WHICH ONE IS BETTER? SOCIAL DISTANCING OR LOCKDOWN?
Oleh : Syaifullah
PENDAHULUAN
Social distancing muncul sebagai cara yang efisien untuk melawan penyebaran virus COVID-19 (Chudik et al., 2020). Namun, tingkat jarak sosial bervariasi di setiap negara. Memahami variasi seperti itu dalam jarak sosial adalah penting karena penyebaran COVID-19 masih berlangsung (Maloney & Taskin, 2020). Literatur yang berkembang sekarang mencoba menjelaskan variasi jarak sosial lintas negara. Karena itu kebijakan pemerintah seperti penutupan bisnis yang tidak penting, perintah tetap di rumah, atau penutupan sekolah memang meningkatkan jarak sosial. Morita et al. (2020) melaporkan bahwa efisiensi kebijakan pemerintah seperti penutupan ruang kerja, transportasi umum, dan pembatasan perjalanan di dalam negeri secara signifikan mengurangi jarak sosial (Morita et al., 2020). Sejalan dengan itu, pemerintah Indonesia menetapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar untuk memutus mata rantai lajunya penularan covid-19 (Sufiarina & Wahyuni, 2020). Tulisan ini membahas apa yang melatarbelakangi pemerintah mengambil kebijakan PSBB untuk menjaga keselamatan penduduknya.
PEMBAHASAN
Untuk melindungi masyarakat, pemerintah Indonesia memberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar yang dimuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020. Penerapan kebijakan PSBB Covid-19, di sisi lain, telah menimbulkan kesulitan ekonomi bagi banyak kalangan (Sufiarina & Wahyuni, 2020). Perusahaan transportasi, pariwisata, hotel, restoran, pedagang harian, dan bisnis lainnya termasuk dalam kategori ini. Banyak perusahaan yang memberhentikan karyawannya. Namun demikian, dibandingkan dengan kebijakan lockdown, dampak buruk PSBB lebih ringan dibandingkan dengan kebijakan lockdown.
Berbeda dengan Indonesia, dalam menanggapi meningkatnya jumlah penyebaran virus corona lokal meringankan kasus COVID-19, banyak negara telah menerapkan lockdown untuk membatasi pergerakan dan interaksi komunitas untuk menekan infeksi (Dickens et al., 2020). Sebagian besar lockdown telah berhasil mengurangi jumlah reproduksi dan membatasi pertumbuhan epidemi, tetapi penghentian lockdown sebelum waktunya dan tanpa perencanaan yang matang dapat mengakibatkan epidemi rebound yang mengakibatkan sebagian besar populasi rentan terhadap infeksi (Leung et al., 2020).
Penelitian yang dilakukan (Lau et al., 2021) di China mengungkap bahwa pembatasan yang lebih ketat (lockdown) terhadap orang-orang di daerah berisiko tinggi meskipun tampaknya berpotensi memperlambat penyebaran COVID-19. Hasil penelitian menunjukkan penurunan yang signifikan dalam tingkat pertumbuhan. Namun demikian, tindakan penahanan yang ketat harus dipertimbangkan untuk daerah yang terkena dampak parah untuk mengulur waktu dan memungkinkan fasilitas medis untuk mengatasi peningkatan intensif kasus perawatan.
Penelitian yang dilakukan (Chakraborty et al., 2021) tentang dampak psikologis lockdown pada perilaku anak-anak selama pandemi COVID-19: survei online di India, mengungkap bahwa hampir sepertiga dari anak-anak menjadi mudah tersinggung (35,3%), hiperaktif (33,3%), membangkang (38%), cemas (29,9%), dan sering menangis (32,7%) selama masa lockdown. Hampir dua pertiga anak-anak lebih banyak menggunakan ponsel (63,4%) dan menonton televisi (58,1%) dibandingkan dengan diri mereka yang biasa selama lockdown. Hampir dua pertiga (58,3%) dan sepertiga (32,2%) anak-anak melaporkan perubahan kebiasaan tidur dan makan mereka masing-masing. Ringkasnya, survei indeks menunjukkan bahwa sepertiga anak-anak dan remaja terkena dampak buruk akibat lockdown.
Dengan demikian, kalau di Indonesia dilakukan kebijakan lockdown, maka dampak yang dialami oleh India dapat juga terjadi di Indonesia karena adanya kemiripan budaya Indonesia dan India (Gupta & Sukamto, 2020).
