengan kebutuhan mereka. Itulah sebabnya, literasi digital seberapapun hebat dan mudahnya amengakses pengetahuan tidak lebih baik mengakses pengetahuan melalui buku-buku yang sudah resmi diterbitkan.

 

Kepustakaan