UPAYA MENGELOLA KONFLIK DI TEMPAT KERJA DAN RELEVANSINYA PADA ORGANISASI SAAT INI
Oleh: Rahmadani
Email: rahmadani@bdkbanjarmasin.net
PENDAHULUAN
Konflik memainkan peran penting dalam organisasi kerja, dan beberapa penelitian terdahulu menambah pemahaman mengenai akar konflik di tempat kerja. Bagaimana cara karyawan dalam mengelola konflik, dan manfaat dari konflik tersebut bagi kinerja individu, perusahaan atau organisasi (Nguyen & Yang, 2012). Selain itu menurut Avgar (2020) dan Nasrudin et al (2021), konflik dibagi menjadi tiga jenis yaitu konflik tugas, konflik hubungan, dan konflik terkait proses. Konflik tugas, menangkap ketegangan dan ketidaksepakatan tentang pekerjaan yang dilakukan dalam kelompok/tim, seperti perbedaan pendekatan dan tanggung jawab. Konflik hubungan, berpusat pada ketegangan antarpribadi dan ketidaksepakatan dengan pekerjaan kelompok/tim dan berfokus pada seberapa baik anggota tim tersebut, versus seberapa banyak value yang mereka dapatkan dalam melakukan tugas. Alhasil, konflik proses mewakili ketegangan dan ketidaksepakatan yang muncul dalam kelompok/tim tentang aspek prosedural dan administratif dari pekerjaan, versus sifat substantif dari tanggung jawab karyawan.
Penyebab dari munculnya konflik yang terjadi di organisasi atau perusahaan sangat bervariatif, mulai dari masalah di rumah tangga atau work-family conflict (Bragger et al., 2005), (Fiksenbaum, 2014), gaya kepemimpinan (Connie Green, 2008), kepemimpinan yang tidak etis (Wong et al., 2020), konflik dalam manajemen internal terutama pada manajer (Özkalp et al., 2009), konflik perbedaan karakteristik dalam beragama (Mayer & Boness, 2011), (Croucher, 2013), (Setiawan, 2018), konflik sosial dalam organisasi keagamaan (Farida, 2015), (Tajuddin, 2016), dan konflik perbedaan budaya (Lin, 2010), (McClure, 2010) (Shap, 2014), serta konflik yang terjadi akibat kesalahan komunikasi dalam internal (Siregar & Usriyah, 2021). Pengendalian konflik dapat dilakukan melalui pendekatan musyawarah, campur tangan pihak ketiga, konfrontasi, tawar-menawar (bargaining), dan kompromi (Rusdiana, 2015). Selain itu, terdapat upaya-upaya dalam mengelola konflik seperti integrating, obliging, dominating, avoiding, compromising yang dapat disesuaikan dengan penyebab dari masing-masing konflik tersebut (Özkalp et al., 2009).
Dalam artikel ini, penulis menggunakan kerangka tiga tingkat yang diusulkan oleh Kochan et al (1984), dan Katz et al (1985), yang dapat diterapkan untuk mengatur apa yang penulis ketahui tentang konflik dan bagaimana cara mengelolanya. Hal ini sesuai dengan tujuan dari tulisan ini yaitu untuk mengetahui upaya-upaya dalam mengelola konflik di tempat kerja dan relevansinya pada organisasi saat ini, kedalam suatu model paparan analitis berdasarkan dari sumber literatur jurnal.
PEMBAHASAN
Upaya Dalam Mengelola Konflik di Tempat Kerja dan Relevansinya Pada Organisasi Saat Ini
Penanganan konflik tidak akan terlepas dari peran pemimpinnya, konflik yang dikelola dan dikendalikan dengan baik, dapat berujung pada keuntungan organisasi sebagai suatu kesatuan (Wong et al., 2020). Sebaliknya, konflik yang tidak ditangani dengan baik serta mengalami eskalasi secara terbuka, maka dapat merugikan kepentingan organisasi. Oleh sebab itu, manajer atau pimpinan dalam organisasi harus mampu mengelola konflik yang terdapat dalam organisasi dengan baik agar tujuan organisasi dapat tercapai tanpa hambatan yang menciptakan terjadinya konflik. Salah satu hal yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin atau manajer adalah bagaimana cara mengelola suatu konflik tersebut (Connie Green, 2008).
