RADIKALISME….PART.II ( Historika )
  • 17 Februari 2022
  • 553x Dilihat
  • Opini

RADIKALISME….PART.II ( Historika )

Petikan Part.I……Ada aspek *diakronis bekerja dalam kata, yang memperlihatkan bahwa sejarah telah bekerja mengubah makna atau arti. Jika awalnya setidaknya bermakna “netral” atau bahkan cenderung “positif,” maka kini makna istilah radikal cenderung berubah menjadi sepenuhnya “negatif.”

     Disini dapat difahami bahwa pergeseran arti sebuah kata atau istilah yang digunakan oleh masa tergantung situasi atau kondisi politik yang berlaku saat itu. Pihak yang berkepentingan dalam penggunaan kata tertentu yang menginginkan penggiringan pemahaman kata tersebut untuk mendukung apa yang memang diinginkan atau yang menjadi tujuan dari penggunaan kata tersebut adalah penguasa atau rezim.

     Khusus untuk kata Radikal, beberapa peristiwa sejarah mencatat bahwa penggunaan istilah ini pernah digunakan oleh penguasa penjajah Belanda. Pada waktu itu untuk memberikan label “negative” kepada para pemuda, tokoh-tokoh pergerakan, dan kaum agama ( seperti Dr.Soetomo,Sjahrir, M.H.Thamrin, Soekarno dan lain-lain ) yang menginginkan perubahan perubahan kebijakan penjajah yang menyengsarakan rakyat baik pada segi Pendidikan, social, maupun ekonomi, bahkan yang menginginkan kemerdekaan. Penajajah Belanda antara lain melabeli gerakan-gerakan dan organisasi tersebut dengan istilah “EKSTREMIS” atau “RADIKAL”.Tentu saja harapannya agar masyarakat menilai bahwa Gerakan atau organisasi tersebut mempunyai tujuan negative dan tidak didukung massa. Sehingga apapun Tindakan keras dan represif yang akan dilakukan penjajah Belanda terhadap tokoh-tokoh pemuda dan pergerakan bisa “DIBENARKAN”.

     Contoh sejarah lainnya  pahlawan kita, Pangeran Diponegoro diberi gelar radikal oleh Belanda sebab beliau dengan tegasnya melawan kebijakan kolonial Belanda, menolak keputusan Belanda yang membangun jalan yang menyigar makam leluhurnya. 

     Para pejuang seperti Cut Nyak Dien, Teuku Umar, Laksamana Malahayati, Cik Di Tiro, Panglima Polim, Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Nanrenceh, Sultan Hasanuddin, Ranggong Daeng Romo, Kiai Abdullah Sajjad, Sunan Cendana, Jenderal Sudirman oleh penjajah Belanda juga dijuluki sebagai kaum radikal. 

     Kata radikal disematkan kepada mereka, sebab mereka tidak mau tunduk kepada penjajah, demi mempertahankan martabat dan kemerdekaan negeri ini. Bagi penjajah, mereka radikal, bagi rakyat mereka adalah pahlawan.

     Selain khasanah arti negative seperti diatas, pengertian netral atau bahkan cenderung positif dari penggunaan istilah radikal juga terlihat pada tulisan Mitsuo Nakamura. Dalam sebuah artikel yang dipublikasikan di Asian Southeast Asian Studie Vol. 19, No. 2 th. 1981, Nakamura menyebutkan bahwa Nahdlatul Ulama adalah organisasi yang berwatak “tradisionalisme radikal”. Istilah tradisionalisme radikal ini sengaja dipilih Nakamura untuk menggambarkan karakteristik NU sebagai organisasi otonom dan independen.

     Dalam peristiwa lain, istilah Radikal yang dianggap positif adalah dalam bidang ekonomi dan Industri. Sejarah mencatat bahwa Revolusi Industri dimulai pada akhir abad ke-18. Saat itu, terjadi peralihan dalam penggunaan tenaga kerja di Inggris.  Peralihan tersebut yaitu dari yang sebelumnya menggunakan tenaga hewan dan manusia, diganti dengan tenaga mesin yang berbasis manufaktur. Istilah Revolusi Industri sendiri diperkenalkan oleh Friedrich Engels dan Louis Auguste Blanqui, seorang pemimpin pabrik tekstil

     Revolusi Industri dimulai dari Britania Raya yang kemudian menyebar ke seluruh Eropa Barat, Amerika Utara, Jepang, sampai ke seluruh dunia.  Adapun faktor-faktor yang menyebabkan munculnya Revolusi Industri, yaitu:

  • Situasi politik yang stabil Inggris kaya akan bahan tambang, seperti batu bara, biji besi, timah, dan kaolin. 
  • Adanya penemuan baru di bidang teknologi yang dapat mempermudah cara kerja dan mampu meningkatkan hasil produksi. 
  • Kemakmuran Inggris akibat majunya pelayaran dan perdagangan sehingga dapat menyediakan modal yang besar untuk bidang usaha. 
  • Pemerintah memberikan perlindungan hukum bagi hasil-hasil temuan baru (hak paten) sehingga mendorong kegiatan penelitian ilmiah. 
  • Arus urbanisasi yang besar akibat Revolusi Agraria di pedesaan mendorong pemerintah Inggris untuk membuka industri yang lebih banyak.

     Dari Ulasan diatas dapat kita ambil beberapa kesimpulan penting menyangkut arti / khasanah pemahaman dari penggunaan kata Radikal, yaitu : Pemahaman Kata atau istilah Radikal tergantung pada siapa yang menggunakan dan kepada siapa ditujukan

  1. Bila digunakan oleh kaum intelektual, kaum moderat, reformis, pengamat social, dan ilmu pengetahuan, istilah radikal berarti positif. Karena kata/istilah radikal menunjukan perubahan dari suatu metode,pemahaman, atau system yang sebelumnya kurang efektif, kurang maju, dan kurang bisa memberikan kebaikan bagi orang banyak menjadi lebih baik, lebih ekonomis, dan lebih maju lagi.
  2. Namun bagi penjajah atau kaum penguasa tiran, kata/istilah Radikal diarahkan bahkan dipaksakan untuk difahami secara negative. Mereka memaksakan kata/istilah Radikal sebagai pengganggu, pengacau, anti kemapanan, perusuh, bahkan pemberontak kekuasaan.


Sumber :

  • Indonesia.go.id
  • Putri Hanifah, C.NNLP (Mahasiswi Sastra Arab Universitas Negeri Malang, Fasilitator Rumah Tahfidz Balita dan Anak, Pengajar Muhadharah RBT Al Khansa