REVMEN DAN INTEGRITAS BERBASIS NILAI-NILAI AGAMA (Surya Subur)
Surya Subur
Widyaiswara BDK Banjarmasin
I Pendahuluan
Revolusi mental bagi bangsa Indonesia merupaka sebuah keniscayaan. Dari berbagai sudut pandang bangs aini telah mengalami krisis diberbagai lini. Dalam sebuah penyampaian Dr. Abdullah Ubaid, melancir minimal ada 5 yang mendasari mengapa revolusi mental harus dilakukan bagi seluruh lapisan masyarakat. Ke- 5 hal tersebut adalah krisis identitas, lemahnya etos kerja, tidak berdaya saing, krisis integritas, dan pandemik korupsi.
Pada bahan tayang revolusi mental saat TOT Revolusi Mental (2016), merumuskan paling tidak ada 4 hal yang mendasar mengapa Gerakan revolusi mental itu harus dilaksanakan dalam setiap lini kehidupan berbangsa dan bernegara. Ke-4 hal tersebut adalah:
A. Krisis moral
Krisis moral bangsa ini hampir memasukan titik nadir. Nilai-nilai luhur bangsa ini telah luntur. Kebenaran menjadi sesuatu yang langka. Orang jujur, berperilaku baik, dan bersih justru tidak popular. Mereka yang baik justru menjadi musuh bersama. Di kalangan budayawan atau seniman menyatakan bahwa peradapan bangsa Indonesia sedang diuji. Ada yang salah tentang nilai, nilai luhur bangsa sedang dilupakan atau sengaja untuk ditinggalkan.
B. Intoleransi
Toleransi yang sering dikaitkan dengan agama sering menjadi alas an untuk melakukan kekerasan atas dasar agama. Masing-masing mereka benar tentang apa yang mereka lakukan. Padahal agama mengajarkan akan kedamaian, akan persaudaraan, cinta kasih sesama. Hanya karena kesalahfahaman bisa mengacam NKRI. Dalam sebuah diskusi diungkapkan bahwa saat ini toleransi telah mengalami kemunduran dari 15 tahun yang lalu.
C. Pemerintah ada tapi tidak hadir
Pemerintah ada namun tidak hadir, merupakan ungkapan kekecawaan sebagian masyarakat atas kasus-kasus yang terjadi di kalangan mereka. Pemerintah tidak mendengarkan suara rakyat. Ada tapi tidak hadir. Dari aspek birokrasi. Birokrasi sekarang gendut, berbelit dan rapuh. Rakyat terkadang harus prosedur yang rumit, belum lagi ada istilah “kalau bisa lambat mengapa harus dipercepat.” Dari aspek hukum, penegakan hukum tidak jelas mana yang benar dan mana yang salah, tergantung pada lobby. Di samping itu banyak pejabat yang melakukan imunitas terhadap pelaku kejahatan, bahkan dibentangkan dengan karpet merah. Akhirnya masyarakat mengalami hilang kepercayaan kepada pemerintah.
D. Rakyat sebagai obyek pembangunan
Rakyat diperlakukan sebagai obyek pembangunan. Sebagian masyarakat menganggap bahwa perempuan hanyalah msyarakat kelas 2, sehingga tidak perlu diakomodir untuk masuk sebagai wakil rakyat. Seharusnya rakyat dihadikan subyek untuk mendorong lajunya pembangunan. Hal yang harus diubah adalah mentalitat proyek yang dimiliki oleh Sebagian birokrat bangsa ini.
Bangsa besar ini telah kehilangan idenititas, tidak percaya diri karena kompleksitasnya permasalahan yang membuat bangsa ini larut dalam problema memenuhi kebutuhan pribadi masyarakatnya. Kehilangan jati diri sebagai bangsa bangsa yang besar. Kondisi di atas tidak terlepas juga disebabkan oleh etos kerja yang lemah. Masyarakat Indonesia telah kehilangan semangat kerja kemungkinan system kerja bagi bangs aini yang telah membuat lemahnya semangat juang. Para pengusaha Indonesia yang notebenenya adalah pengusaha pribumi di daerah tidak mampu berkembang sesuai tuntutan zaman karena kehilangan daya saing. Pasrah akan keadaan. Para birokrat telah kehilangan integritas yang hal ini juga merambah kepada masyarakat luas, kecuali yang berpegang teguh pada komitmen nilai-nilai agama yang kuat. Kejujuran merupakan sesuatu yang langka saat ini. Berawal dari lemahnya integritas korupsi menjadi pandemik. Disetiap sulit dicari mereka yang tidak korupsi. Inilah yang dasar mengapa bangs aini harus berubah. Harus Kembali kepada khittah perjuangan pendahulu mengisi kemerdekaan dengan semangat membangun dengan kemandirian. Hal ini hanya bisa dicapai manakala seluruh anak bangsa mampu merevolusi mentalnya kearah integritas, etos kerja yang tinggi, dan semangat kebersamaan (gotong royong).