Adapun, konflik dapat meningkat apabila seseorang bekerja secara individual saat pekerjaan tersebut membutuhkan kerjasama tim, atau terdapat pertentangan satu sama lain. Berikut ini adalah beberapa faktor yang dapat menyebabkan konflik dalam sebuah organisasi, yaitu (Adamu Isa, 2015);
- Komunikasi yang buruk. Komunikasi menjadi salah satu penyebab terburuk dalam sebuah organisasi, komunikasi yang buruk dapat disebabkan perbedaan bahasa, pemahaman yang berbeda, dan kegagalan dalam menyampaikan sesuatu.
- Perbedaan kepribadian. Anggota organisasi dalam sebuah organisasi berasal dari latar belakang dan pengalaman yang berbeda dalam pembentukan kepribadian mereka, apabila anggota organisasi tidak dapat memahami dan saling menghargai adanya perbedaan-perbedaan tersebut maka akan timbul konflik atau permasalahan.
- Sumber daya yang tidak dibagi sama rata. Salah satu penyelesaian konflik dalam sebuah organisasi adalah dengan menggunakan prinsip berbagi. Artinya, dalam sebuah organisasi harus ada kebijakan administrasi yang membagi sumber daya yang tersedia secara merata dan berkelanjutan untuk menghindari konflik tersebut. Organisasi mungkin juga perlu mewaspadai sumber lain dari perlakuan berbeda yang menimbulkan masalah etika.
- Stres. Stres adalah kondisi seseorang yang terlalu banyak perasaan dibawah tekanan mental atau emosional. Tekanan akan menjadi stres ketika seseorang tidak mampu mengatasinya. Stres akan mempengaruhi cara berpikir, berperilaku, dan bagaimana tubuh seseorang akan bekerja. Beberapa tanda bahwa seseorang stres adalah masalah tidur, kehilangan nafsu makan, berkeringat, dan kurang konsentrasi dalam bekerja. Hal tersebut akan menimbulkan konflik antara anggota dan pimpinan organisasi.
- Pelecehan seksual. Pelecehan seksual merupakan permasalahan yang dihadapi seseorang akibat rasa tidak nyaman yang menyangkut masalah seks mereka. Ketika dalam sebuah organisasi tidak ada kode etik yang mengatur hal seperti ini, maka akan timbul konflik antar personalia dalam organisasi tersebut,
- Implikasi konflik pekerjaan terhadap produktivitas dan kelangsungan hidup organisasi. Ketika seseorang berusaha untuk memenuhi tekanan kebutuhan dalam hidup mereka, mereka akan bekerja apa saja sesuai dengan apa yang diinginkan sebuah organisasi.
- Anggota meninggalkan organisasi, konflik yang terlalu banyak dalam sebuah organisasi akan menyebabkan seseorang merasa tidak betah dan akan keluar dari organisasi tersebut.
- Penurunan produktivitas. Seseorang yang tidak fokus dalam mengerjakan pekerjaan maka produktivitasnya akan menurun, hal tersebut akan menjadi konflik antara anggota dan pimpinan.
Menurut Indriyatni (2010), untuk mengetahui bagaimana konflik dapat mempengaruhi kinerja, maka dapat dilihat dari jenis-jenis konflik itu sendiri, yaitu:
- Konflik Fungsional, konflik ini bersifat konstruktif, artinya dapat memperbaiki kualitas keputusan yang diambil, merangsang kreativitas dan inovasi, mendorong perhatian dan keingintahuan di antara anggotanya, dan menjadi saluran yang merupakan sarana penyampaian masalah dan peredaan ketegangan. Konflik ini tidak memberi kesempatan suatu kelompok secara pasif menerima begitu saja keputusan-keputusan yang diambil, yang mungkin didasarkan pada asumsi yang tidak relevan. Konflik ini juga menciptakan gagasan baru yaitu mengadakan penilaian ulang terhadap sasaran dan kegiatan organisasi untuk mencapai perubahan.