Meskipun Indonesia tidak menerapkan kebijakan lockdown dan hanya menerapkan social distancing, penelitian yang dilakukan oleh (Lutfi et al., 2020) menunjukkan bahwa kebijakan social distancing berdampak pada UKM selama pandemi COVID-19. Hal ini ditunjukkan dengan menurunnya pendapatan dan permintaan produk UKM, bahkan ada yang tidak memiliki pendapatan (nilai rata-rata 2,40) akibat kebijakan social distancing. Selain itu, dampak kebijakan tersebut juga terlihat dari meningkatnya biaya bahan baku dan biaya produksi akibat permasalahan mata rantai pasok (nilai rata-rata 4,79). Dampak kebijakan tersebut menimbulkan kecemasan bagi UKM untuk tetap bertahan sehingga pelaku usaha mengubah rencananya dengan memanfaatkan teknologi informasi (nilai rata-rata 4,81). Perubahan ini merupakan strategi untuk bertahan karena dampak dari kebijakan yang diterapkan. Meskipun kebijakan social distancing mempengaruhi kelangsungan hidup UKM selama pandemi, temuan penelitian menunjukkan bahwa UKM di Indonesia tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (nilai rata-rata 4,37) karena adanya kebijakan stimulus ekonomi yang membantu UKM bertahan dan tumbuh selama pandemi COVID-19.
SIMPULAN
Social distancing adalah kebijakan yang tepat untuk melawan penyebaran virus COVID-19 DI Indonesia. Meskipun kebijakan ini berdampak pada kehidupan masyarakat dan pengaturan kerja di perusahaan, dampak yang menguntungkan lebih banyak daripada dampak yang merugikan dibandingkan dengan kebijakan lockdown. Hal ini terbukti bahwa negara-negara Eropa dan Asia yang menerapkan kebijakan lockdown mengalami dampak yang buruk bagi kehidupan masyarakat dan MSDM perusahaan. Indonesia sekarang sudah berhasil keluar dari pandemi COVID-19 hanya dengan menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
References
Chakraborty, K., Chatterjee, M., Bhattacharyya, R., & Neogi, R. (2021). Psychological impact of ‘lockdown’ on behaviour of children during COVID-19 pandemic: An online survey. Journal of Indian Association for Child and Adolescent Mental Health, 17(2), 72–86.
Chudik, A., Pesaran, M. H., & Rebucci, A. (2020). VOLUNTARY AND MANDATORY SOCIAL DISTANCING. In NBER Working Paper Series.
Dickens, B. L., Koo, J. R., Lim, J. T., Park, M., Quaye, S., Sun, H., Sun, Y., Pung, R., Wilder-Smith, A., Chai, L. Y. A., Lee, V. J., & Cook, A. R. (2020). Modelling lockdown and exit strategies for COVID-19 in Singapore. The Lancet Regional Health - Western Pacific, 1. https://doi.org/10.1016/j.lanwpc.2020.100004
Gupta, M., & Sukamto, K. E. (2020). Cultural communicative styles: The case of India and Indonesia. International Journal of Society, Culture and Language, 8(2), 105–120.
Lau, H., Khosrawipour, V., Kocbach, P., Mikolajczyk, A., Schubert, J., Bania, J., & Khosrawipour, T. (2021). The positive impact of lockdown in Wuhan on containing the COVID-19 outbreak in China. Journal of Travel Medicine, 27(3), 1–7. https://doi.org/10.1093/JTM/TAAA037
Leung, K., Wu, J. T., Liu, D., & Leung, G. M. (2020). First-wave COVID-19 transmissibility and severity in China outside Hubei after control measures, and second-wave scenario planning: a modelling impact assessment. The Lancet, 395(10233). https://doi.org/10.1016/S0140-6736(20)30746-7
Lutfi, M., Buntuang, P. C. D., Kornelius, Y., Erdiyansyah, & Hasanuddin, B. (2020). The impact of social distancing policy on small and medium-sized enterprises (SMEs) in Indonesia. Problems and Perspectives in Management, 18(3), 492–503. https://doi.org/10.21511/ppm.18(3).2020.40
Maloney, W., & Taskin, T. (2020). Determinants of Social Distancing and Economic Activity during COVID-19: A Global View. In Determinants of Social Distancing and Economic Activity during COVID-19: A Global View. World Bank, Washington, DC. https://doi.org/10.1596/1813-9450-9242
Morita, H., Kato, H., & Hayashi, Y. (2020). International Comparison of Behavior Changes with Social Distancing Policies in Response to COVID-19. SSRN Electronic Journal. https://doi.org/10.2139/ssrn.3594035
Sufiarina, & Wahyuni, S. (2020). FORCE MAJEURE DAN NOTOIR FEITEN ATAS KEBIJAKAN PSBB COVID-19. Jurnal Hukum Sasana, 6(1), 1–15. https://doi.org/10.31599/sasana.v6i1.209