II. Landasan Teori
- Revolusi Mental
Yang mendasari Gerakan revolusi adalah Perpres No. 2 Tahun 2015, tentang RTPJM 2015-2019, yang dalam buku I-6.8 Revolusi karakter bangsa. Menyatakan bahwa revolusi mental dapat dijalankan melalui pendidikan selain melalui kebudayaan yang diturunkan ke sistem persekolahan dan dilaksanakan dalam proses pembelajaran.
Dalam buku II bab 1. Lintas bidang revolusi mental. Menyatakan bahwa Revolusi Mental sebagai gerakan kolektif yang melibatkan seluruh bangsa dengan memperkuat peran semua institusi pemerintahan dan pranata sosial budaya yang ada di masyarakat dilaksanakan melalui internalisasi nilai-nilai esensial pada individu, keluarga , institusi sosial dan masyarakat sampai dengan lembaga-lembaga Negara.
Gerakan revolusi memuat 8 prinsip yaitu:
- Revolusi Mental adalah gerakan sosial untuk bersama-sama menuju Indonesia yang lebih baik.
- Harus didukung oleh tekad politik (political will) Pemerintah
- Harus bersifat lintas sektoral.
- Kolaborasi masyarakat, sektor privat, akademisi dan pemerintah.
- Dilakukan dengan program “gempuran nilai” (value attack) untuk senantiasa mengingatkan masyarakat terhadap nilai-nilai strategis dalam setiap ruang publik.
- Desain program harus mudah dilaksanakan (user friendly), menyenangkan (popular) bagi seluruh segmen masyarakat.
- Nilai-nilai yang dikembangkan terutama ditujukan untuk mengatur moralitas publik (sosial) bukan moralitas privat (individual).
- Dapat diukur dampaknya dan dirasakan manfaatnya oleh warga masyarakat.
Gerakan revolusi mental berdasarkan pada pola pikir yang dituangkan ke dalam rencana strategis Gerakan revolusi mental. Dalam rencana strategis tersebut memuat visi, misi dan tujuan revolusi mental, yaitu:
- VISI REVOLUSI MENTAL:
“Terwujudnya penyelenggara negara dan masyarakat Indonesia yang berintegritas, beretos kerja dengan semangat gotong royong”
2. MISI REVOLUSI MENTAL:
- Mempratekkan dan membudayakan nilai-nilai integritas, etos kerja dan gotong royong penyelenggara negara dan masyarakat.
- Memperluas keterlibatan penyelenggara negara dan masyarakat dalam membangun integritas, etos kerja dan gotong royong.
- Meningkatkan penegakan aturan-aturan yang mengacu pada nilai integritas, etos kerja dan gotong royong terhadap penyelenggara negara.
3. Tujuan Revolusi Mental:
- Membangkitkan kesadaran dan membangun sikap optimistik dalam menatap masa depan Indonesia sebagai negara dengan kekuatan besar untuk berprestasi tinggi dan produktif sehingga menjadi bangsa yang maju dan modern.
- Mengubah cara pandang, cara kerja yang berorientasi pada kemajuan dan kemodernan sehingga Indonesia menjadi bangsa yang besar sejajar dengan bangsa-bangsa lain.
- Mewujudkan Indonesia yang berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan melalui pembentukan manusia Indonesia baru yang unggul.
B. Integritas
Dari bahasa Latin yaitu dari kata integer yang artinya lengkap atau pun utuh. integritas/in·teg·ri·tas/ n mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan; kejujuran;-- nasional wujud keutuhan prinsip moral dan etika bangsa dalam kehidupan bernegara.
IntegritasIntegritas dihadapkan pada tantangan adanya godaan atau peluang untuk melakukan perbuatan tercela. Orang yang berintegritas tidak melakukan perbuatan tercela tersebut, karena ia memiliki keyakinan akan pentingnya menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang ia pegang teguh.