- Konflik Disfungsional, konflik ini terjadi karena adanya salah satu pihak yang tidak melakukan fungsi sebagaimana yang seharusnya sehingga akan menghambat aktivitas secara keseluruhan dengan kata lain konflik ini akan mengganggu kinerja organisasi secara keseluruhan.
Teori dari Özkalp et al (2009), menjelaskan bahwa konflik dapat dikelola dengan cara yang berbeda (withdrawing, smoothing, forcing, problem solving, compromising) berdasarkan dari kepentingan pada masing-masing konflik, yang diselesaikan menggunakan lima gaya manajemen konflik, yaitu;
Gambar 1. Model perhatian ganda dari gaya penanganan konflik antarpribadi.
Sumber: (Özkalp et al., 2009).
(1) Mengintegrasikan (Integrating);
Integrating style, yaitu memiliki kepedulian yang tinggi terhadap diri sendiri dan orang lain, ciri-cirinya adalah bersedia untuk bertukar informasi secara terbuka, mengatasi perbedaan secara konstruktif, dan melakukan segala upaya untuk mencari solusi yang dapat diterima bersama. Gaya ini merupakan yang paling diinginkan karena dapat menghasilkan win-win solution, yang peduli dengan dampak dari hubungan jangka panjang terhadap pihak lain. Selain itu, integrating style juga dapat mengurangi tingkat konflik tugas dan konflik hubungan, karena menghadapi masalah yang kompleks membutuhkan penggunaan gaya yang integratif. Adapun memanfaatkan keterampilan, informasi, dan sumber daya yang dimiliki oleh berbagai pihak, dapat membantu untuk mendefinisikan kembali dan merumuskan masalah dalam menemukan solusi alternatif lainnya.
(2) Mewajibkan (obliging);
Obliging style, merupakan kepedulian yang rendah terhadap diri sendiri dan memiliki kepedulian tinggi terhadap orang lain, berfokus untuk melindungi, memelihara dan menjaga hubungan, daripada mendahulukan kepentingan diri sendiri. Selain itu, ketika salah satu pihak memiliki posisi yang lemah dan percaya bahwa mengalah merupakan cara yang tepat dan lebih menguntungkan untuk jangka panjang, maka dapat menggunakan gaya obliging.
(3) Mendominasi (Dominating);
Dominating style, atau disebut sebagai “senang bersaing” yang diidentifikasi sebagai strategi menang atau kalah. Mengabaikan kebutuhan dan harapan orang lain / pihak lain, serta mengejar kepentingan untuk diri sendiri dengan menggunakan intrik dan taktik yang sesuai untuk mengalahkan lawan. Gaya dominating dapat digunakan ketika mendapatkan konflik yang membutuhkan pengambilan keputusan secara cepat.
(4) Menghindari (Avoiding);
Avoiding style, merupakan gaya yang memiliki sedikit perhatian untuk kepentingan diri sendiri atau kepentingan orang lain. Ketika isu konflik penting dan membutuhkan tanggung jawab, serta pengambilan keputusan yang cepat, maka avoiding merupakan gaya yang dapat digunakan ketika ingin menghindari suatu konflik sehingga dapat merugikan diri sendiri, tim atau organisasi tersebut.
(5) Kompromi (Compromising)
Compromising style, mencerminkan perhatian moderat untuk kepentingan diri sendiri dan untuk kepentingan orang lain. Hasil keputusan yang dapat diterima oleh kedua belah pihak adalah strategi yang diinginkan untuk menyelesaikan suatu konflik. Gaya ini melibatkan memberi dan menerima. Ketika kedua belah pihak memiliki kekuatan yang sama dan konsensus tidak dapat dicapai, maka dapat menggunakan gaya compromising. Poin terpenting dalam menggunakan gaya ini adalah dapat menghasilkan kegagalan dalam mengidentifikasi masalah yang nyata dan kompleks.
