MENARI BERSAMA RUMI
Oleh : H. Yasir Arafat
Jangan berduka. Apapun yang hilang darimu
akan kembali lagi dalam wujud yang lain
(Rumi)
Maulana Jalaluddin Rumi Muhammad bin Hasin al Khattabi al-Bakri atau sering pula disebut dengan nama Rumi adalah seorang penyair sufi abad ke-13. Dilahirkan di Balkh pada tanggal 6 Rabiul Awwal tahun 604 Hijriah atau tanggal 30 September 1207 Masehi. Rumi dikategorikan sebagai salah satu penyair terbesar sepanjang masa. Dalam 25 tahun sisa hidupnya, ia telah menyusun lebih dari 70.000 bait puisi.
Tulisan tentang Rumi yang sangat bagus berjudul “ Sufisme Dalam Pemikiran Jalaluddin Rumi Dilihat Dari Sudut Pandang Epistemologi”, karya Hery Dwi Prasetyo memaparkan latar belakang tentang tarian dalam aliran sufisme Rumi. Suatu pagi seorang pandai besi yang juga seorang darwis bernama Shalahuddin Faridun Zarkub menempa besinya. Pukulan itu kontan membuat Rumi menari hingga mencapai keadaan ektase. Lalu secara spontan dari mulutnya mengalir ujaran-ujaran mistis dalam bentuk puisi. Setelah melembaga, tarian ini sering dilakukan Rumi selepas salat isya di jalanan kota Konya, diikuti para darwis lainnya. Bagi Rumi menari adalah Cinta. Ia tidak berhenti menari karena ia tak pernah berhenti mencintai Tuhan.Tarian itu juga yang membuat peringkatnya dalam inisiasi sufi berubah dari yang mencintai jadi yang dicintai. Rumi menyebut tariannya itu dengan sama’ ( tarian whirling dervishes).
Mari kita menari bersama Rumi dengan membaca puisi-puisi sufistiknya yang menawan, mendalam dan dengan pilihan diksi yang tak terbandingkan. Saya kutip salah satu puisinya dalam Kitab Matsnawi yang menjadi magnum opos. Kitab ini terdiri dari enam jilid dan berisi 25.000 bait.
Jiwamu diciptakan di dunia
hanya untuk menemani jiwaku
menjelajahi samudera kehidupan sampai akhir
Yang aku butuhkan bukan jasadmu yang fana
tapi jiwamu untuk kubawa kembali
dalam keabadian tanpa batas ruang dan waktu
Kamu juga tahu, karena rasa yang sejati
tak akan pernah bisa diingkari dari hati yang paling dalam
karena itu berasal dari samudera ilahi
dan terbebas dari nafsu hewani dan ego
itu yang disebut cinta sejati
Akan kubangunkan jiwamu yang sudah lama tertidur
supaya tersadar dalam kesadaran surgawi
karena aku adalah engkau dan engkau adalah aku
aku melihat Tuhanku dengan mata dari mata hatiku
Aku berkata, “ Tidak ada keraguan, hanya Engkau yang ada,
hanya Engkau,hanya Engkau”.
Engkaulah satu-satunya yang memasuki setiap rasa
dimanapun rasa yang kucari di dalamnya ada pada diri-Mu
Tidak ada cara untuk mengetahui diri-Mu
dimanapun kami mencarinya, sebab di setiap tempat yang kami
temui hanya diri-Mu
tak akan sanggup aku berkhayal tentang diri-Mu
karena kami tidak mengetahui tentang-Mu
Tak ada satu pengetahuanpun yang dapat
mengetahui tentang diri-Mu kecuali pengetahuan yang datang
dari diri-Mu untuk mengetahuinya
Dalam kehilangan diriku aku melihat diri-Mu
dan semakin kumencari diriku dalam diri-Mu
yang kutemukan hanya diri-Mu
Salah satu fokus gagasan Rumi yang sebagian besar diungkapkan dalam puisinya yaitu tentang pentingnya cinta. Mengapa cinta? Sebab dengan cinta manusia bisa bersatu dengan Pencinta Agung yaitu Allah. Rumi sebagaimana kaum sufi lainnya selalu mengingatkan kepada manusia agar terus menerus berupaya mendekatkan diri kepada Allah yaitu dengan cara mencintai-Nya sepenuh hati.