III. Pembahasan
Untuk mewujudkan cita-cita mulia bangsa Indonesia saat ini, revolusi mental merupakan pilihan yang tidak boleh ditunda-tunda lagi. Hanya saja dalam pandangan sebagian masyarakat, revolusi mental hanyalah merupakan jargon politik untuk menarik simpatik massa. Karena sampai sampai saat, yang Namanya integritas masih merupakan polesan padahal program ini telah dicetuskan sejak 2016 yang lalu. Namun, apapun tanggapan masyarakat implementasi revolusi hendaknya terus digulirkan sampai ke akar rumput. Sehingga mereka yang sudah memiliki integritas akan mengembangkan potensinya menjadi orang yang beretos kerja dan mampu melakukan gotong royong dalam membangun dirinya, keluarganya, masyarakatnya, dan bangsanya.
Implementasi revolusi mental dan integritas tidak saja wajib dilakukan di jajaran birokrasi sehingga tidak terdengan lagi korupsi disana-sini. Tidak terdengar lagi keluhan masyarakat yang kekurangan ekonomi atau penghasilan karena berhasilnya mengembangkan jiwa keadilan dalam kebersamaan. Atau tidak terdengar lagi anak-anak hebat dari anak bangsa ini harus berhenti sekolah karena orang tuanya yang tidak mampu. Gotong royong akan menjawab tantangan ini. Gotong royong dalam ekonomi anak bangsa yang sadar akan martabat dirinya tidak tergantung oleh pihak lain yang secara apapun mengcengkramkan kekuasaannya melalui jalur apa saja termasuk ekonomi.
Alangkah hebatnya filosofi revolusi mental ini manakala mampu diejawantahkan oleh seluruh anak bangsa. Tentu saja dimotori oleh pemerintah dengan system pemerintahannya yang merakyat. Mampu mengakomodir kebutuhan masyarakat melalui penggalakan gotong royong. Jangan jadinya, integritas, etos kerja dan gotong royong ini hanya berlaku dikisaran masyarkat kecil, masyarakat lemah sehingga hasilnya tidak kelihatan. Namun apabila itu diberlakukan ditataran birokrat maka rakyat jelata akan merasakan dampak positifnya.
IV. Penutup
Gerakan revolusi mental adalah gerakan yanag memungkinkan untuk melakukan sebuah perubahan di dalam tatanan berkemajuan bangsa Indonesia. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan yang mendasar di mulai dari diri sendiri untuk selalu melakukan aktivitas kerjanya baik sebagai ASN maupun sebagai masyarakat senantiasa bekerja dengan penuh integritas, memiliki etos kerja yang tinggi, dan membangkitkan Kembali semangat gotong royong dalam menyokong pembangunan diri, keluarga dan masyarakat dalam bentuk pembangunan nasional. Yang yang mendasar yang perlu dilakukan perubahan adalah mengubah pola pikir dan membentuk hati yang bersih dan bening. Sebab pada prinsipnya perubahan yang mendasar itu adalah mengubah karakter bangsa dengan membentuk hati-hati masyarakat menjadi bening dan penuh rasa syukur. Untuk menciptakan budaya organisasi yang akhlaki adalah spritualitas yang dimiliki oleh masing-masing individu. Agar tercipta spritual budaya organisasi maka diharapkan setiap diri masyarakat menerapkan ajaran spritualnya masing-masing dengan khusyu’ di dalam organisasi masyarakatnya.
V. DAFTAR BACAAN
Goldberg, A.A., Carl E. Larson, 1985, Kelompok Komunikasi: Proses-proses diskusi dan penerapannya (penterjemah : Koesddarini S, Gary R. Yusuf), Edisi I, Cetakan I, Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia (UI Press)
https://kbbi.web.id/integritas
Jalaluddin Rahmat, 2007., Mendahulukan Fiqih daripada Akhlaq, Mizan: Bandung
Kozier, B., et al. 1997. Professional Nursing Practice: Concepts and Perspective.3rd edition. California: Addison Wesley Longman
Maddux, R.B., 1999, Pengembangan Tim: Latihan dalam Kepemimpinan, (alih bahasa: Budi), Binarupa Aksara
Perpres No. 2 Tahun 2015, tentang RTPJM 2015-2019