Selain itu menurut Rusdiana (2015), terdapat beberapa pendekatan dalam penanganan konflik, yakni;
1. Musyawarah
Musyawarah dilakukan agar pihak-pihak yang bertentangan dapat mencari penyelesaian terbaik bagi masalah yang sedang dihadapi, bukan mencari kemenangan sepihak. Tujuan musyawarah agar masing-masing mendapatkan yang diinginkan sehingga kedua pihak tidak ada yang dikalahkan. Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut;
- Lakukan identifikasi masalah, dengan mencari informasi dari pihak-pihak yang konflik atau yang mengetahui konflik.
- Pertemukan kedua pihak dalam forum dialog yang dipandu oleh pimpinan,
- Pimpinan memantau realisasi hasil musyawarah.
2. Campur tangan pihak ketiga
Campur tangan pihak ketiga diperlukan apabila pihak-pihak yang bertentangan tidak ingin berunding atau telah mencapai jalan buntu. Hal ini dilakukan untuk mencegah pertikaian antara anggota yang menyebabkan stagnasi meta-organisasi, maka diperlukan arsitektur organisasi yang dapat menyelesaikan perselisihan internal melalui penegakan eksternal.
3. Konfrontasi
Konfrontasi dilakukan dengan mempertemukan pihak-pihak yang sedang berkonflik untuk diminta pendapatnya secara langsung dalam rapat/siding, dan pimpinan bertindak sebagai moderator. Cara seperti ini dapat dijadikan suatu penyelesaian konflik secara rasional dan salah satu harus menerima pendapat dan pendirian pihak lain yang didasari oleh alasan yang lebih rasional dan benar.
4. Tawar-menawar (Bargaining)
Tawar-menawar adalah pengendalian konflik melalui proses pertukaran persetujuan dengan maksud mencapai keuntungan kedua pihak yang sedang berkonflik. Dalam proses tawar-menawar, intinya adalah tidak mengharuskan pihak-pihak yang berkonflik untuk menyerahkan sesuatu yang dianggap penting bagi kelompoknya.
5. Kompromi
Pendekatan kompromi dilakukan untuk mengatasi konflik dengan cara pencarian jalan tengah yang dapat diterima oleh pihak-pihak yang bertentangan. Sikap yang diperlukan agar dapat melaksanakan kompromi adalah salah satu pihak bersedia merasakan dan mengerti keadaan pihak lain. Kedua pihak tidak ada yang menang atau kalah, masing-masing memberi kelonggaran atau konsesi. Kedua kubu mendapatkan apa yang di inginkan tetapi tidak sepenuhnya, dan kehilangan tetapi tidak sepenuhnya juga. Kolaborasi biasanya dianggap sebagai metode terbaik untuk mengatasi konflik. Ini disebut pendekatan win-win approach. Tidak perlu kedua belah pihak untuk menyerahkan posisi yang dihargai. Sebaliknya, kedua belah pihak akan saling terbuka untuk mencari tujuan baru yang lebih tinggi.
Sementara Thakore (2013), menjelaskan mengenai solusi pemecahan dari konflik dalam organisasi adalah sebagai berikut;
- Mediasi: mediasi adalah bentuk resolusi konflik yang paling umum. Hal ini melibatkan orang yang mandiri dan tidak memihak yang membantu dua individu atau kelompok mencapai solusi yang dapat diterima semua orang. Mediasi dapat berhasil apabila kedua belah pihak memberikan kepercayaan kepada mediator.
- Konsiliasi dan konsultasi: solusi konflik ini dapat katakan kurang formal karena solusi konflik ini lebih ke sukarela, atau kerelaan pihak yang berkonflik.
- Meningkatkan sumber daya: penanganan konflik ini merencanakan dan berpikir kedepan tentang distribusi sumber daya yang tepat.
