Menulis Sebagai Terapi Jiwa
“Mulailah dengan menuliskan hal-hal yang kau ketahui.
Tulislah tentang pengalaman dan perasaanmu sendiri”
(J.K. Rowling)
Masih ingat film “Habibie dan Ainun”? Film yang diangkat dari kisah nyata mantan Presiden B.J. Habibie dan istrinya, berdasarkan buku yang ditulis oleh B.J. Habibie sendiri. Pasalnya sepeninggal Ainun, B.J. Habibie tenggelam dalam rasa kehilangan dan kesedihan yang teramat sangat. Psikosomatis malignant istilahnya. Menurut B.J. Habibie, tim dokternya mengatakan, jika beliau tidak berbuat apa-apa, maka kondisi jiwa dan raganya akan terganggu dan rusak. Lalu tim dokter memberikan 4 pilihan.
- Dirawat di rumah sakit jiwa
- Tetap di rumah, namum dalam pengawasan tim dokter Indonesia dan Jerman
- “Curhat” kepada orang terdekat
- Menulis
B.J. Habibie memilih menulis. Dan dalam waktu 2,5 bulan, jadilah buku berjudul “Habibie dan Ainun” yang ditulisnya dalam keadaan depresi dan kesedihan yang tak bisa dilukiskan. Setelah menyelesaikan buku tersebut, berangsur-angsur fisik dan mental beliau membaik dan semakin sehat.
Menulis tentang pengalaman hidup yang berharga dapat meningkatkan kesehatan. Menulis dalam jangka panjang dapat menurunkan stress, meningkatkan sistem imun, menurunkan tekanan darah, mempengaruhi mood, merasa lebih bahagia, bekerja dengan lebih baik, dan dapat mengurangi depresi. Sedangkan dalam aspek sosial dan perilaku, menulis dapat meningkatkan memori, kemampuan sosial dan linguistik. Menulis dapat menyembuhkan penyakit mental akibat masalah sosial atau trauma akibat peristiwa berat di masa lalu, dan dengan menulis kesehatan seseorang, terutama bagian jiwanya akan menjadi lebih baik (Pennebaker & Beal).
Pernyataan Pennebaker & Beal senada dengan pendapat Karen Baikie, psikolog dari University of New South Wales, bahwa dengan menuliskan peristiwa-peristiwa traumatik, penuh tekanan, serta emosi, dapat memperbaiki masalah fisik dan mental seseorang.
Orang yang sedang menulis sedang mengasah otak kirinya, yang berkaitan dengan analisa dan rasionalitas. Saat melatih otak kiri menulis, otak kanan akan bebas untuk berkreasi, dan memperkuat intuisi.
Selain bermanfaat untuk kesehatan jiwa, menulis juga merupakan cara ampuh untuk mengenali diri sendiri. Silakan menulis sesuai dengan genre Anda. Ada tulisan fiksi dan nonfiksi. Mana yang paling bagus? Kedua-duanya bagus. Dan kedua-duanya bisa menjadi medium menyampaikan ide, gagasan, pengalaman, dan perasaan kepada pembaca. Tulisan fiksi dapat menggambarkan hal-hal yang tak bisa diungkapkan tulisan nonfiksi, begitu juga sebaliknya. Salah satu bentuk contoh tulisan fiksi adalah puisi.
Saat kita memilih kata, dan merangkainya menjadi sebuah puisi, pada dasarnya kita sedang mencipta sebuah karya yang menggambarkan kondisi diri. Apakah sedang sedih, marah, terluka, kecewa, rindu atau bahagia. Cobalah menulis puisi, meski Anda adalah penulis dengan genre nonfiksi. Bikinlah puisi, sebab puisi telah memanusiakan kita, memanusiakan kehidupan manusia.
Saya mencoba mengaplikasikan pendapat J.K. Rowling, dan terciptalah bait-bait di bawah ini:
PADA PANAS AKU BICARA
PADA HUJAN AKU MENGADU
Meski panas, aku tetap bicara
tentang beribu harapan agar dapat bertemu kembali denganmu
aih…ini bukan sebuah romantisme belaka
jiwaku tak rela lepas pada bayangmu
ragaku tak sudi memalingkan muka
Pernah kucoba tak peduli padamu
berlaku acuh tentangmu
oh…aku meleleh
luruh
rusak
beku
dalam duka-lara yang memilukan
dalam sedu-sedan yang berkepanjangan
Meski hujan, aku tetap mengadu
tentang mimpi-mimpi indah yang terus kurajut dengan sendu
amboi… alangkah bahagianya diri
jika semua menjadi ada
jika segala menjadi nyata
Pernah kutusuk diri dengan mematikan rindu
terluka dadaku
berdarah tanganku
bulir air mata bercampur nanah
perih sekali terasa
tersayat sembilu menganga
aku tak bisa mencari obat
selain kusebut namamu,sahabat?
dan seketika berkelebat wajah semburat
yang telah lama bersemayam didalam jiwa yang sekarat
Pada panas aku bicara
agar berpendar cahaya
pada hujan aku mengadu
semoga ada waktu
Agar asa, rasa, dan rindu berpadu
ke dalam ruang hampa yang syahdu
bersenandung
dalam buaian kidung
yang kita nikmati
sampai akhir nanti
Yasir Arafat HZ