Dari paparan di atas, maka jelaslah bahwa konflik yang terjadi dalam sebuah organisasi harus terkelola dengan baik dan persoalan konflik ini akan selalu muncul atau hadir di setiap kesempatan. Oleh karena itu manajemen sumber daya manusia dalam organisasi merupakan suatu keharusan termasuk dalam mengelola konflik dalam organisasi. Jadi dapatlah kita tarik benang merahnya, bahwa upaya dalam mengelola konflik di tempat kerja masih relevan pada organisasi saat ini.
SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat dikemukakan beberapa simpulan sebagai berikut (1) Faktor-faktor penyebab konflik yaitu komunikasi yang buruk, perbedaan kepribadian, sumber daya yang tidak dibagi sama rata, pelecehan seksual, implikasi konflik pekerjaan terhadap produktivitas dan kelangsungan hidup organisasi, anggota meninggalkan organisasi, dan penurunan produktivitas (tidak fokus). (2) Jenis-jenis konflik yaitu fungsional, dan disfungsional. (3) Lima gaya manajemen konflik yaitu integrating style, obliging style, dominating style, avoiding style, compromising style. (4) Pendekatan penanganan konflik, yaitu bermusyawarah, campur tangan pihak ketiga, konfrontasi, tawar-menawar, dan berkompromi. (5) Solusi pemecahan konflik dalam organisasi yaitu mediasi, konsiliasi dan konsultasi, serta meningkatkan sumber daya. Dan upaya dalam mengelola konflik di tempat kerja masih relevan pada organisasi saat ini.
REFERENSI
Adamu Isa, A. (2015). Conflicts in Organizations: Causes and Consequences. International Journal of Educational Policy and Entrepreneurial Research (JEPER), 2(11), 54–59.
Avgar, A. (2020). Integrating Conflict: A Proposed Framework for the Interdisciplinary Study of Workplace Conflict and Its Management. ILR Review, 73(2), 281–311. https://doi.org/10.1177/0019793919885819
Bragger, J. D., Rodriguez-Srednicki, O., Kutcher, E. J., Indovino, L., & Rosner, E. (2005). Work-family conflict, work-family culture, and organizational citizenship behavior among teachers. International Journal of Business and Psychology, 20(2), 303–324. https://doi.org/10.1007/s10869-005-8266-0
Connie Green. (2008). Leader member exchange and the use of moderating conflict management styles: Impact on relationship quality. International Journal of Conflict Management, 19(2), 92c – 111.
Croucher, S. M. (2013). Self-construals, conflict styles, and religious identification in India. International Journal of Conflict Management, 24(4), 421–436. https://doi.org/10.1108/IJCMA-03-2012-0033
Dreu, C. Κ. W. De, Dierendonck, D. van, & Dijkstra, M. T. M. (2004). Conflict at Work and Individual Well-Being. International Journal of Conflict Management, 15(1), 6–26.
Farida, A. (2015). Manajemen Konflik Keagamaan Melalui Jaringan Kerja Antar Umat Beragama Di Bandung Jawa Barat. Al-Qalam, 21(1), 141–152. https://doi.org/10.31969/alq.v21i1.203
Fiksenbaum, L. M. (2014). Supportive work-family environments: implications for work-family conflict and well-being. International Journal of Human Resource Management, 25(5), 653–672. https://doi.org/10.1080/09585192.2013.796314
Guetzkow, H., & Gyr, J. (1954). An Analysis of Conflict in Decision-Making Groups. International Journal of Human Relations, 7(3), 376–382.
Indriyatni, L. (2010). Pengaruh Konflik Terhadap Kinerja. Manajerial : Jurnal Manajemen Dan Sistem Informasi, 5(1), 36–42. http://www.ejournal.stiepena.ac.id/index.php/fe/article/view/65
Jehn, K. (1997). ENHANCING EFFECTIVENESS: AN INVESTIGATION OF ADVANTAGES AND DISADVANTAGES OF VALUE‐BASED INTRAGROUP CONFLICT. International Journal of Conflict Management, 8(4), 338–360.
Jehn, K. A. (1997). A qualitative analysis of conflict types and dimensions in organizational groups. International Journal of Administrative Science Quarterly, 42(3), 530–557. https://doi.org/10.2307/2393737
Katz, H. C., Kochan, T. A., & Weber, M. R. (1985). Assessing the Effects of Industrial Relations Systems and Efforts to Improve the Quality of Working Life on Organizational Effectiveness. Academy of Management Journal, 28(3), 509–526. https://doi.org/10.5465/256111
Kochan, T. A., Mckersie, R. B., & Cappelli, P. (1984). Strategic Choice and Industrial Relations Theory. Industrial Relations: A Journal of Economy and Society, 23(1), 16–39. https://doi.org/10.1111/j.1468-232X.1984.tb00872.x
Lin, C. (2010). Studying Chinese culture and conflict: A research agenda. International Journal of Conflict Management, 21(1), 70–93. https://doi.org/10.1108/10444061011016632
Mayer, C.-H., & Boness, C. (2011). Spiritual insights in cross-cultural conflicts and mediation in ecclesiastical organizations in Tanzania. Qualitative Research in Organizations and Management: An International Journal, 6(2), 171–190.
McClure, R. E. (2010). The influence of organizational culture and conflict on market orientation. International Journal of Business and Industrial Marketing, 25(7), 514–524. https://doi.org/10.1108/08858621011077745
Nasrudin, A. H., Unsa, F. F., Aini, F. N., Arifin, I., & Adha, M. A. (2021). Manajemen Konflik dan Cara Penanganan Konflik Dalam Organisasi Sekolah. Tadbir: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 9(1), 1–18. https://doi.org/10.30603/tjmpi.v9i1.1888
Nguyen, H. H. D., & Yang, J. (2012). Chinese employees’ interpersonal conflict management strategies. International Journal of Conflict Management, 23(4), 382–412. https://doi.org/10.1108/10444061211267272
Özkalp, E., Zerrin, S., & Özdemir, A. A. (2009). Conflict management styles of Turkish managers. International Journal of European Industrial Training, 33(5), 419–438.
Rusdiana, H. (2015). Manajemen Konflik. CV Pustaka Setia Bandung. www.pustakasetia.com
Setiawan, F. (2018). Mengelola Konflik di Lembaga Pendidikan Islam. Ta’dib: Jurnal Pendidikan Islam, 7(1), 55–66. https://doi.org/10.29313/tjpi.v7i1.3801
Shap, K. (2014). Island in the street: Analyzing the function of gang violence from a culture and conflict perspective. Journal of Aggression, Conflict and Peace Research, 6(2), 78–98. https://doi.org/10.1108/JACPR-11-2012-0009
Siregar, F. A., & Usriyah, L. (2021). Peranan Komunikasi Organisasi dalam Manajemen Konflik. IDARAH : Jurnal Pendidikan Dan Kependidikan, 5(2), 163–174. https://doi.org/10.47766/idarah.v5i2.147
Tajuddin, Y. (2016). Sumber Daya Manusia dan Konflik Sosial Dalam Organisasi Keagamaan (Analisis Fenomena Konflik Komunitas NU dan Muhammadiyah). TADBIR: Jurnal Manajemen Dakwah, 1(1), 75–100.
Thakore, D. (2013). Conflict and Conflict Management. IOSR Journal of Business and Management, 8(6), 7–16.
Walton, R. E., & McKersie, R. B. (1992). A behavioral theory of labor negotiations; an analysis of a social interaction system [by] Richard E. Walton [and] Robert B. McKersie. Industrial and Labor Relations Review, 46(1), 192–194.
Wong, A., Wang, X., Wang, X., & Tjosvold, D. (2020). Ethical leaders manage conflict to develop trust. Leadership and Organization Development Journal, 41(1), 133–146. https://doi.org/10.1108/LODJ-10-2018-0363